30. Menguatkan Hati

1.3K 76 4
                                    

Sampai di depan mobil, Nara terus menangis tersedu depan Arion yang tengah menyenderkan tubuhnya pada mobil dengan kedua tangannya dilipat pada dada bidangnya. Raut wajah cemas terlihat dari Arion. Kemeja juga jas masih terlihat rapih di tubuhnya. Namun Nara, dia terlihat tidak baik. Tatanan rambutnya yang indah mulai kusut. Make-up yang terlihat cantik terlihat berantakan dan luntur karena air mata.

"Kenapa sih lo bisa suka sama orang kayak dia? Gak usah lo tangisin begini, buang-buang air mata." Arion memutar bola matanya malas. Bahkan mengetahui pacar Nara selingkuh dengan perempuan lain membuat dirinya ikut jengkel.

"Kenapa lo ikut campur urusan gue? Dengan mudahnya lo berkata seperti itu depan kak Obi."

"Heh, gue udah berusaha bantuin lo keluar dari lingkungan cowok brengsek kayak dia. Kenapa lo malah bela dia?"

"Gue gak belain siapa-siapa, lo tau ... hati gue sekarang lagi sakit dan lo dengan mudahnya berkata kayak gitu depan Obi. Kenapa lo gak mikirin perasaan gue?"

Nara berlari pergi meninggalkan Arion yang tertegun karena perkataan Nara. Kecemasan mulai menjamahi Arion, dirinya seakan merasa begitu bersalah pada Nara. Padahal niatnya hanya ingin membantu, tapi malah menambah sakit hati Nara saat itu.

Di rumah, Nara terus menangis menutupi wajahnya dengan bantal di kamar. Jika ia mendengar ucapan ibu dan Bella saat itu saja, ia tak akan mengalami patah hati seperti yang sedang ia rasakan saat ini.

"Nara, kan ibu udah bilang, Obi itu gak baik buat kamu," teriak Bu Iren di luar kamar Nara.

Arion tak fokus mengerjakan laporan pekerjaan yang sedang dikerjakannya. Belum lagi masalah kebarakan Bar yang berada di Thailand, semuanya belum kunjung kelar. Hari itu, Nara tak masuk kerja membuat Arion semakin khawatir akan dirinya. Arion lantas keluar, memasuki mobil lamborghini-nya berwarna merah. Ia membanting stir dan pergi dari kantor. Pikirannya selalu diambang cemas dengan perkataan Nara malam hari itu.   Ia serasa sudah tak punya hati mempermainkan perasaan Nara dengan seenaknya.

Sampai pada tempat latihan Taekwondo tempat Nara mengajar. Terlihat sepi dan tak ada anak-anak di sekitarnya.

"Bu, ini lagi libur ya?" Arion menunjuk ruang latihan dan bertanya pada seorang wanita paruh baya yang melewati lokasi tersebut.

"Iya, kayaknya besok baru bisa dipake latihan."

"Oh, makasih bu."

Arion membanting stirnya menuju rumah Nara. Rumah Nara terlihat sepi karena semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali Kaffa, adik Nara yang tengah menonton Televisi. Ia membuka pintu dan kaget mendapati Arion berwajah datar di hadapannya.

"Kakak siapa?" tanyanya polos.

"Di mana Nara?"

Beberapa menit kemudian, terduduk di sofa keluarga Nara, seorang Arion juga Nara yang masih menggunakan Hoodie juga celana panjangnya dengan mata yang masih terlihat bengkak karena semalaman menangis. Wajahnya pun terlihat malas saat Arion datang ke rumahnya.

"Kakak dia siapa?" Kaffa merangkul tangan Nara menatap takut pada laki-laki yang terlihat berwajah mafia di depannya.

"Dia bos kakak. Kaffa, kamu ke kamar dulu gih."

Kaffa segera berlari ke dalam kamarnya.

"Kenapa lo gak kerja?"

"Gue gak enak badan, sorry gak ngabarin."

Arion berdiri dan melangkah menuju tempat Nara terduduk. Tangannya lantas menjamahi dahi Nara, memeriksa bahwa Nara benar-benar sakit.

"Apaan sih lo ah, lepas!" Nara menepis tangan Arion dari dahinya. Rasa canggung memang tengah Nara rasakan. Tapi Nara tahu, Arion bersikap seperti itu pasti untuk mengejeknya.

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang