9. Berdarah

1.8K 98 0
                                    

Kehidupan berjalan dengan baik, tapi tidak dengan kehidupan Rion saat ia tengah melihat berkas yang menumpuk di hadapannya. Jabatannya saat ini adalah beban baginya. Walaupun begitu, ia sudah terpaksa menerima hanya karena untuk main-main dengan Arga. Tapi, baru beberapa minggu menjalani, membuatnya terus mendapat sakit kepala.

"Apaan ini? Apa harus gue baca ini satu persatu?" tanya Rion pada Pak Herman sekertaris barunya.

"Tidak Rion, kamu hanya perlu tanda tangan saja di sebelah sini."

"Ya elah, tanda tangan doang mah sipil."

Seseorang datang membawa tumpukan berkas lagi ke hadapannya membuat sakit kepalanya semakin menjadi-jadi.

"Tangan gue lumpuh kalau begini, apa gak bisa auto aja gitu, lebih cepet."

"Tidak Rion, ini surat resmi tidak boleh menggunakan tanda tangan digital. Pak Edwin menyuruh saya untuk ini."

"Nanti ajalah gue kerjain!" Ia melempar beberapa berkas ke hadapan Pak Herman, langkahnya ia jejakan untuk keluar kantor.

"Tapi Rion....."

"Udah gak usah takut, gue mau kuliah sekarang. Nanti gue beresin."

•••

Cuaca cerah melapisi langit kota Bandung. Kampus Gemilang terlihat begitu menawan tersorot lampu cahaya dari matahari. Rion turun dari Ferrarinya dan dipakainya kacamata hitam kesukaannya. Terlihat ada beberapa segerombolan orang menatapnya diam-diam membuat Rion yang merasakan hal itu terlihat risih karenanya. Ia membuka kacamatanya heran melihat beberapa orang berlari. Ia menoleh ke arah pohon besar di dekat parkiran. Yang sedari tadi ia merasakan ada seseorang di sana, namun hal itu nihil.

Jam kuliah selesai. Hari itu hari Rion tanpa didampingi beberapa bodyguard kepercayaanya. Rion hendak masuk ke dalam mobilnya dengan santai, namun ada seseorang yang menyeretnya kerah  bajunya dari belakang dengan begitu kasar. Arion tahu, ia memiliki banyak teman taruhan, tapi untuk memukuli dirinya, ia tak pernah berpikir tentang hal itu sebelumnya. Orang itu lantas memukul keras wajah Rion membuatnya terheran-heran. Perkelahian pun terjadi. Tangan saling meninju membuat memar pipi masing-masing. Bagian perut sebelah kiri Rion tertendang oleh kaki beberapa orang, membuatnya harus menjatuhkan lututnya ke dasar jalan. Suara tertawa lantang terdengar begitu nyaring. Orang berjaket hitam itu bahkan begitu bahagia melihat Arion melemah dengan darah penuh di setiap celah mata, hidung dan bibirnya.

"Mana Dollar lo? Mana Rion yang gue kenal Bad Boy kelas atas? Lo mau jadi jagoan kesiangan, ngasih duit kayak ngeludah di tanah sama temen lo buat lunasin semua hutangnya. Anak sultan dari mana lo? Anak raja dari mana lo?"

"Cuihhh." Rion meludah darah di depan gerombolan itu.

"Orang kelas rendahan kayak lo, harus diajarin cara berucap. Omongan lo pendek kayak anak TK," sahut Rion dengan tatapan tajamnya. Darah masih terus mengalir dari mulut Arion.

"Apa lo mau matiin gue? Bunuh gue sekarang, gue lebih baik mati dari pada ngasih ludah gue ke orang kayak lo." Tawa sinis Rion membuat mereka jengkel sendiri.

"Bajingan. Abisin dia!"

Belum sampai orang-orang itu memukulinya, tendangan sepatu dari seseorang membuat wajah mereka sekali memar.

"Polisi lagi menuju ke sini, kalian mau mati di tangan polisi? Atau lari?"

Mereka lari dengan kekecewaan. Mudah sekali semuanya pergi karena hanya omongan seorang wanita. Ya, seorang wanita menolong Arion. Tak ada sejarahnya dalam kehidupan Arion memiliki pahlawan seorang wanita dalam hidupnya.

"Cewek mesin, ngapain lo di sini?" tanya Rion yang mulutnya dipenuhi darah, rasanya ia ingin muntahkan semuanya.

"Gue cuma lewat sini, ngapain lo di sini? Kampus masih jauh dari sini." Nara berusaha bersikap santai. Bahkan tak ada sama sekali wajah panik dari Nara walau melihat Arion yang sudah babak belur berlumuran darah.

"Ternyata uang juga bisa bikin orang muntah darah," gumamnya hendak melangkah pergi meninggalkan Rion yang tengah sekarat.

"Tunggu!" Suara Rion terbata menghentikan Nara.

"Tolongin gue, gue mohon." Ucapan Rion terakhir sebelum dirinya jatuh pingsan.

"Alah pasti dia pura-pura di depan gue, dia kan benci orang miskin. Nanti gue dilemparin duit lagi, muka gue bisa-bisa jerawatan." Nara bergumam membelakangi Rion.

Tak ada suara lagi dari Arion membuat Nara menoleh cepat ke belakang. Matanya terbelalak kaget.

"Arion!" teriak Nara panik, dan berusaha membangunkannya.

Nara lantas menelpon Bella juga Bani yang baru saja ia kenal itu untuk dapat membantunya. Ia tak ingin Arion mati di lokasi. Dan jika itu terjadi, ia pasti saksi pertama yang akan dimintai keterangan. Hal itu pasti akan menjadi masalah bagi hidupnya jika ia tak menolong Arion saat itu juga.

voment🙏thx

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang