11| Asing

71 9 0
                                    

Setelah berpisah dengan Arzam, Mikha pulang sendirian. Sepanjang jalan ia tak bisa berhenti tersenyum, ia selalu teringat senyuman Arzam yang begitu manis di matanya.

"Ibu!" Teriak Mikha saat masuk rumah.

"Raka?" Mikha berseru ketika melihat sosok lelaki sedang duduk di ruang tamu bersama Nenek.

Raka bangkit mendekat ke arah Mikha. "Kamu kenapa basah gini?"

Mikha tersenyum senang. Ia langsung memeluk Raka, tak peduli dengan pakaiannya yang basah dan Raka yang mencoba mendorong tubuhnya.

"Kamu lama banget pulangnya!" Keluh Mikha.

Raka hanya tersenyum. "Yang penting sudah pulang, kan?"

"Kalau gitu, nanti kita lihat langit, ya? Ada banyak yang mau aku ceritain."

"Oke. Sekarang, kamu ganti baju. Aku siapin radionya!"

"Laksanakan!"

🌙

M

alam itu, Mikha sangat bahagia. Ia menceritakan tentang semua hal menyenangkan yang terjadi padanya. Tentang perjalanannya yang kini menjadi penyiar radio sekolah, sampai kedekatannya dengan Arzam.

"Jakarta seperti apa, sih?" Tanya Mikha sambil menengadah ke langit.

"Ya seperti itu."

"Seperti itu yang bagaimana?"

"Yang pasti masih kalah menyenangkan dari Bandung."

"Kok gitu?"

"Ya, karena di Jakarta nggak ada kamu."

Mikha tertawa. "Kalau gitu sering-sering ke Bandung, dong!"

"Kan aku masih sekolah, Mikha. Nanti akhir semester aku janji ke sini lagi, deh!"

Mikha menghela pelan. "Kamu kembali ke Jakarta kapan?"

"Mungkin besuk."

"Cepat sekali." Keluh Mikha.

Raka meraih tangan Mikha. "Aku tau, kamu sudah bisa menjadi lebih baik daripada Mikha yang aku kenal dulu. Kak Arzam benar-benar bisa merubahmu, Mik."

"Tapi, aku maunya sama kamu."

"Yakin?"

"Kalau sama kamu kan bisa mau aku ngapa-ngapain kamu nggak ada yang marah. Lah kalau Kak Arzam? Digrebek orangtuanya ntar."

Raka tertawa hambar.

Setelah itu, percakapan antar mereka mulai mengalir. Cerita-cerita sederhana kembali mengisi malam antara mereka berdua.

Diam-diam Raka bahagia. Sekarang, aku sudah lega untuk pergi darimu. Kamu sudah punya bahagia yang baru.

🌙

Bandung, April 2015

"Rumah pohon ini terlihat lebih hidup, Mik." Ucap Raka ketika diajak Mikha untuk berkunjung ke rumah pohon.

"Ya, setelah kamu pergi, aku dan kak Arzam berusaha merawat rumah pohon ini agar tetap indah."

"Tapi, rasanya bukan yang dulu." Jawab Raka dengan nada suara pelan. Ya, ia merasa sangat asing di sini. Rumah pohon itu seperti bukan miliknya lagi.

Mikha melangkah mendekati Raka. "Nggak mau naik?" Tanyanya.

"Boleh?"

Mikha memukul lengan Raka. "Ya, bolehlah! Ini kan punyamu juga."

Mikha menarik tangan Raka untuk naik melewati tangga yang dipasang pada batang pohon. Seperti biasanya, Mikha selalu naik lebih dulu dari Raka.

Raka tak bisa berkata-kata lagi. Rumah pohon itu semakin terkesan asing untuknya. Foto-foto yang terpasang rapi dengan lampu tumblr menggantikan kertas-kertas mimpi yang dulu penuh dengan tulisan tangan jelek mereka berdua.

Semua di rumah pohon itu tampak lebih mewah dan indah. Tidak seperti dulu yang sederhana dan cenderung berantakan. Raka masih ingat bagaimana dulu ia dan Mikha menulis mimpi untuk ditempel di tembok rumah pohon, kini diganti pojok mimpi yang sengaja dibuat. Tulisannya rapi dengan hiasan warna-warni yang cantik.

"Ini sangat berbeda, Mikha." Komentar Raka.

Mikha tersenyum. "Aku dan Kak Arzam merapikan ini untukmu. Biar pas kamu pulang, kamu nyaman ada di sini."

Aku malah tidak nyaman. Keluh Raka dalam hati.

"Kenapa kamu merapikannya untukku?"

"Ya, karena aku ingin menyambutmu dengan baik."

"Kita bicara di bawah saja, ya?" Tawar Raka.

Di bawah rumah pohon, dulu hanya ada rumput dan ilalang yang tinggi dengan beberapa batu yang disusun sebagai jalan menuju tangga rumah pohon. Sekarang, ada taman bunga indah yang menggantikan taman rumput dan ilalang.

"Ada apa, Ka?" Tanya Mikha ketika menyadari Raka yang tiba-tiba menjadi serius.

"Terimakasih."

"Untuk?"

"Untuk kejutan di rumah pohon ini." Jawab Raka. "Aku tidak menyangka akan menjadi berubah seperti ini dalam setahun saja.

"Kamu nggak suka?"

"Aku suka."

"Terus kenapa?"

Raka melangkah mendekat. "Mulai sekarang, rumah pohon ini milikmu dan Kak Arzam."

"Ke-kenapa begitu?" Mikha tak bisa berucap lagi. Ia merasa Raka tak ingin lagi bersamanya.

"Aku merasa, Kak Arzam lebih berhak atas rumah pohon ini daripada aku. Kak Arzam dan kamu sudah merawat semuanya. Dan tidak mungkin, aku yang tak pernah peduli pada rumah pohon ini menjadi pemiliknya." Jelas Raka.

Mikha menangis. Ia tak bisa menahan air matanya. "Tapi, aku sama Kak Arzam ngelakuin itu buat kamu."

Raka menggeleng. "Kalian melakukan itu bersama karena memang kalian ingin bersama,"

"Jangan menangis," bisik Raka. Lelaki itu mendekap Mikha hingga tangisnya pecah.
"

Setelah ini, kamu bisa mengganti foto bersamaku dengan fotomu bersama Kak Arzam."

Mikha berlari meninggalkan Raka. Ia sangat kecewa. Semua usahanya untuk tetap seperti dulu tidak bisa diwujudkan lagi. Mereka sudah terlalu asing.

🌙

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang