Daun pintu dibuka sebelumnya terdengar suara ketukam pintu. Kyara bersama kedua orang tuanya sedang berkumpul diruang tamu membahas beasiswa yang diperoleh Kyara dari universitasnya. Gadis pemilik netra coklat terang itu antusias membuka daun pintu untuk tamu karena tidak ingin menyulitkan ibunya.
Daun pintu terbuka lebar. Sorot matanya berubah dingin saat menemukan Robert dan Jeny di ambang pintu. Senyum gadis berambut pirang itu luntur. Rasa bahagianya meluap berganti rasa kebencian. Ia tidak minat menerima mereka. Maka dari itu ia langsung membanting pintu untuk kembali tertutup rapat.
Jeny mengetuk pintu kembali. Keras secara beruntun. "Kyara!"
Meski daun pintu tertutup rapat, Kyara belum beranjak dari tempat terakhirnya berpijak. Masih mendengarkan ibu kandungnya mengetuk pintu tak sabaran, menyuarakan namanya begitu memohon. Untuk apa mereka mendatangi kediaman keluarganya Savero? Ingin mengacam Kyara? Tetapi Kyara tidak tau kali ini salah apa yang telah ia perbuat.
Bahu Kyara disentuh lembut. Gadis itu terjengkit karena tidak memerhatikan. Kesadarannya dipaksa kembali karena sentuhan Kirana. Ia tidak menyadari keberadaan Kirana di sampingnya.
"Siapa, Kya? Kok ga dibukain? Gedor-gedor pintu juga." Kirana berucap khawatir. Mendengar pintu dibanting cukup keras buatnya dan Vero penasaran.
Kyara tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang. Lengannya terkepal kuat karena menahan emosi. Sebelum menjawab, ia menelan ludah agar kalimatnya sukses untuk keluar. "Tante Jeny sama Om Robert, mah."
Kirana menautkan alis. Pertanyaannya sama dengan Kyara. Untuk apa mereka datang?
Sejujurnya, Kirana tidak suka atas sikap keibuan yang tak berperasaan seperti Jeny. Tidak ada seorang ibu yang tega membuang anaknya sendiri, kecuali ia gila.
Bagaimana pun juga Kyara telah Kirana anggap sebagai darah dagingnya. Ia tidak akan biarkan siapapun, termasuk ibu kandung Kyara melukainya. Cukup dengan masa lalu. Masa depan gadis itu sudah mulai tergambar jelas, indah.
Kirana mengusap bahu Kyara menenangkan. "Biar mamah buka, kita bicarakan apa keperluan mereka. Mamah akan jaga kamu, Kyara."
Di balik daun pintu menjulang tinggi itu, keributan kian memekakkan telinga. Kyara tau Jeny dan Robert tengah berdebat dengan satpam rumah mereka. Awalnya Kyara tidak akan menerima mereka, tapi Kirana memberikan kepercayaan. Tidak ada alasan lagi untuk menolak.
***
Vero duduk di kursi tunggal, Kyara duduk di samping Kirana sedangkan tamu yang tidak di undang itu duduk di hadapan Kyara. Jeny dan Robert merasa canggung. Kehadirannya di terima tetapi sebenarnya ada rasa mencengkam atas kehadiran mereka yang mendadak hadir.
"Jadi ada perlu apa Tuan Robert dan istrinya kemari?" Vero langung pada intinya setelah pekerja rumah mereka pergi menyimpan minuman di atas meja. Vero tidak mau Kyara berlama-lama bersama lukanya.
Robert memandang Kyara dalam diam. Vrilla, buah hatinya telah menyadarkan. Ucapan Vrilla menamparnya cukup keras pada kenyataan betapa jahatnya dia pada makhluk ciptaan Tuhan yang tak berdosa itu. Kyara tidak seharusnya dipisahkan dari ibu kandungnya. Di samping itu, tidak ada yang mengerti posisi dirinya. Ada luka jika Robert menatap Kyara. Ia selalu ingat cintanya dikhianati.
Kyara balas menatap tajam orang yang paling ia benci di dunia ini. Robert yang memisahkannya dari ibu kandungnya dan Jeny yang membuangnya kepanti asuhan. Kyara tidak takut lagi pada mereka, tidak lagi merasa terancam kekuasaan Robert yang dapat membahayakan nyawa. Jika tidak salah, ia tidak akan takut dan sembunyi.
"Saya ke sini mau minta maaf atas perlakuan saya selama ini pada Kyara." Robert membeo, membunuh sunyi di antara mereka.
Alis Kyara terangkat satu. Minta maaf?
"Saya tau kesalahan saya di masa lalu tidak bisa dimaafkan. Jadi jika ada yang bisa saya perbuat atas kesalahan saya, katakan, akan saya lakukan."
"Enyah!" Suara mantap itu mengalihkan atensi penghuni ruang tamu. Ucapan lelaki itu masih hangat, bibirnya masih belum merapat. "Menghilang dari muka bumi ini." lanjut Kyara mempertegas maksudnya.
