Apology | 4

4.9K 387 8
                                    

Vrilla melangkah lebar sebisanya. Ia mulai horor terus dibayangi Damian disekitarnya. Di koridor tanpa memerdulikan aturan, Damian menggesekan roda papan seluncurnya diatas lantai. Sebelah kakinya menggantung untuk mengemudikan.

Damian tampak santai, lain halnya dengan Vrilla yang terlihat rusuh berjalan, tergesa-gesa ingin menjauh. Vrilla melirik arlojinya sekilas lalu berlari melintasi lapangan. Damian berhenti sejenak di perbatasan antara lantai dan tanah memerhatikan Vrilla yang tergesa-gesa menjauhinya.

Gadis itu tampak aneh hari ini. Tidak menjawab pertanyaan, selalu mengakhiri pembicaraan, murung dan sekarang Vrilla jelas menghindarinya seakan takut Damian akan menculiknya. Ia memiringkan kepala lalu meraih skateboard untuk digenggam. Kakinya melangkah lebar untuk menyamai langkah Vrilla lagi.

Keuntungan selalu didapatkan Damian dengan kaki panjangnya. Vrilla mendongak dan dapati Damian dengan mudah menyamai langkah kakinya. Ia berhenti melangkah lalu menatap penuh Damian dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya memerah hanya karena berlari dilapangan dengan panjang kurang dari 15 meter.

"Lo jangan ikutin gue!" pekik Vrilla histeris.

Damian memiringkan kepala penuh tanya. "Kenapa?"

"Lo ini susah banget dikasih taunya!" Vrilla berteriak lagi, ia terlihat begitu kesal dan panik. Sekarang pusat mata siswa hilir mudik tertuju pada mereka. Hampir semua mata tertuju padanya, sebab sekarang jam pulang sekolah dan mereka berada ditempat umum.

Damian melihat gelagat aneh gadis itu. Tidak biasanya Vrilla berteriak mengusirnya. Apa Vrilla benar-benar marah kali ini? Disisi lain, Vrilla telah kembali menormalkan deru nafasnya. Ia menatap Damian angkuh, tangannya yang bersedekap.

"Lo mau apa sih ngikutin gue terus? Lo punya motif apa? Gue bingung sama lo, ngikutin gue terus."

Damian menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk. Ia sendiri tidak tau alasan jelas selalu mengikuti Vrilla. Yang jelas ia hanya ingin melihat watak pemarah gadis itu karena baginya menyenangkan. Terlihat menggemaskan seperti anak kecil.

Vrilla masih menunggu dengan emosi yang menggebu. Tatapannya tajam menatap Damian yang surainya tertutupi kupluk merah, tidak memberikan Vrilla kesempatan untuk melihat rambut gondrong berkibar lelaki itu.

"Gu- gue-"

"Vrilla!" panggil seseorang memotong ucapan Damian. Atensi mereka teralihkan. Bukan hanya mereka, para penonton tanpa bayaran itu pun ikut mengubah atensinya.

Seorang lelaki sebaya mereka melangkah mendekat. Mencoba mengikis habis kata jarak. Ia memandang dengan alis bertaut, menegaskan ketidak sukaannya melihat sosok Damian. Vrilla menegang, ia lupa tujuan awal menghindari Damian. Sekarang semuanya terlambat. Ia telah terciduk. Semoga Tuhan menyelamatkan nyawa Damian. Vrilla takut Kemal mengamuk karena melihat Damian bersamanya.

Kemal dengan seragam sekolah yang masih melekat menipiskan jarak. Seragam dengan atribut dari sekolah lain menarik perhatian para siswa semakin banyak. Iyah, Kemal berhenti disamping Vrilla didepan Damian. Lelaki itu langsung meraih lengan Vrilla agresif.

Vrilla tampak panik, atensinya beralih pada Damian yang tersenyum. Tunggu dulu, Damian tersenyum?

"Lo siapa?" tanya Damian santai dengan wajah lempeng penuh pesona. Sialan, makin banyak murid berkumpul karena aura pesona Damian bertebaran.

"Lo yang siapa? Gue pacar Vrilla. Ngapain lo deket sama pacar gue?"

Damian beralih pada Vrilla, "dia beneran pacar lo?" Ia meminta kebenaran dari gadis pemilik iris coklat terang tersebut.

Vrilla melirik lalu mengangguk, "iyah."

"Lo ngapain deketin Vrilla?" Kemal mengulang kembali pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Alisnya bertaut bahkan sudah menyatu. Rahangnya mengeras tanda kapan saja emosinya bisa teralih melampiaskan.

Damian mengulurkan lengannya, "kenalin gue Damian, orang yang bakal rebut Vrilla dari lo."

Vrilla dan Kemal menganga mendengarnya. Kemal mendesis tajam, "Gue ga akan biarin itu!"

Damian mengepal lengan yang terjulur karena tidak mendapat sambutan. Ia mengangkat pandangan dengan senyum penuh percaya diri. "Kita liat aja nanti."

Kemal mendengus lalu menarik lengan Vrilla menjauh dari Damian. Vrilla menoleh kebelakang untuk menatap Damian tak percaya. Apa tadi yang Damian katakan? Ia akan merebutnya dari Kemal. Apa Damian menyukainya? Bahkan lelaki itu mengucapkannya dengan jelas dihadapan murid lain, secara bersamaan menjadi saksi ucapannya. Tidak langsung lelaki itu ingin memilikinya.

Damian tersenyum seraya melambaikan tangan pada kepergian Vrilla yang sudah di bawa oleh Kemal dengan mobil. Vrilla masih memandangi hingga pandangan mereka benar-benar terputus. Kalimat Damian terus menggema dipikirannya, sulit sekali mencerna dengan benar potongan kata terangkai barusan.

Kemal menggenggam kemudi mobil dengan erat. Ia terbakar karena kesal. Bagaimana bisa ada orang dengan terang-terangan mengatakan akan merebut gadisnya? Iyah ada, itu adalah Damian. Barusan terbukti, jika memang ada orang seperti itu.

Vrilla memandangi Kemal yang sedari tadi menggumam tak jelas karena kesal pada Damian. Ia bersyukur, kekasihnya mengajak pergi tidak mengambil tindakan adu jotos. Bisa sulit di pisahkan jika sampai itu terjadi.

Vrilla mengenal Kemal, lelaki itu akan mengambil tindakan dengan fisik. Ia tidak pernah sabar, karena itu Vrilla yang selalu mengalah. Hubungan mereka bertahan selama setahun ini juga karena Vrilla yang mempertahankannya sekuat tenaga. Meminimalis pertengkaran walau sebenarnya mulut Vrilla bisa buat Kemal tak berkutik.

"Kemal?"

"Apa?!" nada bicara lelaki itu meninggi. Padahal Vrilla belum mengatakan apapun, hanya memanggil namanya dengan lirih, balasannya terlalu menyakitkan.

Sebelum Vrilla kembali berkata, Kemal lebih dulu berucap. "Lo jangan pernah deket sama dia!"

Vrilla terdiam untuk memandangi Kemal. Mulutnya bisa saja berkata, ia akan melakukannya, tapi hatinya menolak untuk mengatakannya. Ada apa dengannya? Bukankah ia membenci Damian? Dan selama ini juga ia merasa terganggu akan kehadiran dengan Damian.

Saat diminta tidak berdekatan lagi, itu adalah hal yang selama ini Vrilla inginkan. Tapi rasanya berbeda saat di perintah, dengan saat Vrilla menjauhi Damian dengan keinginannya sendiri. Ia merasa tak rela.

"Vrilla!" Kemal menuntut.

Vrilla tersadar mendengar bentakan barusan. Manik matanya disambut Kemal yang kian menggebu. "Gu- gue ga- gakan deket lagi sama dia."

"Bagus, jangan pernah sekali pun!"

Vrilla terdiam seraya bersandar pada kepala kursi. Ia mengalihkan pandangan pada luar jendela lalu memejamkan mata. Pikirannya melayang pada Damian dan Kemal. Ia membandingkan mereka berdua.

Damian selalu lembut, sekasar apapun Vrilla. Beda dengan Kemal yang mendapat kelembutannya, ia malah berprilaku kasar padanya.

Damian selalu tersenyum jika berada di dekat Vrilla. Senyumannya tidak pernah absen jika mereka bersama dan itu menambah ketampanan Damian. Sekilas senyum tipis terbit saat ia mengingat senyum Damian terbesit di ingatan.

Damian terlalu baik untuknya. Ia tidak seharusnya seperti ini. Bukankah Vrilla membenci Damian? Lalu kenapa sekarang Vrilla malah memuja-muja lelaki itu? Ia seharusnya tidak seperti ini. Ia sudah memiliki Kemal dan rasanya itu cukup untuk mengisi hatinya.

Vrilla tidak boleh egois dan serakah. Dihatinya sudah terdapat Kemal disana. Damian hanya sesaat, dia hanya angin yang lewat saja. Ia harus menetap pada Kemal dan percaya kekasihnya. Jika seperti itu, hubungan mereka akan bertahan lama.

Vrilla egois.

Vrilla serakah.

Tuhan tolong hapus ingatan Vrilla tentang Damian.

***

Penulis yang sedang belajar pengejaan🍹
.
.
.

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang