10. Tumbang

1.8K 97 2
                                    

Beberapa menit kemudian, teman Nara bernama Bella itu datang dengan wajah terkejut, mulutnya terus terbuka dengan lebar yang ia tutup dengan tangannya. Begitu pula dengan Bani yang pupil matanya terus melebar menatap King Of Gemilang terbaring lemah dengan darah di sekujur tubuhnya.

"Gila, lo cewek atau gangster?" Bani mengira itu adalah perbuatan Nara.

"Bukan gue yang bikin dia begini, tolongin gue bawa dia ke rumah sakit. Nanti kita cari alasannya kalau dia udah bangun." Nara mulai panik. Ia begitu takut menjadi saksi jika Arion meninggal di lokasi.

Sampai di rumah sakit, mereka menyisakan waktu untuk menunggu. Beberapa menit setelahnya, Dokter menyatakan bahwa Arion akhirnya sadarkan diri. Mereka begitu tidak enak untuk masuk melihat kondisi Arion saat itu. Nara tahu, ia pasti akan kena amarah lagi walaupun ia tak salah. Sampai di dalam ruang walau dengan begitu segan, mereka bertiga terlihat canggung untuk menanyakan keadaan Arion. Sementara, Arion sendiri menundukkan kepalanya sedari tadi. Tatapan tajamnya terlihat kosong menatap tangannya yang bahkan tak bisa berbuat apapun saat itu.

Bani berencana mengambil ponsel dan merekam Rion yang tengah terbaring, namun tangan Bella menghentikannya dengan sergap. Bani tahu, fans Arion pasti akan berteriak dan memenuhi rumah sakit jika tahu hal itu. Itu sangat menyenangkan, pikir Bani.

"Kalau lo berani lakuin itu, gue bakal jauhin lo seumur hidup," ketus Bella.

"Oke oke, demi lo, apapun gue lakuin," sahut Bani senyum di depan gadis yang masih bersikap mengabaikannya.

Nara menatap Rion sejenak. Sementara Arion terus terdiam menatap tangannya tanpa alasan yang jelas. Nara masih gugup untuk bertanya, namun ia berusaha untuk mengeluarkan suara. Belum sempat ia mengeluarkan sepatah kata, Arion berteriak mengejutkannya.

"AAARRRRGGHHHH ..."

Dipukulnya kasur oleh Rion dengan teriakan keras suaranya yang bak auman harimau dan membuat ketiga orang itu bergidig ngeri. Suster bahkan datang menanyakan apa yang terjadi. Mata Nara mengerjap beberapa kali karena terkejut.

"Gu ... gu ... gue cabut ya. Lo udah sadar kan, ini ponsel lo. Sebaiknya lo hubungin keluarga lo."

Bani lagi-lagi mengeluarkan ponselnya, namun tangannya lebih dulu dipelintir oleh Nara dan mengajaknya untuk segera keluar. Sial. Laki-laki itu selalu ingin memanfaatkan keadaan

••

Beberapa Bodyguard dan Mang Ridwan datang ke rumah sakit setelah mengetahui keberadaan Rion melalui GPS ponsel, karena Rion menghilang meninggalkan mobilnya di kampus.

"Den Rion gak apa-apa Den?" tanya Mang Ridwan begitu penuh cemas. Ia terus menatapi tubuh Arion dari ujung kaki hingga kepalanya.

"Udah, gak apa-apa." Arion menjawab datar. Lagi-lagi dia begitu saat diperhatikan oleh orang lain ketika ia tumbang dalam sebuah perkelahian yang tak jelas unsurnya.

"Mang Ridwan, saya udah tau siapa yang nolong den Rion," bisik salah satu bodyguard Arion yang sempat melihat Nara keluar dari ruang dimana Arion terbaring.

"Biar nanti saya yang urus."

Beberapa menit kemudian, Bu Gina datang bersama Pak Edwin.

"Riiiionnnnnnnnnn ...." Panggilan melengking khas dari Bu Gina mampu membuat gendang telinga siapapun yang mendengarnya sungguh bergema.

"Kenapa sih kamu gak mau berubah. Mama denger kamu baru sadar. Wajah kamu pucat begini. Banyak lukanya lagi." Bu Gina menghampiri Rion yang tengah terbaring dengan wajah begitu pucat.

"Kamu gak apa-apa nak?" tanya Pak Edwin.

Pertanyaan itu bahkan jarang sekali didapat dari beberapa orang. Namun, perhatian itu malah membuat Arion terlihat kesal dan terganggu. Ia tertunduk kesal karena tumbang dalam berperang dan hidup layaknya seorang anak umur lima tahun yang tengah diperhatikan orangtuanya.

"Udah Mama bilangin gak usah main sama Aldo lagi, kamu tau sendiri dia itu gak baik buat kamu."

"Ma, ini bukan salah Aldo. Oke lah, kali ini Rion ngaku salah."

"Bagus deh kalau kamu sadar, malu-maluin keluarga aja kamu. Ayo berubah, kamu kan CEO. Tindakan kamu yang kayak gini bisa merusak semuanya." Bu Gina mendumal.

"Siapa yang pukulin kamu? Biar Papa panggil detektif buat cari mereka."

"Pa udah lah, ini tuh urusan anak muda. Rion gak apa-apa, cuma lagi apes aja."

"Siapa yang bawa kamu ke rumah sakit?"

"Aduh, kenapa harus tuh cewek sih yang nolongin gue, tamat reputasi gue. Seumur hidup gue, baru kali ini gue ditolongin sama cewek dan ini hal yang terburuk yang gue alami selama hidup gue," batin Rion.

"Maaf Nyonya, saya mau bicara," ujar Mang Ridwan lantas mengajak Bu Gina untuk bicara perihal pertolongan yang dilakukan seseorang terhadap Arion.


Beberapa hari terbaring sakit, Rion sudah terlihat lebih baik. Seperti biasa, cermin yang menjadi teman hidupnya selama ini selalu mengatakan kebenaran akan hal ketampanan yang dimiliki Arion. Dipakainya kembali barang branded, namun terlihat lebih kasual dari gaya Arion sebelumnya yang agak sedikit nyentrik. Ia bahkan terus menyesali kejadian itu dan berusaha untuk melupakan apapun yang terjadi.

Aldo menghampiri Arion dengan berlari tergopoh-gopoh. Arion memasang amarah di wajahnya saat melihat Aldo. Ya, teman yang tak tahu terima kasih malah menjebloskannya ke dalam masalah dan berakhir dengan luka yang menyakitkan sekaligus memalukan dirinya.

"Yon Yon gue minta maaf Yon!" Aldo terus mengikuti Rion melangkah. Ia terus memohon pada pria yang emosinya sedang memuncak itu.

Arion terus terdiam dengan langkah tenangnya, beranggapan semua omongan yang sampai di telinganya kala itu hanyalah angin belaka. Sempat kesal dengan Aldo, Arion terlihat masih mengabaikannya dengan terus berjalan.

"Yon maafin gue Yon, gue udah kasih uang sama mereka. Dan gue udah transfer sedikit hutang gue ke lo. Maafin gue Yon. Lo baik-baik aja kan?"

Aldo seketika bertekuk lutut di depan Arion, menghentikan pria itu untuk melangkah. Sebenarnya, Arion tak ingin memperbesar masalah hanya karena hal itu. Dirinya hanya dibuat jengkel dengan sikap Aldo yang selalu tak pernah terbuka padanya jika sudah menyangkut perihal taruhan.

"Ngapain lo?" Alis mata Arion sudah memuncak dengan sempurna.

"Gue minta maaf lah. Gue paling gak mau kalau dibenci sama lo Yon. Kalau mereka emang mau berurusan sama lo, biar gue yang datengin mereka sendiri." Aldo tertunduk dengan wajah sendunya.

"Bangun lo!" Arion mengangkat kerah baju Aldo bersamaan emosi.

"Gue bakalan bunuh lo duluan sebelum lo pergi temuin mereka." Matanya bahkan hampir keluar ketika menatap temannya itu.

"Itu artinya lo gak marah sama gue?"

"Alah, jangan lebay lo. Sikap lo begini bikin gue muak tau gak."

Beberapa potret dari seorang mahasiswa membuat Arion tersadar. Ia lupa kalau dirinya selalu muncul dalam daily kampus. Padahal, ia sangat benci melihat berita yang menurutnya tak jelas. Apalagi menyangkut dirinya tentang apapun.

"Do, bilang admin daily Gemilang buat blokir semua berita tentang pengeroyokan gue atau apapun tentang gue." Rion lantas melangkah pergi untuk mengisi jam kuliahnya.

"Apapun gue lakuin kalau buat lo Yon, jasa lo ke gue gak bisa dihitung."

Begitu senangnya Aldo ketika ia mendapat permohonan maaf dari Arion. Ya, tidak ada hari baik jika Arion tak ada bersamanya. Itu yang selalu Aldo sematkan pada pikirannya.

Voment🙏thx

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang