Sepersekian detik, semuanya telah hancur. Perusahaan, harga diri, hingga kepercayaan saling bertubrukan satu sama lain hari itu. Keluarga Edzard bukan lah keluarga yang terlihat harmonis lagi seperti di dalam surat kabar dan juga berita yang telah simpang siur. Permasalahan yang tiba-tiba itu pun telah membuat mental Arion terbanting begitu keras. Dan akhirnya, ia harus meninggalkan rumah yang selama ini telah menampungnya bagai sultan. Menghilangkan segala mandat sebagai keluarga Edzard yang begitu terhormatnya, sampai ia tak bisa mempercayai anggota keluarganya sendiri.
Permasalahan perusahaan yang membuat Pak Edwin layaknya terkena serangan jantung itu, membuat Pak Herman dan pimpinan eksekutif lain akhirnya ketar-ketir khawatir. Untuk akar permasalahan perihal proyek tersebut, akhirnya membuat Pak Herman terduduk di hadapan Pak Budi, selaku penanggung jawab utama proyek itu.
"Pak Herman, Pak Edwin sendiri yang menghampiri saya untuk menyelesaikannya bersama Arion. Saya sempat menolak karena Arion belum berpengalaman. Tapi setelah Pak Edwin menyerahkan laporan kinerja Arion untuk hotel Edzard, saya pikir Arion memang memiliki yang mumpuni. Tapi saya juga sedang bingung Pak, Pak Edwin baru saja ke sini memarahi saya habis-habisan. Saya hampir saja dipecat tak terhormat olehnya. Saya dan Arion pun bingung, karena semuanya sudah kami pikirkan secara matang. Saya sedang menyelidiki masalah ini Pak Herman. Tolong, tolong kasih saya dan Arion waktu dan kesempatan untuk dapat titik dari masalah dan memperbaiki semuanya."
"Pak Budi, apa ada campur tangan lain?"
"Saya juga sempat bermusyawarah dengan client milik perusahaan cabang yang Pak Arga pegang. Mereka sempat memberi beberapa asupan tentang proyek. Dan saya rasa itu adalah hal lumrah Pak. Pak Arga juga bagian dari perusahaan."
"Pak Arga?"
"Iya, Pak Arga. Karena selama ini kinerja dia begitu bagus selama di perusahaan. Saya bingung kenapa harus Arion yang dipilih Pak Edwin. Kenapa bukan Arga?"
Pak Herman menundukkan kepalanya heran. Ia menghela napasnya beberapa kali begitu cemas.
"Apapun keputusan Pak Edwin, itu mungkin yang terbaik untuk perusahaan. Kami hanya bawahan Pak Budi. Kami serahkan segala keputusan pada Pak presdir."
"Saya mengerti hal itu. Tapi tolong katakan pada Pak Edwin untuk memberikan saya dan Arion kesempatan menuntaskan masalah ini Pak Herman." Pak Budi memohon pada Pak Herman.
"Saya akan mencari Arion."
"Memangnya ke mana Arion?"
"Dia sedang berpikir untuk masalah ini. Saya harap Pak Budi tidak mengecewakan Edzard Group. Saya permisi."
Rumah besar didominasi warna beige tersebut memperlihatkan sebuat motor yang terparkir di halamannya. Iya, itu motor Arion. Saat ini, ia tengah duduk di ruang keluarga Aldo. Menceritakan semua permasalahan hingga ia memutuskan untuk pergi dari mansion Edzard.
"Kenapa sama keluarga lo? Gue gak habis pikir sama Bu Gina. Nyokap sendiri gak percaya sama anaknya. Dan berita pelecehan? Rion, gue tau lo banget. Ada apa sebenarnya?"
"Sial, ngomongnya aja mulut gue gak sudi. Gue bakal cari perempuan itu di manapun dia berada sekarang. Berani-beraninya dia ngancurin hidup gue dalam sekejap. Waktu itu, Kenya emang di kantor gue. Dia ngerjain laporan yang gue suruh. Dia bilang, komputernya mati. Alhasil, gue kasih dia duduk di kursi gue. Kenya sempat bikinin gue air soda waktu itu. Dan ya gue minum seperti biasa. Gue ke sofa, karena emang gue ngerasa lelah, gue tidur waktu itu. Saat gue bangun, gue gak inget lagi dan gue pergi ke rumah Nara."
"Kenapa Nara gak sama lo?"
"Dia lagi putus cinta. Gue punya salah sama dia. Maka dari itu gue ke rumahnya buat minta maaf."
"Yon, apa lo yakin yang lo minum itu real air soda?" Aldo membuat Arion menatapnya tajam. Matanya terbelalak seakan mendapatkan info yang akan mengeluarkannya dari masalah besar itu.
"Gue udah bilang, gue dijebak. Gue udah bukan siapa-siapa saat ini. Aset gue semua, gue kasih demi perusahaan tetap jalan. Mobil, apartemen, hilang gitu aja. Gue merasa jadi bangkai sekarang." Mata Arion yang tak dikenal suka menangis itu, tak disangka mengeluarkan genangan air mata perlahan di depan Aldo.
"Gue, gue masih sanggup kalau Pak Edwin gak percaya sama gue. Tapi gue gak sanggup kalau Mama sendiri gak percaya sama gue."
"Yon, lo masih punya gue. Lo gak usah khawatir apapun. Lo udah banyak bantu gue dan sekarang gue akan bantu lo sebisa gue. Ini gunanya sohib kan. Tapi ... di mana si Arga?" tanya Aldo membuat Rion mengerutkan alisnya.
"Selama gue cekcok sama orang-orang di sana. Gue gak liat dia sama sekali. Dan dia bilang, mau bicara sama Pak Purnomo. Lagi-lagi gue merasa jadi pecundang. Bajingan!"
"Kenapa lo matiin ponsel lo?"
"Gue ... gue gak mau Nara tau masalah ini."
"Kenapa? Dia asisten lo. Harusnya dia ada di samping lo saat ini."
"Gue gak mau bikin dia khawatir. Gue udah banyak nyusahin dia. Gue udah gak bisa gaji dia lagi, gue jatuh miskin."
Pagi itu, terbuka mata yang lelah. Arion sekarang di rumah Aldo. Tak disangka, orang-orang di rumahnya sama sekali tak mencemaskan dirinya saat itu. Bahkan dalam pelarian pun ia terus mencemaskan perusahaan dan Mamanya sendiri.
"Mama?"
Di istana Edzard, Bu Gina terus terdiam seraya menatap foto anak putera kandungnya yang telah meninggalkan rumah. Disamping itu, ia merasa cemas dengannya, tapi ia merasa bahwa dirinya telah menjadi ibu yang gagal. Lama kelamaan, hatinya mulai terbuka dan terus merasa sakit ketika Arion mulai meninggalkan rumah dan dirinya.
"Pa, kenapa kita gak tanya Kenya dulu Pa? Mama yakin Arion gak ngelakuin hal keji itu."
"Bukannya Mama sendiri yang ngusir Rion? Arion udah dewasa, harusnya dia mengerti hidup di zaman yang kejam ini. Papa pusing! Papa lagi berusaha memperbaiki masalah perusahaan sebesar ini. Pengunjung hotel berkurang drastis. Saham perusahaan anjlok. Laporan keuangan berantakan. Papa sama Arga sedang berjuang demi hidup Edzard, dan semua itu karena ulah Arion yang emang gak pernah becus melakukan hal apapun."
"Tapi dia anak Mama. Dia anak satu-satunya Mama. Mama yang melahirkannya. Mama tau bagaimana dia. Kenapa semakin ke sini Papa selalu merendahkan anak Mama?" ketus Bu Gina depan wajah Pak Edwin.
"Ma, mengertilah. Arion harus dapat pelajaran karena masalah yang dibuatnya sendiri, bukan berarti Papa menghukum dia. Dia sendiri yang mau pergi dan Papa harus apa?"
"Asal Papa tau, seluruh harta yang Arion punya sudah disalurkan semuanya ke perusahaan. Apa itu tidak cukup untuk Papa?"
"Mama gak ngerti hal kayak gini. Mama kira satu miliar dolar bisa memperbaiki perusahaan seperti semula?"
"Kamu hanya memperdulikan harga diri kamu dan perusahaan. Tanpa memasukkan kata keluarga untuk hal apapun Mas."
"Saya gak mau bertengkar Gina. Kamu sudah berada di sini, itu artinya kita sudah menjadi keluarga."
Pak Edwin menanggalkan jejaknya setelah ia menimpali ucapan Bu Gina yang tengah kesal dengan sikapnya. Bu Gina terduduk refleks di atas sofa ruang keluarga sambil menangis. Pak Herman kemudian datang setelah Pak Edwin pergi beberapa menit yang lalu.
"Bu, saya tau di mana Arion berada."
"Di mana anak saya Pak Herman?"
"Dia sekarang di rumah Aldo. Dia baik-baik aja. Saya akan coba ke sana. Bu Gina jangan khawatir. Saya pun percaya dengan Arion. Mereka gak tau seperti apa Arion saat bekerja. Dia baik dalam bekerja, hanya saja mungkin ada orang yang berniat jahat padanya."
"Pak Herman, bawa Arion pulang, saya mohon," ujar Bu Gina di sela tangisannya.
"Mungkin Arion gak bisa pulang cepat beberapa hari. Dia mungkin tertekan karena peristiwa tiba-tiba ini. Tapi saya janji, saya akan bantu Arion, saya akan cari Kenya di manapun berada."
"Maafin Mama nak, Mama udah gak percaya sama kamu," gumamnya sendu.
Tekan bintang di kiri bawah gess, terima kasih❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
General FictionKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...