3

7.1K 188 0
                                    

Aland POV
Sedari tadi aku terus melihat Adhan yang diam saja bak orang yang ditutup bibirnya dengan lakban. Biar ku tebak, dia pria yang pendiam dan teliti. Sangat pas menjadi mata-mata. Dia sedari tadi hanya mengangguk dan biar ku tebak lagi. Dia orang yang murah senyum. Buktinya dia terus tersenyum setiap kali ada karyawan yang lewat dan menyapanya.

"Ku harap kau tidak kehilangan bibirmu kalau kau terus tersenyum seperti itu Adhan," peringatku yang dibalas dengan senyum ramah.

"Ini memang sifat saya, Tuan Muda," jawabnya dengan senyum juga. Aku jadi ngeri membayangkan bahwa Adhan ini adalah seorang yang gila. Tapi, itu tidak mungkin. Dia seratus persen waras.

"Panggil saja aku Aland. Aku tak suka kalau kau memanggilku seperti itu. I'm not your Master. Remember that."

"Baiklah. Aku baru tahu kalau Tuan Lim punya empat anak."

"Kau salah. Dad punya 3 anak saja." Aku meringis mengingat masa lalu yang kejam, tapi aku harus mengatakannya.

"Maksudmu?"

"Aku bukan anak kandung Dad dan Mom. Aku sebenarnya anak angkat mereka. Dulu sewaktu umurku masih 6 tahun aku dibuang oleh orang tua kandungku karena mereka melakukan hubungan gelap dan mereka masih muda. Maka dari itu aku terus mendapat perlakuan buruk dari ayah kandungku. Aku lalu melarikan diri dari rumah itu dan ketika aku tengah berjalan di trotoar Dad melihatku dalam keadaan yang memprihatinkan. Dia membawaku ke rumahnya dan diperkenalkan ke semua orang di sana. Aku bahagia jika kau mau tahu. Mereka, keluarga baruku, memberikan aku banyak kasih sayang. Dan, aku mohon padamu Adhan, bawa kak Lina kembali ke rumah. Dia kakak kesayanganku. Dia yang paling dekat diantara kedua kakakku. Aku mohon padamu," jelasku panjang lebar.

"Baik. Lalu, berapa umurmu? Kau terlihat masih muda untuk menjadi pemimpin."

"Unurku 16 tahun. Dan aku tidak selalu menjadi pemimpin di sini. Ada orang kepercayaanku yang bertugas membantuku. Jadi, aku tidak merasa terbeban. Lalu, umurmu?" Oke, aku jadi banyak bicara di sini.

"Aku berumur tidak jauh darimu. 23 tahun."

"Umur segitu dibilang tidak jauh? Hah, kau lebih baik menjadi kakakku kalau begitu."

"Maaf. Aku tak akan mengulanginya."

Dia ternyata punya selera humor yang baik.

"Aland!!! My beloved brother!" Teriak seorang yang paling aku kesali. Dia kakak ketigaku. Dia orang yang paling menyebalkan.

"Apa?" Ucapku dingin.

"Ah, kau selalu seperti itu ketika aku datang. Apa kau tidak mau memelukku dulu?" Keluh dan tanyanya yang kubalas dengan gelengan namun dia balas dengan pelukan. Ya Tuhan! Kenapa aku punya kakak seperti dia?!

"Aku merindukanmu. Selama di Paris aku sangat-sangat merindukanmu, Adik Kecil," ucapnya. Jika kalian mau tahu namanya. Namanya adalah Sebastian Romind. Dia bukan gay, hanya saja dia kakak yang paling memanjakanku. Memberiku apapun yang aku mau.

"Ya, aku juga merindukanmu. Apa kuliahmu sudah selesai?" Akhirnya aku bisa bernafas setelah ia melepas pelukannya.

"Ya, syukurlah aku bisa cepat selesai dari yang lain. Aku tak bisa jauh dari keluargaku. Dan aku akan wisuda bulan depan."

"Oh, begitu. Apa yang kau bawa?" Tanyaku ketika melihat sebuah paper bag tergeletak di lantai.

"Ah, ini jaket dan makanan yang kau inginkan. Aku tahu kau sangat menyukai jaket ini, dan makanannya aku harap seleramu pas." Dia memberikan paper bag itu padaku. Aku membukanya dan dengan mata berbinar aku mengambil jaket berbahan kulit itu. Sudah aku bilang bukan kalau Sebastian itu sangat memanjakanku. Jaket ini harganya ratusan juta dan dia membelikannya untukku seorang. Ah, aku sebenarnya sayang padanya asalkan sifat menyebalkannya itu tidak ada.

Tears for Love and Happiness Where stories live. Discover now