Apology | 31

1.9K 170 0
                                    

Bahu Ginan turun, wajahnya tidak lagi menunjukan kemurkaan namun kebingungan. Ia seakan melayang diangan-angan rasa bersalah. Cengkramannya pada kerah baju Damian perlahan melonggar. "Kakak Damian? Adik Kyara?" lirihnya.

Kedua bola mata coklat terang itu membulat melirik Damian lalu beralih pada Kyara. "Adiknya kak Levi?"

Damian yang sedang mengusap pipinya langsung menoleh. Dasar bodoh! Disaat begini, Damian masih bisa tersenyum memandang Ginan. "Kakak jadi kenal kakak laki-laki saya?"

"Maaf kak Kyara, ini cuman salah paham. Maaf Damian." Mohon Vrilla. Ia benar-benar gelisah.

"Ma-" Kalimat Ginan dipotong.

"Udah ngerti kesalahan lo?" Terdengar begitu dingin tanpa pengeksrepsian. Ginan mengerti akan kebencian Kyara bahkan bisa di bilang bertambah. "Damian kita pulang." ajak Kyara tanpa menunggu persetujuan.

Damian menoleh langsung. "Eh? Makannya belum dateng."

"Udah dibayar." Jawab Kyara lempeng tanpa menoleh. Ia mulai melangkah tanpa memerdulikan panggilan Ginan.

Damian melirik kak Ginan lalu Vrilla. "Maaf yah, kak Ginan. Saya permisi dulu." Ia beralih pada Vrilla. "Hati-hati dijalan pulang, La." lalu ia bergegas pergi meninggalkan sepasang adik kakak tersebut.

Vrilla memijat dahinya frustasi. Ia menyandarkan kepala pada bahu Ginan. "Kakak ini, malah bikin masalah aja." Ia tidak bisa bayangkan sebenci apa Kyara nanti pada Ginan. Semoga Kyara tidak menentang hubungannya dan Damian.

"Tunggu dulu, kak. Kakak tadi tau kakak laki-laki Damian. Kakak kenal keluarganya?"

Ginan melirik Vrilla. Tatapannya begitu menyedihkan mengandung luka. "La, lo tau. Gue pernah bilang sedang menunggu seseorang." ia menghela nafas berat menatap punggung Kyara yang mulai menghilang. "Kyara orangnya."

***

"Kak, tunggu!" Meski sudah beberapa kali ia menyuarakan nama dan permohonan untuk menunggu, Kyara tetap melangkah tanpa berniat untuk berhenti.

Berterima kasihlah pada kaki panjangnya karena Damian berhasil mengejar Kyara lalu menghadangnya. "Kak, tunggu."

Kedua kaki dibalut weegles biru tua itu berhenti melangkah. Ia mendongak untuk membalas tatapan Damian. "Kenapa?"

"Kenapa kakak pergi gitu aja? Ga dengerin permintaan maaf, kak Ginan?"

Kyara mengepalkan jari saat manik matanya menemukan luka lebam di pipi lawan bicaranya. Disanalah Kyara tau seberapa murkanya Ginan dibakar api kecemburuan. Ia benar-benar murka atas tingkah bodoh Ginan barusan, tapi disudut hatinya yang terdalam, ia merasakan kesenangan berujung kepedihan.

Kyara mengalihkan mata pada jalanan, tidak ingin menjawab. Lebih tepatnya tidak punya kata untuk menjawab. Ia selalu sepengecut ini jika bertemu Ginan. Pergi adalah caranya menghindari rasa sakit yang selama ini terkunci rapat dalam hatinya.

Damian memegang kedua bahu Kyara. "Gue juga marah."

Kyara balas menatap Damian kembali. "Padahal gue ga salah apa-apa tapi dipukul. Harga diri gue barusan di pertaruhkan. Tapi Vrilla datang menjelaskan, bahwa ini sebuah kesalah pahaman."

"Terus? Maksud lo? Gue marah karena dia?"

Damian menautkan alis. Ternyata ia masih belum mengerti jalan pikiran kakaknya sendiri. Jika ia tidak marah lalu kenapa ia pergi begitu saja?

"Gue cuman di hina. Lo yang kenal pukul. Gue ga ada hak buat marah." Jujur saja Damian tidak mengerti jalan pikiran kakaknya ini. Dihina? Tidak marah?

Apology [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang