Apology | 45

1.9K 177 6
                                    

Gadis pemilik surai pirang itu tidak bergeming saat daun pintu kamarnya di buka dan ruangan pribadinya diusik cahaya lampu. Ia lebih memihak fokus pada laptop dan skripsi yang tidak berujung menemui titik terang. Hanya ada satu orang datang dan pergi dari kamarnya seenak jidat.

Levi menatap jera Kyara di atas ranjang melipat kaki, memfokuskan mata. Ia berniat menyelesaikan permasalahan yang menimpa anggota keluarganya. Masalah yang di alami Kyara harus berakhir, tetapi lukanya tak berujung kering. Jadi harus seperti apa Levi membisiki Kyara agar ia bisa meredam sedikit akal gilanya?

Ya, akal gila. Sebab sepanjang mereka bersama, Kyara tidak pernah semengerikan ini. Mendesis hingga menimbulkan guncangan hati. Levi bisa tau walau hanya mendengar tiap kata yang terlontar, baginya bukan perkara sulit. Adik perempuannya itu berusaha balas dendam dengan menyerang mental.

Levi menghela napas panjang sambil memijat pangkal hidungnya. Tidak sengaja saat ia menunduk matanya di hadiahi sebuah kertas di atas lantai tak beraturan mencolok mata. Ia mengambilnya bersamaan gerak-geriknya menyita perhatian Kyara. Kyara melirik beberapa detik lalu kembali pada skripsinya.

Amsterdam?

Levi terbelalak bersama atensinya berubah. Ia hanya menemukan Kyara dengan santai mengetik tanpa bergeming sedikit pun. Kembali pada tiket pesawat dengan tujuan ibukota negara kincir angin itu. Sebuah kertas lain ditemukannya pada belakang tiket, terselip. Ada sebuah alamat dan nama seseorang yang tidak ia kenal.

"Kya, ini tiket apa?" Levi membeo. Ia tepat duduk di samping Kyara hingga ranjangnya melesek.

"Tante Jeny ngasih alamat rumah ayah kandung gue, sekalian ngasih tiket penerbangannya." cuek gadis itu. Pandangannya masih jatuh pada laptop. Padahal pikirannya tengah melayang entah kemana.

Levi menahan napas dalam satu tarikan. Yang berarti Kyara akan pergi menemuni ayah kandungnya. Tidak ada alasan lain lagi untuk Kyara tetap tinggal. Artinya Levi akan kehilangan sosok adik perempuannya. Ia cukup sedih. Pertemuan mereka adalah sebuah hadiah baginya. Dan sekarang hadiahnya akan pergi.

"Aku ga akan pergi, ga usah nanya-nanya." lanjut Kyara setelah memeriksa tiap kata yang ia ketik. Ia ingin berucap lebih dulu sebelum Levi.

Levi mendesah lega buat Kyara menoleh tak mengerti. Padahal Kyara pikir Levi akan memintanya pergi karena mungkin saja ini kesempatan emas. Nyatanya, helaan napas Levi menjelaskan hal sebaliknya. Kyara tidak mengerti, kenapa Levi tidak ingin dia pergi?

"Sejujurnya gue gamau elo pergi. Tapi kayanya terlalu egois kalo memang mau pergi gue larang."

"Ga, gue gamau!" Kyara menekankan kalimatnya, pertanda tak ingin di bantah.

"Walau ga semuanya, gue ngerti elo dari berbagai sudut. Gue takut kehilangan lo dalam keluarga ini. Gue sayang sama lo, Kya."

Kyara mengubah posisi duduknya. Ditatap sang kakak tersayangnya. Ia selalu senang tiap kali kehidupannya dihargai. Merasa lega ada yang memintanya tinggal. Terkadang ia berpikir kehidupannya masih memiliki arti dan bersyukur telah diberikan kehidupan oleh Tuhan.

Kyara menjulurkan lengannya. Menepuk dua kali puncak kepala Levi. Sejak pertama kali mereka bertemu. Ia jatuh hati pada kalimat pertama yang terngiang di telinganya. "Gue ga akan pergi, kalo bukan lo yang minta."

Levi menatap datar menangkup kedua pipi Kyara lembut. Lembut seperti pertama kali Levi mengusap air mata Kyara di halaman belakang rumah panti. Saat itu Kyara bilang bahwa kehidupannya adalah sebuah kesalahan, ia adalah anak terkotor. Namun Levi membangkitkan semangatnya.

Membisik syahdu bahwa Kyara anak yang bersih, saking bersihnya tumbuh menjadi anak yang cantik dan lembut. Saat itu pula, Levi seenak jidat meminta Kyara menjadi saudaranya. Maka dari itu Kyara sekarang berada di tengah-tengah keluarga Savero.

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang