22. Don't Cry

1.4K 63 0
                                    

Hari itu meeting dilakukan dengan kondusif. Beberapa petinggi perusahaan Edzard Group menyimak dengan baik setiap perkataan Arion. Tak peduli tua atau muda. Anak Direktur atau orang biasa. Ketika berada di kantor, ada pemimpin dan juga ada bawahan. Yang pasti, walaupun Arion adalah CEO termuda yang ditunjuk langsung oleh Pak Edwin, pimpinan tetaplah pimpinan yang harus mereka hormati, hargai dan segani setiap pekerjaan ketika di perusahaan. Itulah yang sekarang yang terjadi pada Arion. Tak disangka, Arion yang dulu pernah menepis bahwa ia tak suka dengan bisnis, kali ini ia mampu memberikan inovasi terbaru untuk majunya perusahaan.

"Untuk saat ini, hambatan kita hanya persaingan. Dan tanpa adanya inovasi, kita pasti akan berada di belakang. Maka dari itu, kita harus benar-benar memberikan yang terbaik untuk Edzard Group di era industri modern seperti sekarang ini. Untuk selanjutnya, saya memberikan kesempatan untuk semua memberi argumen untuk projek kali ini."

Beberapa jam melakukan pembicaraan, meeting akhirnya selesai. Seorang gadis menghampiri meja Arion tanpa segan. Ia begitu cantik dengan tubuh seksi yang ia lenggokan depan Arion. Heels tinggi yang ia kenakan, membuat standar kecantikan wanita itu semakin memancar.

"Rion, ada waktu gak? Makan yuk?" tanya Kenya. Ia salah satu Staf penting di perusahaan. Juga, bekerja di bawah naungan Arion. Ia termasuk sekertaris kepercayaan Pak Edwin juga selama ini.

"Nggak. Gue gak punya waktu," balas Arion dengan datar sambil membereskan beberapa berkas yang telah diselesaikannya.

Di ujung sana, ada perempuan yang sedang terkekeh tipis. Ia lantas memalingkan wajahnya karena gadis cantik itu sudah menatapnya dengan jengkel. Akhirnya, Kenya pergi dengan malu setelah tolakan itu.

"Ngapa lo ketawa?" Arion menoleh pada tempat Nara terduduk di ruang kantornya. Ia berdiri dengan membawa Ipad di tangan kanannya, dan tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celana. Ia menatap Nara datar meminta penjelasan penyebab Nara tertawa.

"Gue? Ya lucu aja sih. Baru kali ini lo nolak cewek. Biasanya juga langsung lo ajak ke Bar," ujar Nara tanpa takut Arion akan tersinggung.

"Buat sementara, gue mau awetin Dolar gue." Arion menanggalkan kakinya untuk keluar kantor. Seperti biasa, Nara ibarat layaknya jejak kaki, yang tak pernah meninggalkan Arion saat itu di manapun dan kapanpun.

Mobil yang dikendarai Arion bersama Nara itu berhenti di halaman restauran yang terlihat memang hanya menyajikan makanan dengan harga fantastis. Untuk pecinta hidangan mewah, mungkin resto itu akan menjadi pilihan mereka.

"Lo ada pertemuan di sini?" tanya Nara bingung sambil mengikuti jejak Arion yang sedang mencari kursi untuk ia duduki.

"Nggak. Gue lapar. Pengin makan." Singkat, padat dan jelas jawaban Arion saat itu. Padahal sebelumnya, ia telah menolak ajakan Kenya untuk makan bersama.

"Selamat datang Pak Arion. Lama tidak berjumpa. Kami akan memberikan menu terbaik siang hari ini untuk Pak Arion." Manager restauran itu yang langsung memberikan pelayanan pada Arion. Kira-kira sudah terlihat bagaimana luar biasanya si tuan tampan ini?

"Kasih dia makanan enak. Jangan pake lama. Kalau bisa makanan yang paling mahal di sini. Yang best seller." Arion kembali memainkan Ipadnya sembari menunggu hidangan yang ia pesan datang.

Nara keheranan melihat perbincangan itu. Di manapun Arion, ia pasti dikenal oleh siapapun. Tapi bukan itu masalahnya.

"Tadi lo nolak cewek buat makan, tapi malah ngajak gue makan di sini?"

Nara kebingungan sendiri dengan tingkah Arion yang sulit sekali ia tebak. Kadang moodnya begitu hancur dan menyakiti orang. Terkadang juga moodnya terlalu baik sampai membingungkan orang-orang.

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang