10

3.4K 135 2
                                    

Maaf ya semua udah buat nunggu lama. Semoga puas ya semua! Jangan lupa untuk vote dan comment, ya! Luv u!!

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Waktu berlalu begitu cepat. Mansion yang dulunya hanya ada kesunyian dan kekejaman kini berubah ramai dengan adanya dua anak kembar yang sangat lincah bermain ke sana dan ke mari. Keduanya memiliki paras tampan sedari lahir. Walau sudah terlihat jelas perbedaan sifat dari keduanya tapi itu tak menyurutkan keduanya untuk bermain berdua. Selalu saja ada canda tawa ria di mansion itu.


Al dan Lina yang berada di gazebo hanya bisa mengembangkan senyum ketika melihat kedua anak mereka bermain ke sana.

Athala Matthew Bervian dan Axelano Prince Bervian. Mereka selalu bisa membuat semua orang tertawa dan gemas dengan kelakuan mereka. Apalagi wajah lugu mereka yang sangat lucu.

"Athala, jangan berlari terlalu cepat, kau bisa jatuh nanti!" Ucap Lina.

Athala yang mendengar suara ibunya hanya bisa tertawa kecil. Alexano berhenti berlari dan menghampiri kedua orang tuanya di gazebo.

"Apa kau lelah?" Tanya Al.

"Ya, pa. Aku lelah," ucap Axelano.

Athala datang dan mengambil duduk di dekat sang mama.

"Mama, Athala punya cerita," ucapnya dengan wajah semangat. Axelano sendiri mengambil duduk di tengah-tengah orang tuanya.

"Apa itu?" Tanya Lina.

"Athala punya teman di taman kanak-kanak, tapi dia itu nakal banget. Terus suka gangguin orang. Bahkan Athala sempat dijahilin sama dia. Dia ngambil  bekal makanan Athala. Kesal banget," ucap Athala dengan raut wajah kesal.

"Udah, jangan kesal gitu. Kamu diamin aja, nanti dia lelah sendiri," ucap Lina.

Suara dering telepon memgintrupsi mereka. Itu suara ponsel Al. Al mengambil ponselnya dan langsung berdiri hendak pergi sebelum tangan Athala memegang kakinya yang jenjang.

"Kenapa, Athala?" Tanya Al dengan sedikit membungkuk.

"Papa, mau kemana?" Tanya Athala.

"Ada urusan yang penting. Papa kemungkinan tidak bisa pulang malam ini."

"Ya, sudah. Kalau begitu hati-hati di jalan, pa."

Al hanya tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju garasi untuk menaiki mobilnya. Lina hanya bisa menghela nafas. Ini sudah terjadi sejak 2 hari yang lalu.

"Hai, semua!" Ucap seseorang.

Lina dan kedua anaknya menoleh ke sumber suara. Itu ternyata Aland. Aland yang dulu kini telah berubah. Ia menjadi pribadi yang ceria dan agak pemalu. Kini kacamata bertengger di matanya. Sebuah boneka beruanh pemberian Lina kini selalu dibawanya. Lina bahkan kedua orang tuanya pun tak tahu apa yang terjadi pada Aland hingga ia bisa seperti ini.

"Paman Aland!" Teriak Athala.

"Tumben sekali pulang cepat. Ada apa?" Tanya Lina.

"Ada rapat, jadi aku memutuskan untuk pulang," jawab Aland.

Lina hanya bisa mengangguk dan menyuruh adiknya duduk di sebelahnya. Aland mengambil sesuatu di paper bag yang ia bawa. Di dalamnya terdapat dua buah kotak berisikan mainan.

"Athala, Axelano, paman bawa hadiah buat kalian karena tadi malam kalian udah mau bantuin paman bersihin kamar paman," ucap Aland sembari memberikan Athala dan Axelano masing-masing mainan.

"Terima kasih, paman!" Ucap Athala dan Axelano.

"Besok ulang tahunmu. Kau ingin aku belikan apa?" Tanya Lina.

"Tidak ada. Kau sudah memberikanku dua keponakan yang tampan dan lucu. Itu sudah lebih dari cukup," tolak Aland.

"Kau bisa saja. Omong-omong, bagaimana dengan masalah percintaanmu?"

"Tidak ada yang istimewa. Semua biasa saja. Aku sudah membulatkan tekadku kalau Arlika hanya akan menjadi adik iparku saja. Tidak ada kata pacaran."

Ya, Aland sudah menetapkan kalau ia tidak akan memiliki status lebih dari saudara ipar dengan Arlika dan Arlika menerima itu, bahkan kini ia sudah bertunangan dengan seorang pengusaha tampan dan kaya raya.

"Kau ini. Apakah tidak ada satu perempuan yang dekat denganmu? Ayolah, kau tampan dan pintar. Tidak mungkin tidak ada yang mengejarmu."

"Banyak yang mengejarku, tapi mendapatkan perempuan sebagai pendamping bagiku susah sekali, seperti mencari jarum di tumpukan jerami."

"Selalu seperti itu. Sudah berapa kali kau berkata seperti itu?"

"Dan sudah berapa kali kau bertanya seperti itu?"

Lina hanya tersenyum sambil mengusap kedua tangannya. Tak ada habisnya obrolan kedua kakak beradik itu. Pasti setiap mereka ketemu akan ada obrolan yang kadang tak berujung.

"Oh, iya, aku lihat Al tadi di depan pintu. Dia mau kemana?" Tanya Aland.

"Katanya ada urusan yang penting," jawab Lina.

"Oh, urusan penting. Lina, boleh aku mengajak Athala dan Axelano jalan-jalan?"

"Tentu saja, mengapa tidak? Mereka sangat menyukaimu."

Aland tersenyum simpul. Ya, kedua anak Lina dan Al sangat menyukai kehadiran paman mereka. Bahkan jika dibandingkan dengan Al dan kedua kakek dua anak kembar itu mereka lebih memilih bersama paman mereka. Bahkan tak jarang Lim mencibir Al karena tidak terlalu dekat dengan anak kandungnya sendiri malah pria lain yang dekat kedua anaknya.

"Athala, Axelano, bagaimana kalau kalian ikut paman jalan-jalan?" Ajak Aland.

Athala dan Axelano saling memandang satu sama lain dan langsung mengangguk senang, senyum lebar timbul di bibir mereka.

*********************************

Saat ini Aland dan kedua keponakan kembarnya sedang berjalan-jalan di sebuah mall di New York. Athala dan Axelano sangat senang bisa berjalan-berjalan bersama pamannya. Mereka bisa meminta apapun yang mereka mau karena Aland sangat memanjakan mereka. Berbeda jika bersama Lina dan Al yang membatasi kemauan mereka untuk berbelanja banyak.

"Apa kalian lapar?" Tanya Aland.

"Ya, kami lapar," jawab Axelano.

Aland pun mengajak keduanya pergi ke dalah satu restoran yang ada di mall tersebut. Namun, belum sempat kedua masuk mereka sudah disuguhi pemandangan Al dengan pacarnya Ica.

Aland memandang geram Al yang dengan teganya membohongi kakaknya. Tanpa disadari Aland, keponakannya Axelano yang memang cepat menangkap apapun tahu kalau itukita ayahnya dan ikut memandang tajam ayahnya, sedangkan Athala yang memang agak lemot hanya memandang polos ayahnya, menurutnya ayahnya hanya sedang makan siang biasa untuk bisnis.

Aland menarik kedua keponakannnya menuju tempat lain, ia tak mau Al sampai melihatnya dengan kedua keponakannya. Athala yang ingin bertanya pun hanya bisa diam melihat wajah pamannya berubah diam. Bahkan auranya berbeda dari sebelumnya. Ia peka, tapi agak lemot.

Setelah berjalan cukup lama Aland dan kedua keponakannya menemukan restoran. Mereka masuk ke dalam dan mulai memesan. Raut wajah Aland kembali hangat, dengan senyum hangatnya.

Tak lama kemudian pesanan mereka datang, tanpa menunggu waktu lama mereka mulai menikmati makanan mereka karena sudah lapar.

Aland menatap kedua keponakannya, ia tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya jika kedua keponakannya tahu sifat asli ayahnya. Bisa saja mereka membenci ayahnya suatu hari nanti. Ia harus berdiskusi dengan Al supaya baik Athala maupun Axelano beserta Lina tak tahu akan hal ini. Bagaimana pun juga Al itu kakaknya, kakak tiri lebih tepatnya. Ya, ia harus melakukan hal itu.

***

Tears for Love and Happiness Where stories live. Discover now