42. Menyadari

1.3K 54 2
                                    

Malam itu Arion pergi ke kamar Arga. Terlihat Arga yang tengah meminum secangkir kopi seraya menatap angin malam lewat balkon kamarnya. Kegiatan itu selalu ia lakukan tiap malam, dan Arion pun sudah bosan saat ia keluar balkon, selalu melihat Arga yang berdiri di sana. Kamar mereka bersebelahan, namun selama ini belum pernah ada namanya untuk saling menyapa satu sama lain.

"Semua manusia punya sisi buruknya masing-masing. Lo tau ... hidup itu lebih pahit dari kopi yang lo minum." Arion memulai pembicaraan. Sebenarnya, pembicaraan seperti sudah sangat lama ia idamkan, namun karena keegoisan satu sama lain dan pertengkaran mereka akhir-akhir ini, membuat mereka layaknya tak saling mengenal.

"Tanpa lo ketahui akan bertemu siapa nanti, akan menjadi siapa nanti, akan seperti apa kehidupan nanti, itu emang rahasia Tuhan. Se-kaya apapun orang, dia gak bisa memprediksi takdirnya sendiri," tambah Arion membuat Arga tertunduk diam.

Dengan sergap tangan Arion mengambil paksa cangkir kopi di tangan Arga, kemudian diseruputnya dengan tenang walaupun ia tahu secangkir kopi itu sudah Arga minum lebih dulu.

"Udah dingin, lo gak ahli bikin kopi."

Arion menyeringai mengejek Arga. Ia pun meletakkan cangkir kopinya ke atas nakas. Matanya memencar melihat seisi kamar Arga yang selama bertahun-tahun hidup bersamanya, baru ia lihat. Arion melihat sebuah bingkai, berisikan foto Arga bersama almarhum ibunya. Ternyata, apa yang dibilang Mama Arion benar. Ibu Arga ternyata sangat cantik terlihat. Foto itu mengingatkan Arion dengan pembicaraan Arga dan sang Mama di kamar waktu itu. Arga masih belum kunjung berpaling melihat apa yang Arion lakukan di kamarnya. Ia masih fokus menatap alam.

"Uwaaaaahhh." Dan akhirnya suara keluhan Arion setelah membaringkan badannya ke kasur Arga membuat pria berwajah tampan yang sedang menatap alam itu mulai teralih. Arga bahkan berpikir bahwa Arion sudah pergi dari kamarnya.

"Ngapain lo?"

"Emmm di kamar gue banyak kecoa."

"Heh, itu kamar apa tempat pembuangan sampah? Banyak kamar yang lain. Jangan ganggu gua."

"Ngomong-ngomong, umur lo kan lebih tua dari gue. Dari tadi gue di sini, gue kaga ngeliat foto cewek di kamar lo. Lo gak berencana buat nyari cewek? Apa mau gue kenalin, gue punya banyak kenalan cewek cantik nih," tukas Arion membuat Arga mengerutkan dahinya heran. Ya, Arion ke kamarnya pasti tak ada maksud lain selain mengejek dirinya walau sebelumnya hubungan mereka sempat memanas.

"Heh, urusin aja tuh perasaan lo yang labil. Udah jelas lo suka sama dia tapi gak mau diungkapin. Loser."

"Hah, maksud lo apa?" Arion tiba-tiba terbangun dengan sergap. Tekanan nada emosi mulai ia keluarkan ketika ia merasa tersinggung dengan ucapan Arga.

"Arion anak ingusannya Mama, mau sampai kapan lo kekanakan begini?" Arga menyeringai senyum sembari terkekeh. Hal itu membuat mata Arion melotot begitu besar karena tak percaya bahwa sifat menyebalkan Arga masih saja menempel dalam diri pria itu.

"Heh, lo ngajak ribut? Apa lo bilang barusan? Anak ingusan?"

"Bukannya Nara nyebut lo kayak gitu kan?"

"Aishhh, males ah gua di sini. Dasar mulut ember, mending gua balik ke kamar."

"Bukannya lo bilang banyak kecoa?"

"Gue mau main kartu sama mereka!"

"Siapa?"

"KECOA!" tegas Arion lantas keluar dari kamar Arga dengan prustasi. Ledekan Arga kali ini membuahkan amarah rasa tersinggung yang mendalam bagi Arion. Namun kali ini, hal itu sudah menghibur perasaan Arga yang selama ini membatu.

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang