Terlihat rumah yang begitu besar. Di dalamnya terdapat Arion juga Aldo yang tengah duduk di ruang keluarga.
"Yon, kalau nyokap lo tau lo berantem lagi, pasti gue yang kena dimaki-maki." Aldo cemas sendiri. Ia tahu Bu Gina pasti akan selalu menyalahkannya walaupun kenyataannya anaknya sendiri lah yang suka mencari gara-gara.
"Tenang aja, nyokap gue gak bakalan tau soal ini. Lo punya salep peredam nyeri gak? Sial, pinggang gue sakit banget."
"Ke mana nyokap sama bokap lo?" Mata Rion memencar ke setiap sudut rumah Aldo. Ia tak melihat om dan tante Purnawan, orangtua Aldo yang sering sekali menyambutnya baik di rumahnya.
"Oh, mereka lagi ada meeting di Australia. Lo tau sendiri, lebih banyak waktu gue habisin sendiri di rumah sama ART gue."
"Kalau gitu, gue harus punya apartemen."
"Ngapain lo tinggal di apartemen?"
"Gue cuma males liat muka si Arga."
"Oh iya, gimana dia bro? Lo gak saling pukul kan, dia kan abang lo, kekekekek." Aldo mengejeknya lagi.
"Jangankan mukul, gue liat mukanya aja udah males. Tangan gue terlalu berharga kalau buat nonjok anak Pak Edwin."
Beberapa bulan menjadi CEO muda, Arion begitu serius, karena kepalanya terus terngiang akan perkataan Arga. Selama ini, orang hanya melihat dirinya kaya tanpa potensi juga tidak satu pun hal yang berguna yang ia lakukan. Pikiran Rion sedikit demi sedikit mulai terbuka. Ia mulai punya tekad untuk tidak terus ditindas oleh pemikiran orang-orang rendah seperti itu.
Pak Edwin tidak menyangka dengan pencapain Hotel Edzard selama satu bulan. Arion berhasil meningkatkan laba sebesar 40%. Ya, walaupun itu hal kecil namun Pak Edwin sangat kagum dengan Arion yang selama ini selalu berbuat kerusuhan di mana-mana, bisa melakukan hal seperti itu pun Pak Edwin sangat bersyukur.
"Ternyata kamu emang punya bakat bisnis nak."
"Kalau kita gak pinter gimana bisa kita jadi orang hebat?" timpalnya dengan nada datar, namun itu adalah hal lumrah menurut Pak Edwin. Arion hanya butuh waktu, untuk bisa bersikap lebih baik di depannya.
Seminar kampus Gemilang diselenggarakan di aula kampus. Dengan ramai mahasiswa juga mahasiswi mulai memadati tempat berlangsungnya acara. Mereka tahu, tema seminar itu adalah 'Membangun jiwa muda melek akan bisnis di era revolusi industri masa kini'. Namun, bukan hanya itu yang menjadi perbincangan hangat. Lalu tentang apa? Tentang orang yang menjadi pembicara saat itu. Siapa lagi kalau bukan Arion.
"Bella, malem ini makan ya sama gue. Please!" bujuk Bani yang terus mengikuti langkah Bella ke manapun pergi.
"Nggak! Lo kenapa sih ngikutin gue terus?" Bella merasa risih. Mereka lantas duduk di kursi yang telah tersedia.
Acara dimulai. Beberapa pembicara dari luar kampus dan orang penting yang diundang mulai berpidato di atas panggung, membagikan ilmu juga pengalaman mereka pada seluruh mahasiswa Gemilang. Ini yang ditunggu para warga kampus, terutama perempuan.
"Mari kita sambut tamu spesial pembicara hari ini. Untuk para remaja siapkan ponsel kalian, ini dia Arion Edzard." Ucapan MC itu yang ditunggu-tunggu para kaum hawa.
Arion naik ke panggung dengan pakaian kasual formal yang membuat para mahasiswa-mahasiswi bertepuk tangan keras dan terdengar teriakan para gadis saat melihatnya.
Beberapa menit Arion berbicara panjang lebar, membuat para dosen dan tamu undangan tercengang oleh pidatonya kala itu. Aldo terus menganga menatapnya di atas panggung, tidak menyangka teman yang otaknya setengah otak udang itu berhasil membuat semua orang kagum terpukau. Arion turun dan lantas merogoh saku celana chinonya untuk mengambil sebungkus rokok. Ia bahkan bertindak seenaknya setelah ia berhasil melakukan public speaking dengan baik di atas panggung, menghibur para mahasiswa Gelimang dan membuat inspirasi untuk semuanya. Arion sungguh aneh.
"Yon, jangan rokok di sini. Nama lo udah bagus juga. Btw, gimana bisa lo talk avtive begitu? Gue sampe kaget, sial."
Aldo membawa Rion keluar kampus.
"Kan gue bilang, kalau lo gak pinter di dunia milenial ini, gimana lo bisa dianggap sama orang?"
Arion mulai ke taman, mengeluarkan sepuntung rokok dan menghisapnya dengan nyaman di sana. Arion diam-diam memiliki otak yang luar biasa. Ya, memang benar kata orang. Biasanya, laki-laki yang nakal itu yang kecerdasannya tidak pernah diumbar. Justru mereka selalu menjadi tantangan bagi orang-orang yang ingin mendekatinya. Tapi bagi Arion, didekati atau mendekati adalah hal yang sama. Bahkan hal itu tak pernah menjadi penting dalam hidupnya. Cinta dan kasih sayang, menurutnya hal yang aneh.
Pengalaman cinta yang sedikit ia dapat membuatnya sangat awam dengan teori-teori perasaan. Ia hanya tahu bermain, memukul, bertengkar, taruhan dan pertumpahan darah selama ini. Semua rasa menurutnya adalah kepalsuan. Pengkhianatan, kebohongan, dan rasa tak saling percaya. Ketiga itu adalah hal yang paling Arion hindari dalam hidupnya.
Serasa tak percaya dengan cinta, tapi dirinya pernah jatuh cinta, itulah kenyataannya.Arion memandangi foto almarhum sang Ayah. Matanya memicing dengan emosi yang tak pernah sampai ia lontarkan dengan perkataan. Emosi yang tertanam sungguh dalam di batinnya.
"Bahkan Arion serasa gak pernah punya Ayah. Kenapa? Kenapa Ayah pergi ninggalin Mama? Dan kenapa, kenapa rasanya sulit menerima ini semua? Keluarga baru, perasaan baru juga ikatan yang baru. Bagaimana Arion bisa nerima ini semua Ayah? Kenapa Ayah pergi? Kenapa? Kenapa pergi di saat Arion butuh sosok Ayah? Arion benci Ayah!"
Bu Gina mengintip di balik pintu kamar Arion di luar. Ia bahkan berusaha menahan air matanya untuk keluar ketika melihat putranya tengah merindukan sang Ayah yang sama sekali tidak pernah dilihatnya. Arion hanya bisa memandangi foto lamanya saat ini.
Voment🙏thx
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
General FictionKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...