40. Pencerahan

1.2K 53 2
                                    

Usia mereka memang terpaut satu tahun, lebih muda Arion satu tahun dari Arga. Namun ada kesamaan diantara mereka. Yaitu, sama-sama nol dalam hal percintaan. Baik Arion maupun Arga, mereka tak pernah membawa seorang gadis ke rumah selain rekan kerja, teman kuliah atau teman lainnya. Semuanya, membuat Arga mengenang saat pertama dirinya menerima keluarga Arion dulu. Ternyata, harta dan adanya rasa terluka yang pernah hinggap dalam batin membuat Arga melupakan jati dirinya sebagai anak yang seharusnya membuat orangtua bahagia, membuat keluarganya terjaga.

"Saya masih ingat dulu, saat Arion menginjakkan kaki pertama kali ke rumah ini. Dia begitu benci melihat saya. Tapi, dia gak pernah tau kalau saya sebenarnya senang ada dia di sini. Karena saya bisa sepuasnya meledek dia. Tapi seiring berjalannya waktu, saya takut Arion merebut semua dari saya. Papa lebih mudah tersenyum di depannya, buat saya berambisi buruk untuk menghilangkannya." Arga berucap sambil melamun. Matanya sedikit berair menatap bayangan masa lalu.

"Arga, kamu tetap jadi putra terbaik Pak Edwin. Jangan beranggapan dirimu atau dirinya lebih baik. Kalian sama-sama hebat menurut saya," timpal Pak Herman yang tengah menyeruput secangkir kopi di teras rumah Edzard bersama Arga.

Beberapa menit, Arion terus mengutak-atik ponselnya yang tak kunjung mendapat notifikasi.

"Ke mana si cewek baja?" gumamnya dengan alis yang terangkat menjulang.

Terduduk di kantin kampus Gemilang, seorang Nara, Bella, juga Bani yang tengah makan.

"Gimana kuliah lo?"

"Lancar Nar, sebentar lagi semester tua. Gak ada Arion, kampus gak asik deh kayaknya. Daily kampus pun sepi, beritanya itu itu aja."

"Bell, kapannya sih lo mau anggap gue ada di samping lo? Gue udah berusaha baik di depan lo, gue udah berusaha perbaiki sikap gue, tapi lo malah ngomongin cowok lain di depan gue. Apa lo gak bisa sedikit aja hargain perasaan gue? Senggaknya lo bisa senyum walau sedikit di depan gue. Gue emang gak tau perasaan lo, tapi gue udah berusaha yang terbaik. Baru kali ini gue ngerasain ketulusan dari hati gue." Bani membuat mereka tertegun kaget. Ia tiba-tiba saja mengungkapkan apa isi hatinya yang memang tak pernah dianggap oleh Bella.

"Oke, gue akan jauh dari lo. Tapi gue gak akan bisa ngapus perasaan gue ke lo," tambah Bani lantas melangkah pergi dari Bella juga Nara.

"Ih kenapa tuh anak?" gumam Bella seraya terus memegangi sendoknya dengan tertegun.

Nara menatapnya tajam, membuat Bella merasa kebingungan.

"Ke ... kenapa lo liat gue begitu?"

"Lo udah ngancurin ketulusan Bani. Bani benar, lo gak bisa ngehargain apa yang dia lakuin buat lo. Bel, gue rasa Bani benar-benar tulus. Matanya selalu berkaca kalau dia natap lo. Jangan sampai lo kehilangan kesempatan itu, lo akan nyesel seumur hidup." Nara membuat Bella tertunduk sendu.

"Tapi Nar ....."

"Kejar dia," pinta Nara.

Seketika Bella menghentikan proses makannya. Dirinya berlari mencari Bani dengan wajah kecemasan. Terlihat seorang pria yang terduduk di taman kampus, mengepal kedua tangannya dengan rasa kecewa. Raut wajah yang tidak mengenakan terlihat oleh mata Bella.

"Bani."

"Bella, ngapain lo ke sini?" tanyanya datar seakan dia melupakan perkataannya sesaat.

"Ma ... maafin gue. Gue udah jadi orang jahat."

"Lo gak jahat kok Bel. Lagi pula mana ada perempuan yang mau sama gue, yang di cap playboy seantero kampus. Padahal, belum pernah ada perempuan yang gue pacarin satu pun. Makasih, karena lo buat gue sadar, bahwa ketika lo jatuh cinta, hati lo gak akan main-main dan ternyata rasanya bisa sesakit ini." Bani memegangi dada bidangnya.

"Semoga, lo bisa dapat laki-laki yang ......."

"Gue mau kasih kesempatan buat lo." Ucapan Bella membuat Bani melotot kaget.

"A .... apa lo bilang?"

"Ya ... ya ... gue mau kasih kesempatan buat lo." Bella canggung.

"Maksudnya, lo mau kasih gue kesempatan buat cinta sama lo?"

Bella lantas menganggukan kepalanya perlahan. Dengan sergap, Bani mendekap Bella ke dalam pelukan hangatnya.

"Ih apaan sih lo, ini kampus tau."

"Sorry, gue terlalu senang. Makasih, gue janji akan mencintai lo semampu gue," ucap Bani seraya mencubit pipi cuby milik Bella.

"Ayo, kita kasih tau si cewek baja itu." Bani menggenggam erat tangan Bella menuju kantin.

"Bell ... lo ...." Nara melotot antusias melihat mereka bergandengan tangan.

"Berkat lo, sekarang gue ngerti perasaan gue sendiri. Gue gak mau kehilangan kesempatan itu, kalau emang lo ngerasa nyaman karena hal itu, kenapa nggak? Gue sadar, seiring berjalannya waktu pasti kita bisa memahami satu sama lain." Ucapan Bella membuat Bani seketika blushing.

"Dan sekarang, gue harap lo bisa ngerti perasaan lo sesungguhnya Nar. Obi emang masa lalu lo yang buruk. Tapi di balik sakit hati lo, lo punya seseorang yang kasih bahu untuk lo bersandar dengan nyaman. Dia yang seiring waktu terus bersama lo, mungkin saat ini dia yang emang selalu khawatir tentang lo. Nara, gue ke kelas dulu ya! Nanti gue kabarin, bye." Bella pergi meninggalkan Nara yang tertegun dengan ceramah Bella saat itu.

"Entah kenapa saat Bella ngomong kayak gitu, jantung gue serasa lari marathon, dan gue langsung keingat sama Arion," batinnya. Ia melamun dengan heran dan bertanya-tanya dengan diri dan hatinya. Apa yang telah terjadi?

Don't forget to Voment gess❤❤❤ thx

MILLION DOLLAR MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang