Hari berjalan seperti semestinya. Damian dan Vrilla berteman di sekolah. Vrilla dan Kemal masih menjalin hubungan seperti semula. Tidak banyak yang berubah kecuali, Vrilla semakin hari semakin bingung pada perasaannya sendiri.
Vrilla memandang langit-langit kamarnya yang di cat navy disertai lukisan bintang disanah. Ia mengangkat tangan seakan meraih bintang di atap kamarnya. Bulan selalu di kelilingi bintang yang tertebaran dilangit, sama seperti Damian selalu di kelilingi banyak teman dimana-mana.
Vrilla mengepalkan jarinya hingga terlihat menggenggam. Jantungnya kembali berdegup menggila. Debaran itu semakin lama terus membuatnya nyaman. Terasa candu akan sensasinya. Vrilla sangat suka sensasinya dan jika ia ingin merasakannya kembali hanya perlu menemui Damian atau membayangkannya saja.
DRrrzz...
Vrilla langsung melarikan mata pada ponsel yang terletak di sebelah kepalanya. Disana ada nomer yang tidak ia kenal. Ragu untuk mengangkat namun tetap menggeserkan ikon hijau itu. "Halo?"
"Apa saya bicara dengan Pristinia Vrilla Douffa yang telah menarik perhatian saya sejak pandangan pertama?" ternyata Damian yang meneleponnya.
Jangan bertanya bagaimana Damian mendapatkan kontak Vrilla dan dari siapa ia meminta. Vrilla selalu di buat terkejut dengan segalanya. Damian seakan tau semua tentangnya.
Vrilla terkekeh mendengarnya. Ia beringsut duduk lalu turun dari kasurnya. "Bukan."
"Tapi saya tau andalah orangnya."
Vrilla duduk di lantai bersandar pada pagar pembatas balkon dari besi. "Gimana anda tau dan begitu yakin?" ia jadi ikut-ikutan terbawa suasana.
"Singkat saja. Karena saya mencintai anda."
Blusing...
Vrilla memandang ponselnya lalu tertawa tanpa suara. Ia mengigit bibir bawahnya kuat saat kembali menempelkan benda pipih itu ditelinganya. Debaran jantungnya kembali berdetak melebihi ritme. Sensasi yang sering ia rasakan tidak akan pernah ia lewatkan. Begitu menyenangkan hingga ia melupakan sesuatu.
"La? Lo ga kena serangan jantung, 'kan? Semoga itu ga terjadi, karena gue belum siap kehilangan elo."
Vrilla tersenyum samar dari balik lutut yang ia dekap. Hatinya menghangat, debaran itu terasa menggetarkan. Jantungnya benar-benar akan meledak. Apa lagi ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya? Ia sangat menikmati sensasi itu.
"La? Kali ini gue serius. Bersuara dong."
"Apa?" tanya Vrilla sebisa mungkin tidak bergetar. Rasanya mustahil karena sekarang debarannya terlalu keras hingga menggetarkan setiap sudut tubuhnya.
Vrilla mendengar helaan napas dari ujung sana. "Akhirnya. Tadi lo ngapain? Ga kena serangan jantung, 'kan?"
"Kalo itu terjadi, gue ga akan jawab telepon lo sekarang."
"Oh iyah, bener kata lo."
Vrilla mengangguk tanpa sadar. "Iyah."
Hening sesaat dan Vrilla memutuskan untuk berkata. "Ada apa telpon?"
"Bukan karena gue kangen aja nelpon lo, tapi gue punya alasan penting banget."
Vrilla terkekeh mendengarnya. Ia menjadi tidak bisa berfikir jernih jika berhubungan dengan Damian. "Jadi apa yang penting?"
"Mau tau aja, ato mau tau banget?"
"Apa bedanya? Lo bakal kasih tau juga."
Damian terdengar berdecak. "Beda dong. Jadi lo pilih yang mana?"