Kyara menatap lurus. "Masa kecil saya hancur. Tidak mendapat kasih sayang orang tua dan hanya tinggal bersama teman-teman yang kehilang kedua orang tuanya. Tercipta dari hubungan terlarang. Menjalani hidup gelisah saja sudah menyatakan saya tidak pantas bahagia."
Kyara tersenyum hampa pada cangkir berisi teh. "Disaat saya sudah lupa. Mulai merasa bahagia atas kehidupan saya. Anda datang kemari meminta permohonan maaf dengan gampangnya?"
Kyara menggedikan bahu kembali balas tatap kedua tamu tak diundang itu. "Menghilang dari dunia ini, sebanding dengan kehidupan saya yang hancur, 'kan?"
Tidak bisa buat orang yang ia benci menderita. Kyara punya cara lain buat mereka menderita dengan merusak mental. Membunuh kepercayaan diri, ciptakan kegelisahan. Berharap mereka termakan dan segera musnah dari muka bumi ini. Bukan ulahnya tapi dengan keinginan mereka sendiri.
Kyara beralih pada Jeny. Ditatapnya penuh sang ibu kandung yang buat masa kecilnya suram. "Apa anda pernah berpikir, pantaskah anda di sebut seorang ibu setelah membuang darah dagingnya?" Ia menyungging senyum sinis. "Jika anda punya rasa penyesalan, silahkan kubur diri anda sendiri. Tidak bisa lakukan? Jangan pernah tunjukan wajah kalian dihadapan saya lagi!"
Ucapan Kyara jelas menyatakan kebenciannya. Sesakit apa dirinya di masa lalu. Seberat apa ia mengubah masa depannya. Tidak ada yang tau mimpi buruk apa yang menerjangnya. Tidak ada yang bisa bayangkan berapa banyak hari menyedihkan ia lewati dan tidak ada yang tau sekejam apa orang menghinanya.
Kirana dan Vero tau seberat apa hari yang dilalui gadis itu. Mereka tidak bisa berkutik atas kebencian Kyara. Mereka hanya pendukung, selebihnya mereka tidak berhak ikut campur. Sepasang suami istri itu hanya bisa mengawasi dan mengarahkannya kembali pada jalan yang benar. Memotivasi setiap tekad yang ia anggap baik, menasehati niat yang buruk.
Keheningan meredai, memutuskan Kyara untuk bangkit. Ditatapnya rendah orang terkutuk di hadapannya. "Sesuai keputusan, tidak bisa. Jangan berani sekali pun muncul di hadapan saya lagi. Jangan salahkan saya berbuat buruk jika kalian melanggarnya. Karena saya orang yang teguh atas pendirian. Hidup saya adalah kesalahan, jadi saya tidak takut akan dosa."
Kembali gadis itu menatap hampa. Menerawang jauh pada kejadian beberapa tahun silam. "Pernah ada yang bicara pada saya. Saya anak haram, kelahiran saya adalah sebuah dosa. Jadi gapapa tambah dosa sedikit."
Jeny terisak, ia terpukul mendengar lantunan kebencian dari anaknya sendiri. Tidak ada satu pun kata yang bisa keluar dari mulutnya. Lidahnya kelu tenggorokannya sakit. Ia benar-benar menyesal.
"Maaf, Velin." lirih Jeny pedih.
"Evelyn sudah mati, tidak ada lagi gadis lemah kesepian itu!" Kyara menegaskan saat ia mulai meradang.
Tidak ada mantan ibu dan tidak ada mantan anak. Seberapa benci Kyara pada Jeny, ia tetap ibunya. Jeny kian terisak, sangat terpukul atas kebecian Kyara padanya. Disatu sisi Kyara malah tertekan. Gadis pemilik surai pirang itu pergi tanpa kata lagi. Ia memilih meninggalkan semua kekecewaannya. Robert juga tidak bisa berkata.
Kyara terlanjur sakit. Ia seperti cermin yang pecah. Dia kembali utuh atas kebahagiannya sekarang, namun retakan dirinya tetap terlihat. Ia tidak bisa kembali pada kebahagiannya yang utuh. Kata maaf tidak akan bisa memperbaiki hatinya yang hancur. Hanya penyembuh sesaat tanpa bisa membuatnya kembali utuh.
***
Ihh sedih-sedihan:(
Jangan lupa vote dan komen kalo ada kalimat rancu atau typo
Karena sesungguhnya musuh terbesar penulis adalah typo 👋😎
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apology [Completed]
DiversosSebelum baca follow dulu ya? Part masih lengkap^^ °°°°°°° Pristinia Vrilla Douffa, siswi pindahan yang cuek, ketus dan egois. Memiliki tingkat kegengsian terlalu tinggi atas perasaannya. Damian Savero, lelaki kelahiran shio naga ini pintar bermain b...