21| Pedih

57 9 2
                                    

Depok, Februari 2018

Di depan ruang praktik dokter THT salah satu rumah sakit, Mikha duduk ditemani Raka dan ibundanya. Gadis itu hanya menatap kosong pintu ruangan yang akan segera dimasukinya, sambil berusaha menajamkan pendengarannya.

Setelah menanti cukup lama, Mikha dipanggil dan diizinkan masuk untuk bertemu dengan dokter. Raka dan Lilis bergantian menjelaskan kondisinya. Sedangkan ia hanya menunduk sambil berharap bisa mendengar dengan jelas yang diucapkan dua orang itu.

"Lumpuhnya juga karena kecelakaan?" Tanya dokter itu.

"Iya, dok. Saat setelah kecelakaan ia dinyatakan lumpuh." Jawab Lilis.

"Menurut saya, lebih baik dia dirawat inap dulu. Saya curiga ada sesuatu yang lain."

"Sesuatu bagaimana, dok?" Tanya Lilis khawatir.

Dokter tersebut melihat ke arah Raka seakan meminta lelaki itu untuk membawa Mikha keluar. Itu supaya bisa lebih leluasa berbicara dengan Lilis. Raka pun mengangguk, lalu mendorong kursi roda Mikha keluar dari ruangan.

Mikha masih terdiam sampai Raka menghentikan gerakkannya di taman rumah sakit.

"Maaf aku banyak merepotkan. Sudah lumpuh, sekarang aku kesulitan mendengar," Mikha berucap putus asa.

Raka berjongkok di depan Mikha. Tangannya bergerak mengambil sebuah buku yang ada di tas punggungnya.

Jika ini adalah hal yang merepotkan, aku senang direpotkan olehmu.

Mikha tersenyum membaca tulisan itu. Ia senang karena dalam kondisinya yang mendadak buruk ini, masih ada Raka yang selalu bersamanya.

"Raka, tubuhku tiba-tiba lemas sekali." Ucap Mikha.

Kenapa? Kamu mau pulang?  Raka kembali menulis di lembar buku itu.

Mikha mengangguk. Raka pun segera bergerak untuk membawa Mikha kembali bertemu dengan ibunya.

Sampai di depan apotek, Lilis berjongkok di depan Mikha. Ia meminjam buku dan pulpen Raka untuk menuliskan sesuatu.

Kamu rawat inap dulu, ya? Hari ini dan besuk. Sudah cukup.

Mikha menatap ibunya tak mengerti. Untuk apa dirinya harus rawat inap? Haruskah ada penanganan khusus untuknya? Apa yang terjadi sebenarnya? Pertanyaan itu melingkar memenuhi benak Mikha.

Lilis kembali menulis pada lembar buku. Ada pemeriksaan yang harus kamu jalani supaya bisa tau kenapa penyebab berkurangnya pendengaranmu.

Mikha ingin menolak, tapi ia tak tega melihat ibunya yang juga terlihat begitu lelah. Bukankah seharusnya ia tidak merepotkan yang lain? Ia pun mengangguk pasrah.

🌙

Selama dua hari Mikha dirawat, ia mendapatkan beberapa pemeriksaan. Hari ini, ia terbaring di ranjang rumah sakit sambil melihat kartun di televisi.

Tak berselang lama, Lilis masuk ke ruangan sembari membawa sebuah amplop hasil pemeriksaan. Ia sempat tersenyum pada Mikha dan Raka sebelum mendekat.

"Bagaimana hasilnya, Tante?" Tanya Raka.

Lilis berusaha tersenyum, tapi ia tak bisa menyembunyikan raut wajah sendunya. Tak berselang lama, ia menghambur ke pelukan Raka.

"Kenapa, Tan?"

"Mikha." Isak Lilis. "Dia lumpuh bukan karena kecelakaannya."

"Maksud Tante bagaimana?" Raka mulai tak mengerti.

"Mikha, kena tumor otak, Raka!" Keluh Lilis sambil menahan suaranya. Raka terbelalak tak percaya.

"Kelumpuhan kakinya dan penurunan fungsi pendengarannya itu bukan karena kecelakaan, tapi karena tumornya,"

Raka tak bisa berucap. Ia kemudian menatap Mikha yang masih menikmati serial kartun di televisi.

"Ibu bingung bagaimana caranya memberitahu, Mikha. Ibu tidak tega."

Raka mengelus punggung wanita yang sudah dianggapnya sebagai itu itu. "Nanti, Raka bantu untuk memberitahu Mikha."

"Tidak usah."

Suara Mikha menghentikan kebingungan Lilis dan Raka. Keduanya menatap Mikha yang masih terbaring. "Mikha sudah dengar semuanya." Jawab gadis itu dengan suara ikhlas. Lalu, seulas senyum terbit indah di wajahnya.

🌙

Depok, Februari 2018

Raka masih menggenggam telapak tangan Mikha sambil berjongkok di depan Mikha. Ia masih berusaha untuk menenangkan isakan Mikha.

"Aku harus bagaimana, Raka?" Tanyanya untuk kesekian kalinya. Raka yang ditanyai tak menjawab, ia memilih bungkam.

"Aku takut, Raka. Bagaimana nanti jika kondisiku semakin memburuk? Bagaimana nanti jika aku harus menghadapi pengobatan menakutkan? Bagaimana biaya pengobatanku nanti, Raka? Ibu bagaimana?" Keluh mikha di sela isakkannya.

"Bagaimana jika nanti aku tidak bisa bertahan? Untuk ikhlas lumpuh saja masih begitu sulit, tapi ini bagaimana? Ini pasti lebih sulit."

Raka pun bergerak untuk memeluk Mikha. Ia pun membisikkan sesuatu di telinga gadis itu. "Masih ada aku yang berjanji membuatkanmu rumah pohon di bulan. Jadi, kamu harus bertahan."

Mikha tersenyum, namun air matanya tak bisa ditahan. "Makasih, Raka." Balasnya dengan sisa tenaga yang masih dimilikinya.

🌙

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang