Apology | 39

1.6K 169 1
                                    

Di luar rumah sedang turun hujan deras. Bumi kembali diguyur tangisan alam. Untungnya kakak beradik itu telah sampai di rumah lebih dulu sebelum hujan turun.

Dikala orang lain kehilangan cara melindungi diri karena terguyur hujan secara mendadak, lain halnya dengan Levi dan Kyara. Mereka tidak menghiraukan apa yang terjadi di luar rumah mereka karena asik dengan game online.

Kyara duduk di antara kaki Levi. Keduanya tidak lepas dari ponsel masing-masing. Mereka berdua sedang menghabiskan waktu bersama dengan bermain game MOBA. Terlihat keasikan mereka berdua tidak bisa di ganggu. Di sisi lain ranjang, Damian tengah memandang ponselnya. Ia tidak mendapat kabar tentang kekasihnya setelah memutuskan untuk pulang sendiri.

Damian membalikan posisi berbaringnya, telentang. Ia menatap langit-langit kamar lalu beralih pada kedua kakaknya. Di sana Kyara sedang tersenyum ceria. Rasanya lucu, kemarin gadis itu menangis sekarang telah kembali ceria.

"Kya, itu stun."  Kyara mengerutkan dahi mendengar ocehan Levi yang tidak sabaran.

"Elo bancat kill."  sergapan Kyara buat Levi terkekeh.

Mereka berdua sudah terbiasa jika disaat kesal saling melempar kata menyebal seperti itu, bahkan satu sama lain tidak merasa terganggu atau tersinggung. Kyara benar-benar dekat dengan Levi.

"Njir mati. Bangsatlah!" geram Levi. Ia melemparkan kekesalannya pada pipi Kyara yang di cium lama hingga menampakan sebuah noda merah di sana.

Kyara menautkan alis tanpa menoleh. "Kesempatan dalam kesempitan." ucapnya tak rela kecolongan.

Levi malah terkekeh seakan tak melakukan pelanggaran apapun. Ia sudah biasa bersikap seperti itu pada Kyara. "Sama ade gue sendiri juga."

Kyara menahan senyum, selalu senang saat dia dianggap kakak, adik dan anak oleh anggota keluarganya. Sangat sederhana tapi berhasil menghangatkan hati. Dia jadi memiliki tekad untuk hidup.

Awalnya Kyara tidak memilikinya. Selalu berputus asa atas kehidupannya yang tidak pernah diinginkan. Namun, seiring berjalannya waktu karena tekad tidak ada secara otomatis. Kyara menemukannya. Tekad untuk selalu ada di tengah-tengah keluarga Savero.

Damian menopang dagu menilik kedua kakaknya. Harmonis. Senyumnya terbit bersama iris matanya menumbuk. Kyara menyiduknya.

"Apa lo liat-liat? Iri ya? Ayo main." ajak Kyara.

Sejak kapan Kyara jadi senarsis ini?

Damian beringsut bangun, merangkak. Ia mendekati Kyara lalu mencium singkat sisi wajah Kyara yang tidak dicium Levi. Kyara langsung melotot tak menggubris lagi permainannya.

"Elo ngapain?!" gadis pemilik rambut pirang itu memegangi pipinya.

"Seperti kata lo bilang. Iri." Damian cengengesan tak bersalah.

Kyara mendengus lalu beralih pada ponselnya lagi. "Udah gue bilang panggil gue kakak!" peringatnya.

Levi mengangkat alisnya sebelah lalu menoyor kepala Kyara. Tatapannya menyipit karena dia juga sama dengan Damian. "Lo juga sama, udah gue bilang panggil gue kakak juga."

"Ishh, beda."

"Embe jeung kuda."

Damian terkekeh mendengar argumenan mereka. Sejenak mengingatkannya pada saat pertama kali bertemu Vrilla. Damian jadi rindu kekasihnya itu.

DRRzzz...

Ponsel Damian bergetar. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Damian langsung melompat girang menuju ponselnya yang terletak di sisi ranjang lainnya. Ia berharap itu Vrilla namun nomor tak dikenal yang ada di sana.

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang