Apology | 8

3.3K 300 4
                                    

Sisa tawa gadis itu masih ada. Wajahnya berseri, cerah seakan dialah orang paling bahagia didunia ini. Vrilla turun lebih dulu dari motor Damian yang terparkir di ambang gerbang, disusul Damian turun juga.

Vrilla melepas helmnya lalu memberikan pada sang pemilik seempu. Damian langsung menerima dan memasang pada jok belakang. Setelahnya menerima jaket miliknya yang terulur oleh Vrilla.

Vrilla memerhatikan Damian yang sedang memakai jaketnya. Senyumnya masih bertahan disana. Dilihat dari mana pun, Damian memang sangat tampan. Vrilla bahkan menyuarakan dalam hati jika Damian orang tertampan yang pernah ia temui. Vrilla ralat, lelaki paling tampan adalah kakaknya.

"Gue pulang dulu yah." pamitnya.

"Ga masuk dulu?" Vrilla menawarkan.

Damian tidak langsung menjawab, setelah memasang helmnya dengan benar barulah ia berbicara. "Ga deh, lain kali ya, La."

Vrilla mengangguk setuju barulah Damian melenggang pergi. Gadis itu memerhatikan hingga Damian hilang dibelokan jalan dan Damian tau itu. Tau Vrilla menunggunya benar-benar pergi. Bahkan, wujud lelaki itu sudah hilang pun, Vrilla masih betah berdiri disana tanpa takut kakinya akan terasa pegal.

Lengkungan bibirnya terbit menghiasi, wajahnya cerah tidak seperti biasanya terkesan cuek. Vrilla berbalik untuk masuk kedalam rumah. Setidaknya kakinya harus beristirahat setelah berpetualang.

Kaki kecilnya menjejak pada lantai marmer. Pandangannya langsung dihadiahi kakak semata wayangnya yang sedang duduk menghadap laptop dimeja kaca hitam. Vrilla terkekeh lalu jalan mengendap-endap layaknya pencuri.

Dua langkah lagi sampai, Vrilla melompat. Gebrakan sepatu dan suara Vrilla yang riang berhasil buat Ginan hampir terkena serangan jantung. "Sinih lo!" Ginan menggeram marah.

Vrilla malah terkekeh lalu duduk disamping Ginan. Ia melihat segelas jus dimeja lalu meminumnya. "Punya gue, La."

"Punya lo, punya gue juga." ujar Vrilla hampang.

Ginan menghela nafas berat. Ia mendorong laptopnya untuk berpusat pada adik dihadapannya itu. Wajah Vrilla berseri tidak seperti biasanya. Ada yang terjadi, siapa yang gerangan yang buat adiknya secerah mentari pagi ini?

"Lo tadi ga makan senter kan?"

Vrilla mengerutkan dahi tak paham setelah menyimpan gelas jus itu ketempat semula. "Kenapa gitu?"

"Cerah banget, udah bikin sakit mata gue."

Vrilla menggelengkan kepala. Selera humor kakaknya sangat payah. "Ga lucu deh, kak."

"Udah kaya rangginang melempeum."

Ga-ring

Rasanya lebih lucu nyamuk lewat dihadapan mereka atau suara jangkrik yang menggema. "Tau ga kenapa kakak masih ngejomblo?"

"La, lo itu jangan ngambil kelemahan gue. Gue itu masih jomblo karena masih punya guling buat temenin gue malam mingguan."

"Ya Tuhan, jangan Kau kutuk kakak ku ini dengan kesendirian. Karena semakin lama ia menjomblo hidupnya semakin miris sekali" Vrilla memanjatkan doa sambil mengangkat kedua lengan dan mengadahkan pandangan.

"Oy, hidup gue ga miris. Gue cuman ngejelasin lebih suka tidur dari pada keluar sama cewe." sangkal Ginan tak terima diremehkan.

Vrilla menatap Ginan khawatir. Ia menepuk-nepuk bahu Ginan untuk mengaliri kekuatan. "Gapapa kak, kakak ga usah malu. Gue udah tau semuanya. Sabar yah!" Ia pun pergi melenggang bersama kekehan geli mengejek Ginan.

"Sialan! Gue punya ade kok durhaka sekali yah?"

***

Vrilla duduk ditengah-tengah kasur. Ia menelantarkan pekerjaan rumah, tidak makan bahkan ia tidak bergerak sedikit pun dari sanah sejak sepulang sekolah. Ia menerawang saat-saat menyenangkan habiskan waktu bersama Damian.

Ia terasa lebih hidup. Memiliki pengekspresinya sendiri. Lebih tepatnya ia terasa di manjakan. Vrilla di manjakan oleh Damian layaknya anak kecil. Diperhatikan seolah dialah barang menarik. Perlahan pipinya terasa menghangat bersamaan jantungnya berdebar kencang.

Vrilla mendekap dadanya kuat, secara tidak langsung menghalau suara degupannya bertebaran keluar dari tubuhnya. Kupu-kupu berterbangan tak karuan didalam perutnya. Memberikan sensasi menggeletik menyebar sengatan kesetiap sudut tubuhnya.

DRRrzzz...

Vrilla tersadar dari lamunan gilanya. Ponselnya bergetar lalu ia raih untuk melihatnya.

"Kemal?" Ia hampir melupakan kekasihnya, statusnya dan sengaja meniadakan rasa cinta didalam dirinya pada Kemal. Meniadakan atau sebenarnya memang telaj tiada?

***

Jangan lupa vote kalo suka. Kritik dan saran diperlukan. Terima kasih 👋
.
.
.

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang