24. Ribut Terus

1.2K 71 0
                                    

Cuaca begitu cerah. Secerah wajah Nara yang terlihat bahagia karena telah menerima gaji secara tunai dari sang majikan. Iya tahu, Arion memang sulit sekali ditaklukan. Namun, akhirnya ia bisa bekerja untuknya dengan begitu sabar.

"Ibu ..." Nara mulai memeluk ibunya yang tengah menggoreng ayam di dapur resto.

"Lah lah, kamu ngagetin ibu aja, bahaya tau ibu lagi goreng ayam."

"Ini .... buat ibu." Nara memberikan sebagian uangnya untuk ibunya.

"Gajian?"

"Emm, pake itu buat bayar setengah hutang Ayah, kita cicil aja."

"Nak, maafin ibu harus nyusahin kamu." Wajah Bu Iren begitu cemas melihat sang putri.

"Jangan ngomong gitu bu, udah tugas Nara."

Kaffa datang, menagih apa yang ia inginkan pada kakak terbaiknya di dunia. Mereka pergi makan bersama, bermain bersama juga membelikan barang yang Kaffa inginkan.
Di pertengahan jalan, mereka bertemu dengan seorang pria. Pria itu memang tak asing. Dia bahkan memanggil Nara lebih dulu.

"Nar ... Nara?"

"Lo? ..... Dewa?"

"Bingo. Apa kabar? Lagi apa di sini?"

"Biasa, lagi nyenengin adek."

"Ini adek lo? Tampannya. Hai, nama kakak Dewa."

"Nama saya Kaffa."

Mereka akhirnya makan bersama. Saling mengenal karakter masing-masing satu sama lainnya. Bercerita banyak tentang pengalaman hidup dan berbagi tentang pengetahuan-pengetahuan menakjubkan yang membuat Nara begitu senang berteman dengan Dewa detik itu.

Dewa mengantar mereka pulang dengan mobil mewahnya. Bahkan hari itu adalah hari keberuntungan Nara. Ia bisa bertemu berkali-kali dengan penolongnya. Itu adalah suatu takdir yang tak pernah bisa Nara tolak. Walaupun orang tajir, sikap Dewa begitu jauh dengan sikap yang Arion miliki.

"Dewa, makasih banyak ya." Nara tersenyum di depannya.

"Slow. Eh iya, kalau lo bosen karena terus ngikutin si Arion, lo bisa temuin gue di kampus kok."

"Emm ... itu .. lo ... emm ..." Nara terbata.

"Kenapa?"

"Apa lo gak malu, temenan sama perempuan biasa kayak gue?" tanya Nara canggung.

"Apa? Perempuan biasa?" Dewa terkekeh bingung.

"Menurut gue semua perempuan itu luar biasa, karena ibu gue kan perempuan," jawabnya membuat Nara tersenyum blushing.

Notifikasi ponsel Nara dipenuhi oleh Arion. Sepuluh panggilan tak terjawab membuat mata Nara melotot. Lantas diteleponnya balik bos tempramennya itu.

"Rion, kenapa?"

"Dari mana aja sih lo, gue telpon gak mau diangkat. Heh, gue ini bos lo, dikasih gaji pergi gitu aja," ketusnya membuat telinga Nara begitu nyeri mendengarnya.

"Heh bisa gak sih kecilin volume lo, kuping gue sakit sial."

"Ke rumah gue sekarang."

"Ngapain?"

"Lima menit lo harus udah sampe di sini." Arion menutup telponnya tiba-tiba.

"Kenapa gue bisa kerja sama psikopat macam dia sih? Yang tiap hari bikin darah gue naik terus." Nara lantas pergi menaiki taksi menuju istana sang sultan.

Arion selalu menyuruhnya di waktu-waktu yang tak terduga. Ia tak mengenal pagi, siang atau malam hari untuk menelponnya. Jika ia butuh, pasti akan menelpon walau tengah malam.

"Sepuluh menit?" Alis Arion sudah terangkat ketika Nara terengah-tengah brrhenti di hadapannya.

"Air .... Air ... sial, gue butuh air." Nara kelelahan karena ia harus menepati waktu yang diberikan oleh bosnya.

"Nih. Wait, kenapa gue yang jadi babu lo?"

