26. Khawatir

1.3K 74 0
                                    

Sementara di mansion Edzard, Arga tengah disidang oleh kedua orangtuanya. Mata Pak Edwin menyorot tajam pada Arga yang terus tertunduk sesal dengan terdiam.

"Bodoh banget lo Arga, bikin diri lo nyeblos ke masalah terus. Sial," batinnya.

"Pa, Arga ....."

"Edzard Group adalah perusahaan yang begitu disegani di negara-negara Asia Tenggara saat ini. Satu masalah yang diketahui media Asia ataupun dalam negeri, itu pasti akan berimbas pada perusahaan, martabat keluarga, juga harga diri keluarga Edzard."

Pak Edwin memotong perkataan Arga sebelum Arga meneruskan kalimat pembelaan dirinya. Arga tertegun saat itu juga dengan kalimat yang diucapkan Pak Edwin di depannya.

"Dan itu semua hampir saja hancur karena KESALAHAN BODOH YANG KAMU LAKUKAN ARGA. ANAK YANG PAPA BANGGAKAN, ANAK YANG PAPA PERCAYAI TELAH MENGKHIANATI ORANGTUANYA SENDIRI!" Pak Edwin membentak keras Arga hingga terlihat urat-urat lehernya ketika beliau berteriak.

"Pa udah Pa, gak usah berteriak." Bu Gina terlihat cemas.

"Ma, Papa minta maaf. Papa selaku orangtuanya, meminta maaf karena tindakan tak terpuji anak sulung Papa." Pak Edwin menoleh dan tertunduk terhadap Bu Gina.

"Mama udah maafin kesalahan kamu Arga. Tapi kenapa kamu melakukan hal itu nak? Jika kamu punya masalah, kamu bisa cerita ke Mama. Mama tau, kamu belum nyaman sama Mama. Tapi Mama menganggap semua anak Mama sama, kasih sayang Mama juga sama." Bu Gina cemas menatap Arga.

"Arga minta maaf Pa, Ma, udah kecewain kalian. Arga hilaf, apa yang Arga lakukan udah kelewat batas, maafin Arga." Arga bertekuk lutut di depan orangtuanya. Ia terus menunduk menyesali apa yang telah ia perbuat.

"Darma, lindungi Edzard group. Jangan sampai seluruh media juga petinggi perusahaan tau hal ini. Bersihkan nama Arga di perusahaan, sebelum mereka tau tentang ini."

"Baik Pak, ini hanya masalah keluarga. Saya jamin, tidak akan ada yang tau masalah ini kecuali keluarga Bapak dan saya sendiri," ucap Darma, ajudan Pak Edwin.

••

Arion berjalan di sekitar koridor kampus. Masih sama sosoknya terus jadi sorotan daily kampus setiap harinya. Fashionnya selalu masuk dalam Gemilang Fashion week. Ya, setiap minggunya selalu ada kegiatan seputar Fashion di kampus itu. Nara kali ini di belakangnya, mengikuti langkahnya sampai ke dalam kampus.

"Kayak ada yang ngeliatin gue dah sama Arion," batinnya merasa ada penguntit yang tengah memperhatikannya dari kejauhan.

Mata Nara terus memencar ke area kampus. Dirinya takut bahwa kejadian penembakan itu terjadi lagi. Ia tahu, saat ini dirinya adalah asisten pribadi Arion. Walaupun seorang perempuan, tanggung jawab pekerjaan pasti selalu ia laksanakan dengan baik.

Di kampus, Nara bertemu dengan Dewa di sela Arion ada bimbingan. Nara terlihat berbincang dan makan bersamanya di sebuah kantin. Mereka terlihat lebih akrab dari sebelumnya. Canda dan tawa akhirnya mampu mengiringi mereka.

"Ternyata lo itu kocak ya orangnya, baru kali ini gue nemuin temen seasik lo."

"Haha, lain kali kalau lo makan sendirian lo bisa panggil gue, gue bisa makan apapun kok." Nara terkekeh.

Di sisi lain, tatapan panas sudah terlihat di depan halaman kampus. Mata itu menyorot tajam pada Nara dan Dewa yang sedang asyik mengobrol sambil tertawa bersama. Arion segera menanggalkan jejaknya dan pergi menghampiri sang asisten.

"Rion, udah keluar?" Nara yang terkejut lantas mengdekati sang majikannya. Alisnya memang selalu terangkat di setiap apapun ketika ia melihat Nara yang tak melakukan tugasnya dengan baik sebagai seorang asisten.

"Sejak kapan lo akrab sama dia?" Pertanyaan dari Arion mengawali perbincangan dirinya juga Nara.

"Oh Dewa. Dia baik orangnya."

"Lo lagi. Chhh. Nara, kalau lo diajak ke Bar, lo bisa telepon gue. Seenggaknya gue bisa lindungin lo di sana." Dewa tersenyum pada Nara. Matanya melirik sekilas Arion yang memang terlihat sudah sangat kesal.

"Lo gak usah susah payah jadi benalu. Ayo pergi." Arion terlihat kalem untuk memendam kesalnya. Ia menarik Nara paksa untuk menjauh dari tempat Dewa terduduk. Sementara laki-laki bernama Dewa hanya terkekeh tipis setelah berhasil mengejek king of Gemilang.

Di dalam mobil, Nara terus mengerucutkan mulutnya kala Arion terlihat memecah kesenangannya bersama Dewa dan malah membuat Nara terlihat buruk di depan laki-laki itu. Sungguh, wajah Arion selalu saja ditekuk ketika sedang bersamanya. Hal itu membuat Nara jengkel sendiri. Arion belum pernah sekalipun tersenyum di depannya selain bersama dengan sebuah ejekan.

"Sejak kapan lo akrab sama dia? Lo selalu galau dan nangis gak jelas. Sementara lo selalu ketawa haha hihi sama cowok manapun."

"Apa? Gue cuma mau jadi temen dia. Maksud lo apa gue haha hihi sama cowok manapun? Gue punya harga diri. Apa hak lo campurin urusan gue berteman dengan siapapun?"

"Walaupun bukan urusan gue, lo itu asisten gue. Harus siap siaga kalau gue butuh lo. Lo malah buang waktu buat makan sama cowok. Lo gak tau, gue udah nunggu lo setengah jam di parkiran karena kunci mobil ada di lo."

Nara tertegun karena perkataan Arion. Ia lupa kalau kunci mobil Arion selalu dipegang olehnya. Dan Nara lupa juga kalau waktu Arion untuk bimbingan hanya beberapa menit saja. Sementara yang ia lakukan bersama Dewa, setengah jam ia habiskan hanya untuk makan.

"Lagian, kenapa lo gak telepon gue? Lagi, mana tau lo nunggu gue di sana." Nara menggembungkan mulutnya.

"Nah kan, lo itu harus pergi ke dokter ahli telinga. Ponsel lo berdering aja lo gak tau," jawab Arion dengan nada meninggi karena jengkel.

Nara memeriksa ponselnya. Dan lagi-lagi jatuh malu karena kecerobohannya sendiri.

"Maaf." Nara tertunduk menyesal. Arion yang fokus menyetir, hanya menoleh jengkel pada gadis itu.

"Lain kali kalau mau ketemuan sama siapapun, lo harus izin sama gue."

"Izin sama lo? Lo kan bukan ibu gue, kenapa harus izin sama lo? Itu gak masuk di kontrak kerja."

"Ya pokoknya lo harus izin. Gue gak mau kejadian buruk nimpa lo lagi."

"Heh jangan sok khawatir sama gue!"

"Gue emang khawatir sama lo!" Ucapan Arion yang mendadak itu membuat Nara tertegun kaget. Ia menyurang menatap Arion dengan aneh. Beberapa detik setelahnya, jantung Nara serasa berdebar malu karena kalimat itu. Wajah memerahnya ia palingkan dari Arion.

"Emmm , maksud gue .... ya gue gak mau lo kenapa-kenapa. Lo kan asisten gue, terlebih lagi lo cewek," tukas Arion dengan canggungnya, matanya terus memencar kebingungan akan perkataan yang baru saja diucapnya.

"Tumben lo anggap gue cewek," gumam Nara. Ia masih meeasa canggung sendiri, membalikkan badannya membelakangi Arion. Ia mengangkat kakinya ke kursi mobil dengan meringkuk menatap pemandangan luar dari kaca jendela mobil yang terbuka.



Cap jempolnya gess ....
Tekan bintang di kiri bawah, apresiasi kalian semangat Author.
Terima Kasih.

Saran dan kritik, waktu dan tempat di persilahkah.

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang