25

1K 53 6
                                    

Hembusan angin begitu terasa. Menerbangkan helai demi helai rambut panjang milik Lina. Ya, kini dia tengah berada di daerah perbukitan bersama Luke, Al, dan Adhan. Awalnya hanya dengan Luke, namun dua pria yang tadi disebutkan namanya memaksan ingin ikut. Katanya ingin menjaga Lina dari terkaman singa. Singa yang Al dan Adhan maksud sudah pastilah Luke. Lina agak kesal sebenarnya, dia sudah ada janji dengan Luke dan hanya berdua. Tapi, ini malah diganggu oleh dua orang pria itu.

"Luke, ayo pergi ke sana," ucap Lina sembari menarik Luke menuju sebuah pohon. Luke mau saja ikut, ia tak mau memberontak. Dasar pria yang tengah jatuh cinta.

Dan tentu saja Al dan Adhan ikut ke sana.

"Ah, lihat pemandangannya. Bagus, 'kan?" Lina berucao sembari menyenderkan kepalanya pada pundak Luke.

"Ya. Tapi, masih lebih cantik kamu daripada pemandangannya," ucap Luke yang berhasil membuat semburat merah di kedua pipi Lina.

Berbeda dengan dua pria di belakang mereka. Mereka membuat ekspresi ingin muntah mendengar gombalan Luke. Hell, ingatkan mereka kalau Luke itu seumuran dengan Aland. Dan perbedaan umur mereka jauh—Luke dan Lina.

"Aku akan muntah kalau dia menggombal lagi," ucap Al.

"Kau kira hanya kau saja? Aku juga, dude," ucap Adhan kesal.

Selalu Luke yang selangkah lebih maju dari mereka. Apa Lina sudah jatuh cinta pada Luke? Hanya dia dan Tuhan yang bisa menjawabnya.

"Lina, ini sudah akan siang. Sebaiknya kita pulang sekarang," ucap Adhan.

"Tapi, aku masih ingin di sini," rajuk Lina.

"Ini sudah siang dan kita harus pulang sebelum kita dimarahi," ucap Al.

"Jangan buka mulutmu," ucap Lina dengan nada sinis.

"Kenapa aku tidak boleh membuka mulutku? Aku masih suamimu omong-omong. Jangan terlalu bermesraan dengan pria itu," ucap Al sembari menunjuk Luke.

"Pria yang kau maksud itu aku tuan Al yang terhormat," ucap Luke.

"Aku tahu. Hanya berjaga-jaga saja. Siapa tahu kau hanya perayu ulung."

"Aku tidak seperti itu. Kalau tidak percaya tanya saja pada Aland. Dia tahu semua rahasiaku."

"Bisakah kita kembali?" Tanya Adhan memotong pembicaraan Al dan Luke. Ayolah, ia harus kembali bekerja setelah ini. Jadi, mereka harus kembali ke mansion secepat mungkin.

"Ya, sudah." Lina berjalan mendahului ketiga pria itu menuju mobil mereka.

****************************

Tak ada pembicaraan di dalam mobil. Hanya ada deru mesin dan suara radio mobil. Adhan mengendarai mobil dengan matanya yang fokus pada jalan begitu juga dengan Lina. Sedangkan Al dan Luke fokus pada ponsel mereka. Mengecek e-mail penting.

"Bisakah kita mampir membeli makanan? Aku lapar," pinta Lina.

"Baiklah," jawab Adhan singkat.

Lina kembali pada kegiatannya melihat keluar jendela mobil. Hingga matanya menangkap sesuatu di belakang mobil mereka pada kaca spion. Sebuah mobil hitam mengikuti mereka. Padahal jalan itu sepi kendaraan. Perasaan tak enak menyelimuti hatinya.

"Adhan, percepat laju kendaraan," perintah Lina.

"Kenapa memangnya?" Tanya Adhan.

"Ikuti saja perintahku!" Seru Lina.

Adhan yang tak mau menjawab apa-apa lagi hanya mengikuti perintah Lina. Ia mempercepat laju mobil. Al dan Luke yang merasakan laju mobil dipercepat mematikan ponsel mereka dan menaruhnya di saku celana mereka.

Tears for Love and Happiness Where stories live. Discover now