Sebuah cermin berdiri tegak di atas meja. Pantulan cermin tersebut memperlihatkan seorang gadis yang terdiam menatapi dirinya sendiri. Matanya menyurang seraya pikirannya dipenuhi oleh kalimat Arion kemarin. Nara menepuk pipinya sekali, berharap ia sedang tidak bermimpi hari itu. Nara pun tak tahu apa yang akan ia lakukan di jam 2 siang nanti. Ucapan Arion kali ini benar-benar membuatnya setengah waras. Nara bergegas meraih ponselnya. Tak tahan dengan muatan pikirannya karena ucapan Arion, alhasil Nara memberitahu hal tersebut pada Bella, sahabatnya. Sekitar jam sepuluh pagi, Nara sudah duduk di cafe bersama Bella.
"OMG, lo serius?" Bella antusias setelah Nara menceritakannya. Padahal, sebelumnya ia telah ikut campur tangan untuk meyadarkan perasaan Arion.
"Suutt jangan kencang-kencang." Nara merasa was-was melihat sekitar. Yang ia tahu, nama Arion sudah menjadi booming saat penembakan itu. Dan jika orang lain mendengar nama Arion keluar dari mulut mereka, seseorang mungkin akan mewawancarai mereka dan mengungkit-ungkit urusan keluarga yang terjadi.
"Nara, lo jadi cewek paling beruntung saat ini. Ini kesempatan lo buat nentuin perasaan lo yang sebenarnya. Iya kan Nar?"
"Tapi ... gue gugup Bell. Baru pertama kali Arion ngomong seserius itu kemarin. Rasanya, tatapannya itu sampe bikin mata gue sakit. Gue harus apa?" Nara mengerucutkan mulutnya dengan pasrah. Ia bahkan belum bilang pada Arion kalau ia akan pergi. Tapi, Arion bukanlah orang yang suka mengingkari janji.
"Gue gak pergi aja kali ya. Lagi pula, gue belum bilang juga kalau gue akan pergi," kata Nara masih dengan mengerucutkan mulutnya dengan pasrah.
"Heh, lo tau kan si Arion itu gak waras. Dia pasti akan nunggu selama seharian walau lo gak datang."
"Ikut gue." Bella menarik paksa tangan Nara, membawanya ke suatu Mall terpopuler di kalangan anak muda Bandung.
"Ngapain ke sini? Gue bete banget tau gak nemenin lo shopping terus," gerutu Nara dengan malas. Bella memang sering sekali mengajaknya untuk shopping. Tapi, bukan hanya satu jam yang Bella habiskan jika sudah berada di dalam Mall, bahkan ia bisa menghabiskan waktu setengah hari untuk memilih barang yang ia inginkan dan berujung, hanya satu barang yang akhirnya ia beli.
"Cari baju buat lo nanti siang."
Bella memilah-milih baju untuk perdana kencannya Nara bersama Arion siang nanti. Nara mengerutkan dahinya heran menatap Bella yang fokus memilih dress untuknya.
"Heh buat apa sih? Lo buang-buang waktu ih."
"Ya buat nanti lo ngedate sama Arion, lo harus pake baju bagus dodol."
"Buat apa juga sih? Gue gak mau pergi ngedate."
Nara berusaha pergi keluar Mall, namun tangan Bella terus menahannya untuk tidak pergi. Bekka memaksa Nara untuk mencoba beberapa dress yang Bella pilihkan. Mata Bella melotot lebar menatapi Nara berbalutkan dress warna merah tua.
"Gila. Lo Nara? Serius ini Nar. Lo beda beda beda banget. Lo cantik banget. Serius gue gak bohong."
"Ini baju macam apa sih? Kaki gue bisa digigit nyamuk ini."
"Nggak. Pokoknya lo nanti pake itu. Ayo pergi."
Jam menunjukkan pukul dua. Di sisi lain, Arion sudah berdiri di dekat kampus dengan bersandar pada mobilnya. Beberapa kali ia memperlihatkan wajah cemasnya seraya terus menatap arloji di tangannya. Sudah dikatakan sebelumnya, bahwa Arion memang bukan orang yang suka mengingkari setiap janji yang ia ucap. Terik matahari hari itu menjadi saksi bahwa Arion tengah menunggu seorang gadis walau keringat di dahinya sudah banyak mengucur.
"Ke mana sih tuh anak," gumamnya. Lama kelamaan akhirnya sikap tempramennya kembali. Namun lebih dari itu, seorang Arion yang mau menunggu di tengah teriknya matahari, sudah membuat beberapa orang terheran. Beberapa mahasiswa yang keluar kampus pun sesekali memotret dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLION DOLLAR MAN
General FictionKisah seorang cowok Crazy Rich populer yang tidak pernah paham arti dari sebuah perasaan dan kehidupan. Hidupnya berubah ketika dirinya melempar lembaran dolar pada seorang wanita. Dan berujung untuk bertemu setiap hari karena kejadian pengeroyokan...