29

1K 51 0
                                    

Mari kita lihat ke belakang. Dulu sebelum menikah Al dan Lina sempat berpacaran cukup lama.

Dulunya Al adalah anak berandal di sekolah. Layaknya anak berandal pada umumnya. Ia suka melanggar peraturan, membolos, menghina guru, merokok, dan pergi ke kelab malam bersama teman-temannya. Sedangkan Lina merupakan anak perempuan yang pendiam dan merupakan primadona sekolah. Wajah cantiknya sering menghiasi majalah sekolah dengan banyaknya prestasi yang ia torehkan untuk sekolah.

Al dan Lina bertemu saat Al masuk ke ruang kepala sekolah karena ketahuan membawa senjata tajam ke sekolah dan sebagai hukuman ia diharuskan mengikuti sebuah olimpiade bersama Lina. Well, dia sebenarnya tidak mau. Lebih baik ia di skors selama sebulan. Namun, ancaman ia dapatkan dari kepala sekolah mau tak mau ia harus ikut.

Al hanya bermain dengan ponselnya saat Lina sedang mencari buku untuk dipelajari untuk olimpiade nanti. Ia menaruh beberapa buku di atas meja dan mulai membuka salah satunya. Perempuan berambut panjang sepunggung itu melihat ke arah Al.

"Ayo belajar," ajak Lina.

"Belajar sendiri saja. Kau kira aku mau belajar? Kalau bukan karena si pak tua keparat itu aku tidak akan mau mengikuti olimpiade semacam ini apalagi harus bersama denganmu. Lebih baik aku dikeluarkan dari sini," ucap Al.

"Tapi, kita harus belajar. Olimpiade sudah dekat," ucap Lina.

Al berdiri. Melihat Lina dengan tatapan tajamnya.

"Kau bisa kerja sendiri, 'kan?"

Selepas mengatakan kalimat itu Al pergi begitu saja meninggalkan Lina dengan wajah kesalnya dan berakhir dengan dirinya belajar sendiri.

                       *****************

Lina hanya terdiam di taman seusai pulang sekolah. Dia masih kesal dengan Al. Seenaknya meninggalkannya begitu saja. Wajahnya tampan, tapi kelakuan berandal seperti itu sangat tak disukai Lina.

Ia lapar, tapi sayang bekalnya sudah habis. Airnya hanya tinggal sedikit yang sekali teguk saja sudah habis.

Saat sedang duduk tiba-tiba saja ada seseorang yang duduk di sebelahnya, membuat Lina menoleh dan menatap heran pria di sebelahnya itu.

"Kenapa?" Tanya pria itu.

"Kenapa kemari?" Tanya Lina.

"Ini tempat umum, jadi tidak masalah 'kan aku ke sini?"

Pria menyebalkan, pikir Lina. Kalau saja ia tidak tampan sudah pasti ia akan meninju wajah pria itu dengan sekali pukulan.

"Ajari aku," ucap Al tiba-tiba.

"Apa?" Tanya Lina tak percaya.

Al kerasukan apa sampai yang tadinya tidak mau belajar untuk olimpiade sekarang malah berubah pikiran? Ada yang aneh dengan pria itu.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku habis dimarahi oleh si kepala sekolah keparat itu. Ia mengancam akan memasukkan aku ke asrama jika tidak ikut olimpiade tak berguna ini," jelas Al.

"Kau serius?"

"Aku tidak aka menemuimu kalau tidak serius," ucap Al.

"Kalau begitu, besok kita bertemu di perpustakaan sepulang sekolah. Bagaimana?" Ajak Lina dengan semangat.

"Boleh. Oh, iya, ini aku belikan air. Kau haus, 'kan?"

Al memberikan botol minum pada Lina, lalu pergi begitu saja meninggalkan Lina yang menatap bingung.

"Dasar," ucap Lina.

*********************

Selama kegiatan belajar mereka untuk olimpiade entah kenapa mereka menjadi dekat. Mungkin karena sering belajar bersama.

Lina tidak sadar bahwa dirinya terperangkap oleh pesona Al. Membuatnya jatuh cinta entah sejak kapan pada pria itu. Hatinya bergetar setiap berpapasan dengan Al. Matanya tak bisa sedetik pun lepas dari pria itu.

Sampai suatu hari Al menyatakan perasaannya pada Lina.

"Kenapa kita ke sini?" Tanya Lina bingung. Bagaimana tidak, ia dibawa Al ke taman belakang sekolah.

"Aku hanya ingin mengucapkan sesuatu," ucap Al.

"Apa?"

Al terlihat menarik napasnya dan mulai menggenggam kedua tangan Lina. Menatap kedua manik mata Lina dengan mata tajamnya.

"Aku ingin mengatakan kalau—aku menyukaimu," ucap Al.

"Apa?" Lina terkejut dengan perkataan Al.

"Ya, aku menyukaimu. Atau mungkin mencintaimu. Ah, terserah mau dibilang apa. Aku hanya ingin kau menjadi pacarku. Bagaimana? Aku tahu ini tidak romantis. Aku bukan orang yang pandai merangkai kata-kata. Tapi percayalah kalau ucapanku ini tulus," ucap Al.

Lina terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. Hingga ia menarik napas dan mulai menjawab, "Ya, aku mau."

Mereka berpelukan. Namun, tak tahukah Lina kalau pernyataan cinta Al itu hanyalah bualan belaka? Lupakah Lina kalau Al itu pria berandal? Mungkin saja hanya untuk mempermainkan Lina. Ah, apa Lina akan baik-baik saja setelah tahu Al lebih jauh?

*****
















Hai semua!!! Hehehe, maaf ya jarang ngepost. Lagi nggk mood aja belakangan dan sibuk juga. Jadi, aku di sini mau bilang kalau cerita ini bakal end. Hehe. Jangan lupa vote dan komen ya

Tears for Love and Happiness Where stories live. Discover now