"Ada apa sih, lo manggil gue? Ini udah malam, tolong buka mata lo."

"Temenin gue ke Bar malam ini. Gue mau negosiasi sesuatu."

"Yon, kenapa lo masih aja bisnis begituan? Udah tau kalau habis bisnis gituan lo pasti babak belur!"

"Alah, udah jangan bacod, sok ngatur lo. Cepet, lo yang nyetir."

Di dalam mobil, Nara terus menggerutu di batinnya. Ia begitu jengkel melihat pria yang selalu menyiksanya tanpa berperasaan. Arion bahkan selalu melakukan hal seenaknya dan berujung hanya mendapat kepuasan tersendiri tanpa memikirkan manfaat atau resiko yang ia dapat. Bagi Nara, hati Arion memang buta. Ia bahkan tak pernah melihat Arion berjalan ke mall, meminum kopi bersama temannya, atau mengencani gadis yang ia suka. Ya, hal itu terus menjadi bahan pikiran Nara yang menyebut Arion bukan manusia.

"Percuma, walaupun gue ngendarain Ferrari semahal ini, walaupun gue digaji tiga kali lipat, tapi dia selalu nyiksa gue. Dia gak pernah liat gue sebagai cewek. Kasihan banget sih nasib lo Nara," batinnya bermonolog.

Arion menyelesaikan bisnisnya malam itu dengan baik. Tanpa ada perkelahian atau saling memukul satu sama lain. Kali ini, ia benar-benar melakukan sebuah bisnis yang segera ia akan tekuni untuk beberapa bulan mendatang.

Arion menoleh ke tempat Nara dan helaan napas ia lakukan dengan malas. Iya, Nara bahkan tertidur ketika menunggunya. Arion menyeringai jengkel karena gadia itu selalu bisa tidur di manapun dan merepotkan dirinya.

Ck.

Arion akhirnya turun tangan juga untuk menggendong Nara sampai ke mobilnya. Nara bahkan tak bangun ketika Arion sudah menggendongnya masuk ke mobil. Laki-laki bervisual itu pun tak habis pikir dengan Nara.

"Gila nih cewek, gue gendong pun gak kerasa. Nih cewe tidur apa mati?" gumam Arion kesal.

"Woy, woy, bangun woy," ketus Arion.

Arion bahkan membangunkan Nara tanpa menyentuhnya. Nara mulai membuka matanya perlahan. Membangunkan tubuhnya dengan sergap dan jatuh melotot tajam pada Arion.

"Heh, apa-apaan ini? Kenapa gue ... abis ngapain lo?"

Nara berusaha melindungi dirinya, mendekapkan seluruh tangannya pada tubuh mungilnya.

"Dasar cowok gak tau sopan santun," ketus Nara yang emosinya mulai menggebu.

"Heh, lo kira gue cowok apaan? Udah salah ngotot lagi. Udah ketiduran di jam kerja. Gue udah baik gendong lo sampe ke mobil. Sampe pinggang gue rasanya mau patah. Lo kecil tapi berat badannya upnormal. Masih mau emosi sama gue? Hah?" ketus Arion membuat Nara tertunduk bingung. Kebiasaannya yang bisa tertidur di manapun itu membuatnya serasa bersalah pada sang majikan.

"Maaf, gue ketiduran. Lagi pula, lo kenapa gendong gue? Lo bisa keluarin auman lo buat bangunin gue."

"Emm auman ya? Gue udah coba sepuluh kali dan itu masih belum bisa bangunin lo. Itu kuping apa silikon? Dan lo masih anggap gue salah?"

"Ah sial, kenapa sih lo Nara pake ketiduran segala," batinnya.

Di samping Nara tertunduk menyesali dirinya, Arion malah terkekeh menatap wajahnya yang lugu dan sungguh bodoh. Keluguan Nara adalah penghiburnya selama ini. Menurut Rion, mengejek wanita lugu macam Nara sangat sangat menyenangkan. Belum lagi, jika Nara mengakui dirinya sendiri memang bodoh. Hal itu bisa membuat hiburan tersendiri baginya. Walau bagi Nara sendiri itu adalah proses merendahkan dirinya.

Cap jempolnya pemirsa
Tekan bintang di kiri bawah, untuk comment dan saran, waktu dan tempat di persilahkan.❤❤❤

#thxvote

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang