Aland baru saja ingin keluar untuk makan siang jika saja sebuah panggilan dari ponselnya tak menginterupsinya. Astaga, siapa yang menelepon di saat perutnya sedang lapar-laparnya?
Aland mengambil ponselnya dan melihat nama kontak yang menelepon. Ah, itu, kakaknya. Vino.
"Tumben sekali dia meneleponku."
Ketahuilah, mereka tidak cukup dekat. Vino itu jarang sekali ada di rumah, dia lebih nyaman tinggal di apartemennya.
"Halo," sapa Aland.
"Halo, Aland. Bagaimana kabarmu? Aku dengar kau dan Athala sedang berada di Indonesia," ucap pria di seberang sana.
"Kau memberitahu seseorang?" Tanya Aland dengan nada dingin.
"Kau ini. Masih saja sama saat pertama kita bertemu. Kau bisa mengandalkanku. Oh, iya, Al, Axel, dan Adhan beserta anak buahnya berada di Indonesia juga. Bahkan Axel dan Athala sudah bertemu saat mereka berada di kampus. Juga, Adhan tinggal di rumah yang berada di seberang depan rumahmu. Berhati-hatilah," ucap Vino.
"Darimana kau tahu?" Tanya Aland.
"Kau lupa siapa aku, Aland? Walau aku bekerja di toko roti tapi aku bukanlah seseorang yang bisa kau anggap remeh."
"Ya, ya. Aku tahu itu. Bagaimana keadaan di sana?"
"Baik. Oh, dan Sebastian terus saja mengurung diri di kamar. Dia, merindukanmu."
"Oh, katakan padanya aku baik-baik saja. Tidak usah mengkhawatirkanku. Dan, aku dengar kalian berdua sudah menikah, ya?"
"Aku masih seperti biasa, tidak mempunyai pasangan. Kalau Sebastian jangan ditanya, ia akan dijodohkan karena sudah kelamaan tidak mempunyai pacar. Kau tahu sendiri aku takut berkomitmen."
"Setidaknya, carilah. Kasian mom dan dad."
"Sudahlah. Kalau kau mau aku mempunyai kekasih carikan aku."
"Ah, aku tahu siapa yang cocok dengan orang keras kepala seperti dirimu. Kau harus bisa bersabar menghadapi gadis ini. Kau mau?"
"Siapa itu?" Tanya Vino.
"Akan ku kirimikan fotonya."
"Ah, baiklah. Kalau begitu sampai jumpa,"
"Ya, sampai jumpa."
Aland menaruh ponselnya di saku jasnya dan berjalan keluar ruangannya. Sudah lewat jam makan siang, jadi ia memutuskan untuk pergi ke kantin perusahaan.
Di sana ia memutuskan untuk memesan semangkok bakso dan es teh.
Ketika sedang asik menyantap makan siangnya tiba-tiba saja seseorang meneleponnya. Aland memutar bola matanya malas dan mengangkat tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Halo," sapa Aland.
"Kau dingin sekali. Aku kira kau pindah ke Indonesia kebiasaanmu akan hilang. Ternyata tidak sama sekali."
"Luke, bagaimana keadaan kakakku?" Tanya Aland.
"Dia baik. Hanya sedang merindukan keluarganya. Tapi, dia merasa nyaman di sini karena di sini sunyi. Hanya ada aku, dia, dan beberapa bawahanku."
"Jaga dia baik-baik."
"Tentu saja. Hei, sepertinya aku menyukai kakakmu."
"Apa? Kau menyukai kakakku? Kau tidak mendapat restu dariku."
"Orang tuamu? Aku bisa. Mereka sudah mengenalku."
"Jangan macam-macam!"
"Tidak akan. Ya sudah, aku pergi dulu."
YOU ARE READING
Tears for Love and Happiness
RomantizmPRANG!! BAK! BUK! Semua barang dalam ruangan itu pecah dan tak berbentuk lagi. Suara kesakitan menerjang tubuh si wanita yang tak lain adalah istri seorang CEO terkenal. Tubuhnya dipukul menggunakan cambuk dan ditendang-tendang bagaikan binatang. Pr...