Apology | 44

1.7K 153 1
                                    

Meow... meow...

Kucing hitam berbulu tebal bersuara merdu. Vrilla melihatnya lalu dengan antusias menggendong dan memeluk. Ia tampak ceria seperti anak kecil yang menemukan penjual lolipop di pinggir jalan. Dengkuran halus terdengar saat Vrilla mengusap dagu kucing hitam itu.

"Gue gatau di rumah lo ada kucing." Wajah Vrilla semringah. Perasaan gundahnya meluap seketika.

"Kemarin kak Levi beliin buat kak Kyara. Lo suka?" balas Damian ketika menemukan antusiasme kekasihnya.

Vrilla menganggukkan kepala antusias. "Iya suka, suka banget. Pernah mau pelihara cuman ga boleh sama papah. Betewe, kak Levi manjain kak Kyara, ya?"

Hening.

Damian tersenyum culas. Vrilla jadi salah tingkah. "Maaf." cicit gadis itu sambil menurunkan kembali kucing hitam berbulu milik Kyara.

"Gue sedikit sedih. Dibanding gue, kak Levi lebih deket sama kak Kyara. Gue merasa bodoh banget jadi anggota keluarga yang gatau semuanya dari awal. Coba dulu gue ga ke Batam, gue ga akan jadi orang bodoh kaya sekarang." curhat Damian menyesal.

Vrilla meringis mendengar curhatan kekasihnya. Untuk pertama kali, ia melihat sisi lain Damian dari biasanya. Mendengar sebuah penyesalan bukan berbangga diri dengan segala ucapannya.

"Ironis bukan? Gue bisa nasehatin orang lain gampang banget. Tapi gue sendiri ga bisa ngejalaninnya. Gue suka memotivasi elo, tapi gue sendiri ga bisa percaya diri atas ucapan sendiri."

"Menurut gue, lo ga usah semenyesal itu. Udah terjadi juga. Menyesal ga akan balikin semuanya. Kita harus merubah masa lalu yang suram dengan pengalaman baru dan menarik."

Damian tersenyum tipis mendengar penuturan kata Vrilla. "Lo lagi ngehibur gue?"

"Si- siapa bilang? Gue ga mau aja lo terpuruk nanti bikin gue ribet." pipi Vrilla merona.

"Jadi lo khawatir sama gue?"

Vrilla membulatkan mata, nyaris mengeluarkan biji matanya. "Ga! kepedean."

Damian malah cekikikan sambil meraih rambut Vrilla untuk mencium harumnya. Ia menyembunyikan senyum samarnya di balik helaian rambut kekasihnya itu. "Makasih, sayang."

Wajah Vrilla kian memerah. Ia yakin tadi kalimatnya tidak menunjukan peredam emosi, tetapi kenapa bisa memengaruhi Damian? Apa dia sudah sehebat Damian dalam menyusun kata? Ah itu gila, Vrilla tadi yakin kalimatnya berantakan.

***

Langkahnya memasuki area rumah terhenti. Pupil matanya menangkap Damian dan Vrilla sedang bersama saling tatap. Seakan sedang berbisik kata penegaran diri satu sama lain. Mencoba tegar untuk terus tersenyum atas masalah yang mereka hadapi, beban yang mereka pikul.

Damian adalah orang peka jika ada yang menatapnya. Buktinya, iris mata mereka telah bersinggungan. Kyara tetap diam di ambang pintu sedangkan Damian mulai menunjukan sunggingan manis.

"Baru pulang, kak?"

Kyara melirik Vrilla yang baru saja menjalin kontak mata dengannya. "Iya, gue ke kamar dulu, ya?" pamitnya sebelum menemukan celah untuk bermisuh.

"Tunggu, kak Kyara!" panggil Vrilla menyegah Kyara terus melangkah.

Sejujurnya, Vrilla dan Damian memang sedang menunggu Kyara pulang dari kampus. Mereka berdua telah berdiskusi. Sebagai langkah awal, Vrilla akan meminta maaf secara pribadi atas perilaku kedua orangtuanya. Tentang bagaimana telah bersikap semena-mena melukai Kyara.

Kyara berhenti melangkah. Jika tidak ada kehadiran Damian di sana, sudah dipastikan Kyara akan mengabaikan panggilan barusan. Ia berbalik menatap dua sejoli itu, "apa?"

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang