Pagi-pagi sekali Aldo sudah berdiri dihadapan kasur tempat Arion terbaring. Mata Arion masih terpejam, rambutnya bak sangkar burung yang begitu besar. Selimut yang dipakainya sudah tak beraturan. Celana boxer berwarna hitam terlihat di mata Aldo.
"Boy, bangun cepet boy." Aldo berusaha mengguncang keras tubuh Arion.
"Ngapa sih bi, masih pagi banget juga. Ngantuk nih gue."
"Sialan, gue gak pake daster cuy. Gue Aldo, bangun lo buru. Gue mau bawa lo ke suatu tempat."
"Ah pergi sana lo pergi!"
"Kalau lo gak bangun, gue bakalan ngedate sama Nara." Ucapan Aldo membuat Arion dengan sergap terbangun.
"Apa lo bilang?" Alisnya mulai terangkat walau sebenarnya ia belum sepenuhnya sadar.
"Nah kan, udah buru rapih-rapih. Gue mau ajak lo ke suatu tempat."
Arion menuruni anak tangganya dengan malas. Ia menatap Aldo di bawah sana yang sibuk memainkan ponselnya. Bukan Arion jika tidak mengenal fashion. Apapun yang menempel di tubuhnya pasti selalu terlihat tampan di mata siapapun. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya. Sebenarnya, hari itu adalah hari weekendnya setelah terus menerus melakukan meeting bersama petinggi perusahaan.
"Ke mana sih? Gue mau nikmatin libur gue di rumah," keluh Arion. Ia lantas melipat tangannya ke dada. Wajahnya terlihat jengkel karena paksaan Aldo yang menganggunya kala sedang tertidur nyaman. Sebenarnya, Arion tidak akan bangun jika bukan Bu Gina yang membangunkannya langsung. Namun ketika Aldo membawa nama Nara, secepat kilat Arion bergegas walau sebenarnya ia sangat ingin melanjutkan tidurnya.
Arion memasuki mobil ferrari milik Aldo. Ia duduk di samping Aldo yang fokus untuk menyetir.
"Sia-sia, gimana nasib perasaan lo sama Nara? Sebelum diambil orang, lo harus nembak dia boy."
Sejenak perkataan Aldo membuat Arion memalingkan wajahnya, menatap fokus ke luar jendela mobil.
"Gue takut. Kalau gue ngungkapin perasaan gue, dia malah jauh dari gue. Dia pernah sakit hati, dan gue cuma menambah rumit masalahnya."
"Kok lo pengecut gini sih? Arion yang gue kenal bukan kayak gini."
"Heh badak, bukan karena gue pengecut. Gue cuma gak mau kalau dia terluka kalau terus sama gue. Lo gak akan paham."
Ucapan Arion membuat Aldo menyeringai senyum. Ia mengangguk-anggukan kepalanya seakan ia membenarkan perkataan Arion yang menurutnya malah sok bijak. Selang beberapa menit, sampailah mereka di kampus Gemilang.
"Ngapain lo ngajak gue ke kampus? Gue udah males lah yang namanya belajar, kita kan udah jadi alumni." Arion menggerutu risih karena Aldo malah membawanya ke kampus. Padahal mereka sudah di wisuda beberapa bulan yang lalu.
"Udah lo ikut aja."
Sampai mereka di kantin, sudah terlihat dua manusia yang sedang duduk tersenyum antusias di depan Arion.
"Kalian, bukannya lo ...."
"Iya gue temen Nara. Gue senang lo mau ngajak gue ngomong," jawab Bella dengan antusias dan terus tersenyum menyambut Arion.
"Apa? Ngajak ngomong?"
Arion heran sendiri. Jangankan mengajak mereka bicara, ketika bertemu dulu pun menurut Arion hanya sepersekian persen saja Arion bisa mengingat wajah Bella dan Bani. Dan kali ini apalagi yang dibuat-buat mereka untuk bisa bertemu dengan Arion sendiri.
"Hehe, sorry. Sebenarnya, gue yang ngajak mereka ke sini dan minta waktu buat ngobrol sama mereka buat lo. Gue denger, dia temen Nara satu-satunya di kampus," bisik Aldo membuat Arion mengerurtkan dahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
Ficción GeneralKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...