Perusahaan terbesar di kota Bandung itu tengah mengerjakan proyek besar-besaran. Semuanya adalah tanggung jawab Pak Edwin selaku Presiden Direktur yang jabatannya tertinggi di perusahaan. Dan Pak Edwin pun sudah menyiapkan siapa yang akan bertanggung jawab membantunya dalam membangun proyek emas tersebut. Arga mendumal kesal pada Papanya sendiri di dalam ruang kerja sang Papa. Ia terus menerus menyurang heran menatapi fokus Papanya.
"Pa, kenapa tanggung jawab proyek Papa kasih ke Pak Budi? Kenapa bukan Arga Pa? Udah gitu, kenapa ada nama Arion juga terdaftar sebagai penanggung jawab?"
"Arga, Papa tau kamu itu cerdas dan telaten. Tapi untuk saat ini, Papa mau kamu fokus untuk membangun perusahaan cabang dan membuat suatu inovasi yang berguna bagi umur perusahaan kita. Papa bukan tidak percaya sama kamu. Papa mau kamu fokus untuk mengurus perusahaan cabang. Itu saja."
Arga menghela napas panjang setelah perdebatan singkat yang dilakukannya dengan sang Papa.
"Semenjak ada si Arion, kenapa nasib gue selalu buruk. Papa bahkan sama sekali gak menghargai pendapat gue. Gak seperti dulu." Arga membatin jengkel. Ia pikir, semenjak kedatangan Arion, Papanya sedikit lebih berbeda ketika mengatur strategi untuk perusahaan. Arga merasa, bahwa usahanya selama ini untuk perusahaan tak pernah dianggap oleh sang Papa.
Pria bertubuh kekar berjalan di sekitar koridor perusahaan. Langkahnya begitu cepat diikuti oleh Pak Herman.
"Rion, media berusaha mengungkit kembali kasus penembakan itu, gimana ini? Sampai saat ini polisi belum menemukan orang itu. Saya dengar pelaku melarikan diri ke luar negara." Ucapan Pak Herman membuat langkah Arion terhenti.
"Apa? Kenapa bisa lolos? Ah gak becus," ketus Arion mendengus kesal.
Ia bahkan tak sabar ingin sekali mengeksekusi orang yang telah membuat urusan hidup dengannya.
"Cari ke manapun dia pergi. Jangan biarin dia lolos dan bunuh diri. Dia harus mati di depan gue!"
•••
"Gak usah dateng ke kantor, lo dateng aja ke rumah gue. Tolong kirim softcopy skripsi gue ke email yang gue kirim, gue akan pulang satu jam lagi kira-kira."
Sebuah pesan, masuk ke ponsel Nara.
"Kenapa dia minta gue ke rumahnya coba," batin Nara menatap monitor ponselnya.
Nara datang ke istana keluarga Edzard.
"Nara, kamu nunggu Arion?"
"Iya tante."
"Ya udah, kamu tunggu aja bocah bangor itu. Tante mau temenin Pak Edwin, ada pertemuan penting. Oh iya, di rumah juga ada Arga, kamu bisa nanya apapun perihal rumah ini sama dia." Ucapan Bu Gina membuat Nara menatapnya polos.
Rumah terlihat sepi, hanya ada para asisten rumah tangga yang berlalu-lalang membersihkan rumah. Nara terduduk di sofa, sesekali dirinya memunguti cemilan yang ada di dalam toples yang tergeletak di meja. Arga keluar, menatap gadis yang tiba-tiba terduduk di sofanya, ia begitu penasaran. Nara segera berdiri, menyapa Arga dengan hormat.
"Sore!" Ia menundukkan setengah kepalanya menyapa Arga.
"Nunggu Arion?"
"Iya, Pak ... Pak Arga." Nara terbata.
"Panggil gue Arga aja. Umur gue gak jauh beda sama Arion." Arga ikut terduduk di sofa tanpa segan.
Arga menatap Nara dari ujung rambut hingga kakinya. Semua tatapan itu membuat Nara merasa tidak nyaman.
"Gimana kerjaan lo?"
"Ba ... baik-baik aja kok, Arion gaji saya sesuai kontrak."
"Kenapa lo mau jadi babu Arion? Apa karena duit?" Arga bertanya dengan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
General FictionKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...