Tak sadar, Arion sampai tertidur di kursi rodanya dengan kepala tertunduk. Ia masih setia di samping Nara yang telah siuman. Ia menatap ke sekitar, dan mendapati Arion ada di samping ranjangnya tertidur dengan duduk di kursi roda.
"Gue di mana?" Pertanyaan Nara membuat pendengaran Arion terusik.
"Nara, lo siuman?"
"Gue mau pulang. Ibu cemasin gue pasti." Nara sedikit membangunkan tubuhnya.
"Jangan, gak usah khawatir. Keluarga lo tau, kalau lo sama gue."
"Gimana kondisi lo?" Baru siuman Nara malah mencemaskan sosok Arion yang memang babak belur.
"Jangan bikin gue khawatir setengah mati kayak semalam!" ketus Arion membuat Nara menatapnya bingung. Arion bahkan berwajah kesal menatapnya. Nada bicaranya meninggi membuat Nara menyurang heran.
"Apa lo berhasil kejar orang itu?"
"Gue udah bilang jangan mikirin orang lain, gue gak suka."
"Ke ... kenapa lo marah-marah sama gue?" Nara terbata bingung.
"Karena gue khawatir sama lo!"
Denggggg
Kalimat itu lagi. Iya, kalimat yang akan membuat mereka sama-sama jatuh canggung. Namun lebih dari itu, akhir-akhir ini Nara memang nyaman mendengar kalimat itu keluar dari mulut Arion.
"Gue mohon, tetap ada di samping gue saat ini. Diantara banyak perempuan, lo rela terluka demi cowok brengsek kayak gue. Disaat perempuan lain meminta bayaran, lo masih setia sama gue walaupun gue miskin begini." Arion tertunduk lemah. Dan baru kali itu ia merendahkan dirinya sendiri depan Nara.
"Jangan nyerah. Gue tetap ada di samping lo."
Pak Herman datang ke rumah sakit bersama Aldo. Kali ini wajahnya membawa banyak info yang ingin dikeluarkannya pada Arion.
"Nara, gimana kondisi kamu?"
"Saya baik kok Pak Herman."
"Makasih banyak udah nolongin Arion."
"Ada sesuatu?" Pertanyaan Arion membuat Pak Herman tertegun cemas.
"Ada apa? Aldo ... kenapa? Ada sesuatu yang bisa gue tau?" tanyanya kala melihat wajah Aldo yang ikut cemas bersama Pak Herman.
"Emm, Arion ... saya akan kasih tau semua dalang dari masalah kamu selama ini."
"Apa? Cepat bilang sama saya Pak Herman. Saya akan habisin dia sekarang juga!" Arion sudah sangat tidak sabar mendengar dalang dari berita pelecehan yang menyeret nama baiknya.
"Gue gak yakin, kenapa harus kayak gini." Aldo bergumam membuat Arion melotot penasaran. Matanya mulai memerah menatap emosi Aldo yang tak kunjung memberitahunya dan malah bersikap bertele-tele dengan wajah cemas.
"Bilang sama gue Do, siapa dalangnya?"
"Arga!" Ucapan Pak Herman membuat Arion juga Nara melotot kaget.
"Orang itu bilang, Arga Edzard yang menyuruhnya. Saya sempat curiga sama dia tentang laporan keuangan perusahaan. Bukan maksud saya berprasangka buruk pada Pak Arga. Mungkin selama ini, dia bersikap seperti ini karena dia hanya iri sama kamu Arion." Pak Herman berusaha mengutarakan walau ia segan untuk memberitahu tentang hal itu.
Arion melotot tak habis pikir. Tangannya mengepal keras bersama amarah.
"Arga, lo bakalan mati di tangan gue."
Arion mengepal keras tangannya. Ia berusaha berdiri dari kursi rodanya walau kakinya sempat terkilir karena tendangan preman itu. Pak Herman berusaha menghentikan, namun tangannya menggubris keras tubuh Pak Herman untuk menjauh. Nara yang masih lemah pun turut ikut menahan lengan Arion untuk tak pergi disaat kondisinya sedang tidak baik. Tapi, bukan Arion jika tak kuat kala sedang emosi. Emosi telah menguatkan segala fisik dan jiwanya yang sepersekian detik menjadi pendendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
General FictionKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...