Vrilla hampir saja berteriak 'milih lo' jika gengsinya tak muncul. "Mau tau aja."
"Jadi gini, pe-er fisika yang lo ajarin ke gue itu bener banget."
"Terus?"
"Jadi lo pengen tau banget, ya?"
Vrilla tidak langsung menjawab karena asik tertawa, ia menyerah lebih baik mengikuti alur yang diinginkan Damian. "Iyah-iyah, ya udah gue ingin tau banget."
Dari ujung sana Vrilla tidak mendapatkan jawaban dalam beberapa detik. "Haha, pe-er fisika gue nilainya bagus berkat lo yang bantuin gue. Terus gue minggu depan ada ulangan harian. Jadi mau ga lo bantuin gue belajar besok? Itu pun kalo lo ga sibuk."
"Bentar."
Vrilla langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. Bertanya pada dirinya sendiri untuk membantu atau berusaha tidak peduli seperti sebelumnya. Sejujurnya, ia akan menyesali keputusannya nanti. "Halo?"
"Abis ngapain lo tadi?"
"Meriksa schedule gue besok." Bodo amat. Dia jadi lebih tidak bisa berfikir jernih sekarang.
Kekehan Damian terdengar renyah menyambut indera pendengarannya. "Jadi?"
"Karena gue besok-"
"Okeh, besok di perpustakaan jam 10. Bye Vrilla. See you."
Sambungan pun terputus secepat kilat memotong kata tanpa menunggu jawaban Vrilla terlebih dahulu. Jangankan menunggu jawaban, Vrilla saja belum selesai bicara langsung di potong begitu saja kalimatnya.
Vrilla mengeluh sembari memaki ponselnya yang tak bersalah. Sangat jengkel saat Damian berlaku semena-mena. Harusnya ia tidak memberikan kesempatan pada Damian!
***
Vrilla sudah bolak-balik membersihkan make up-nya. Dia ingin tampak cantik dengan memoles sedikit lebih banyak bedak dan merias wajahnya. Tapi setelah ia berkali-kali meyakinkan diri, satu kejadian terbayang dibenaknya. Bagaimana jika Damian malah menertawainya? Karena hanya untuk belajar Vrilla sampai dandan segala.
Vrilla kembali menghapus make up-nya dengan pembersih. Ia memoles kembali bedak dan liptint saja dibibirnya. Ia menggembungkan pipi, rasanya gatal saat matanya menemukan maskara di meja rias. Ia meraih maskara tersebut lalu memandangnya beberapa detik.
Sudah tidak ada waktu lagi, ia akan semakin lama membuang waktu. Lagian reaksi Damian mempermalukannya masih terbayang dibenaknya. Alhasil, dengan berat hati ia meletakkan kembali maskara yang akan mempercantik tiap kedipannya.
Vrilla menoleh arloji di lengan. Sudah hampir waktunya. Ia akan pergi setelah bicara dengan Ginan. Meninggalkan tas dan ponselnya, Vrilla memandang kembali dirinya lalu pergi untuk membuka pintu.
Vrilla terjengkit, mundur selangkah karena seseorang yang tidak pernah ia harapkan ada di hadapanya secara tiba-tiba. "Hai sayang, kamu cantik banget hari ini."
Vrilla melongo, butuh beberapa detik otaknya mencerna. Ia hampir melupakan Kemal karena telalu sibuk dengan Damian. Ia saja lupa jika setiap hari libur, Kemal sering main kerumahnya.
Celaka!
***
Budidayakan memberi apresiasi pada penulis. Terima kasih 👋
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apology [Completed]
RandomSebelum baca follow dulu ya? Part masih lengkap^^ °°°°°°° Pristinia Vrilla Douffa, siswi pindahan yang cuek, ketus dan egois. Memiliki tingkat kegengsian terlalu tinggi atas perasaannya. Damian Savero, lelaki kelahiran shio naga ini pintar bermain b...