Apology | 27

1.9K 200 0
                                    

BRUuk...

Padahal hanya duduk. Gadis itu menimbulkan keributan. Yuvi dan Reno yang sedang berbincang ria terkejut mendengarnya. Otomatis mereka langsung mengubah atensi dan dapati Vrilla melipat lengan di atas meja dengan wajah yang  di tenggelamkan disana. Yuvi menusuk kepala Vrilla dengan telunjuknya.

"Diem Yuvi!" pinta Vrilla malas.

"Yehhh, gue cuman mastiin aja lo masih idup." jwab Yuvi sinis, bersamaan Damian datang dengan wajah cerahnya.

"Kenapa Vrilla?" Lelaki itu bertanya setelah menyamankan dirinya di bangku.

Vrilla mengangkat pandangan, balas menatap Damian curiga. "Dari mana lo?"

"Abis matahin hati kakak kelas." Begitulah kata Reno, seenaknya menyambar pertanyaan.

"Apa?!" Gadis itu heboh mendengarnya. Tentu saja! Siapa yang berani menyatakan perasaan pada Damian artinya siap berperang dengan Vrilla.

Sebelum mendapat penjelasan jelas dari Damian, kepala Vrilla ditoyor oleh Yuvi. "Lo juga sama, abis menghilangkan kepercayaan diri adik kelas."

Vrilla mendengus sambil mendelik malas.

"La, lo di tembak sama ade kelas?" kini Damian kepo, alarm peringatan tanda bahaya berbunyi.

Gadis itu tak bersemangat, "em, Lo sendiri?"

"Ya gue bilang sejujurnya kalo udah punya pacar. Kalo lo?"

"Ga usah peduli gimana gue ngomongnya. Yang jelas dia baik-baik aja. Dia ga akan mati cuman karena patah hati doang."

Yuvi menahan Damian untuk berkata lagi. "Gue tau, Vrilla bilang gimana." Vrilla melirik malas, Yuvi berniat memperagakan apa yang Vrilla lakukan tadi. "Ekhem, ekhem. Heh lo punya kaca ga?! Kalo punya ngaca sonoh! Cocok ga muka lo sama gue!" Yuvi memperagakannya penuh pengkhayatan. "Begitu, Damian. Sekian."

Damian terkekeh melihat Yuvi lalu beralih pada Vrilla yang mengaga. "Lo ngikutin gue ya?" tuduh Vrilla.

"Mana ada? Gue dari tadi disini sama Reno. tanya aja dia." Sangkal Yuvi cepat.

"Iyah, dia temenin gue main ML dua ronde." bela Reno.

Mereka sekongkol, Vrilla tau itu. "Terus kenapa lo bisa tau?"

Yuvi menyentil dahi Vrilla. "Lo itu orang yang mudah ditebak! Ya ga, Damian?"

Damian berusaha menahan tawa lalu mengangguk seadanya. Vrilla menggembungkan pipi sambil mengusap dahinya perih. Sakit disentil seenaknya oleh Yuvi.

Damian tidak bisa menahan kegemasannya pada Vrilla. Ia maju untuk meraih kedua pipi gadisnya lalu menariknya tak berperasaan. Bodo amat, siapa suruh Vrilla begitu menggemaskan. Damian jadi tidak bisa mengontrol diri.

"Terus aja mesra! Kapan makannya nih?" Reno nyatanya sirik.

"Sirik!" kecaman Vrilla begitu menusuk.

"Makanya cari pacar biar ga membusuk, biar hati lo ga lumutan!" kata-kata Vrilla terasa seperti pisau yang menghujani jantung karena itu benar. Begitulah mirisnya jomblo berdeketan dengan orang yang pacaran, selalu ditindas.

"Oke!" Reno geram. "Gue bakal cari pacar secepatnya."

"Hati-hati sama hati, salah letak bisa retak." Damian mengingatkan dengan cengiran kuda.

"Lo nih, ke makan aja omongan Vrilla. Ga usah buru-buru, biarin jalan seperti air. Tuhan punya cerita indah, karena Tuhan sang pencipta segalanya, termasuk skenario terbaik untuk kita." sambung Yuvi bangga.

Apa yang Reno ucapkaan selalu saja salah, jika begini dia tidak akan bicara lagi.

Disatu sisi, kekehan Vrilla menyulut kekesalan Reno kian melambung. Sayangnya Reno tidak bisa berbuat apa-apa karena ada Damian disana. Bukan ia takut, tapi menghargai Damian lebih baik.

Damian hanya memerhatikan Vrilla. Sejak tadi gadis itu mulai terhibur akan kekesalan Reno. Senyum gadis itu manis, selalu meluluhkan. Kini Damian tidak lagi khawatir, meski semua orang menyatakan perasaan pada gadisnya, ia akan tetap tenang karena ia percaya.

Iris mata mereka bersinggungan. Vrilla langsung menatap Damian penuh. "Gue colok mata lo, kalo lo liatin gue kaya gitu terus."

"Nanti kalo gue liat cewe lain lo cemburu lagi."

Vrilla menyembunyikan rona wajahnya dengan menangkup kedua pipi lalu tersenyum. "Ya udah puasin aja lo liat muka gue."

Damian terkekeh, "senyum lo itu loh, La. Ngejebak gue semakin jatuh."

"Asal jatuh cinta aja, bukan 'jatuh' karena cinta. Sakit."

"Yuvi, kita cari meja lain, yuk? Mata gue perih, telinga gue panas." Reno memotong drama barusan.

Yuvi tersenyum sembari menepuk-nepuk puncak kepala Reno. "Sabar."

Damian dan Vrilla tertawa, cukup puas atas kekesalan Reno. Ralat! Vrilla malah puas sekali, terhitung sebagai balas dendam karena Reno sering menindasnya.

"Lo mau makan apa, La?" akhirnya ada topik umum di meja mereka.

Vrilla mengetuk-ngetuk dagunya sambil menatap menu melayang di atas kios warung. Mode berpikir Vrilla begitulah. "Gue mau-"

"Batagor-" potong Damian dan ternyata ucapannya juga di potong.

"So tau!"

"Bukan, maksud gue, batagor ngingetin kita pertama kali makan bareng."

Yuvi dan Reno menahan tawa namun tak berhasil. Vrilla jengkel, ia menarik tisu lalu melemparkannya pada Damian yang juga tidak bisa menahan tawanya. Sialan! Dia jadi bahan penindasan.

Liat aja Vrilla bisa balas nanti.

***

Jangan lupa memberikan apresiasi kecil. Terima kasih 👋
.
.
.

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang