Kini, Lina tengah berjalan berdampingan dengan Luke, Al, dan Adhan. Entah apa yang ada dipikiran ayahnya sampai menyuruh 3 pria itu menjaga Lina. Padahal Lina hanya berjalan-jalan sebentar di taman.
"Apa kau mau es krim?" Tanya Luke. Ah, pria itu memang baik. Tapi, bukan tipe romantis dan perayu ulung. Ia lumayan kaku.
"Boleh," ucap Lina.
"Baiklah, kau mau rasa apa?"
"Hmm, vanila."
"Tunggu sebentar. Aku akan pergi membelinya." Luke pun menghilang. Menuju kedai es krim.
"Kau ingin duduk?" Tanya Adhan.
"Ah, ya. Aku lelah. Ayo, duduk," ucap Lina.
Adhan, Lina, dan Al pun duduk di sebuah bangku di dekat kedai es krim sembari menunggu Luke.
"Kenapa aku harus ditemani, sih? Aku bisa pergi sendiri," ucap Lina kesal.
"Kau itu perempuan. Kalau hilang lagi bagaimana?" Ucap Al.
"Aku tidak mau bicara denganmu," ucap Lina dengan nada dingin.
Oke, hati Al serasa tertancap panah yang tajam. Sumpah, apa begini rasanya dibenci oleh orang yang kau sayang? Kenapa begitu menyakitkan?
Tak lama kemudian, Luke datang dengan 4 buah cone es krim di tangannya. Langsung saja Lina menyambar, kemudian disusul oleh Adhan dan Al. Setelahnya, mereka mengucapkan terima kasih pada Luke.
"Bagaimana kalau kita kembali ke sana? Ini sudah akan sore. Anginnya akan bertambah kencang saat malam," ucap Luke.
"Ayo!" Ucap Lina. Ia pun menggandeng tangan Luke. Meninggalkan dua orang yang tengah memberikan tatapan tajam dan tak suka pada Luke. Hati mereka serasa terbakar.
"Hei, masih ada orang di belakang kalian. Kenapa dunia serasa hanya milik kalian berdua?" Ujar Adhan.
"Kau kalah cepat, dude," ucap Luke.
*****************************
Kini mereka sudah sampai di mansion. Lina sedaritadi terus menerus bergelayut pada Luke, dan sepertinya Luke tidak masalah dengan hal itu. Ia malah menerimanya. Orang jatuh cinta memang berbeda. Ya, walaupun umur mereka terpaut cukup jauh.
"Oh, kalian sudah pulang?" Tanya Aland yang baru saja turun dari kamarnya di lantai dua bersama dengan seseorang yang lebih tinggi dari dia.
"Siapa dia, Aland?" Tanya Lim.
"Ini temanku di Indonesia. Rekan kerja. Namanya, Reza," ucap Aland.
"Halo, semua," ucapnya.
Pria itu mempunyai tinggi yang bisa dibilang cukup tinggi. Lebih tinggi dari Aland malahan. Mungkin sekitar 186 cm. Ia mempunyai senyum yang manis. Matanya memang terlihat bulat besar, namun menghilang saat tersenyum. Pria itu lebih cocok dibilang manis ketimbang tampan memang. Namun, otot-otot di tubuhnya seperti menolak asumsi tersebut. Sepertinya pria itu rajin berolahraga.
"Kalau begitu semoga kau betah di sini. Aland, buat temanmu itu nyaman di sini. Dad dan mom mau ke kamar. Lelah sekali," ucap Lim sembari merangkul istrinya. Mengajaknya ke kamar untuk beristirahat.
"Tumben kau membawa temanmu ke sini," ucap Lina.
"Ini bukan pertama kalinya. Bahkan pria sialan di sampingmu itu sering sekali ke sini semenjak kita pulang," ucap Aland sembari menunjuk Luke.
"Biar saja. Kenapa kau yang sewot?" Ucap Luke tak mau kalah.
"Sudahlah. Aku mau ke kamar. Oh, ya. Reza, semoga kau betah di sini," ucap Lina.
YOU ARE READING
Tears for Love and Happiness
RomancePRANG!! BAK! BUK! Semua barang dalam ruangan itu pecah dan tak berbentuk lagi. Suara kesakitan menerjang tubuh si wanita yang tak lain adalah istri seorang CEO terkenal. Tubuhnya dipukul menggunakan cambuk dan ditendang-tendang bagaikan binatang. Pr...