vierundzwanzig

6.5K 835 65
                                    

Sang waktu selalu berhasil membawa luka begitu saja. Musnah ke dasar ingatan dengan mudah. Klan kembali seperti semula, walau sang pemimpin harus berdiam di ruang rawat selama waktu yang telah ditentukan. Mereka yang masih belum melupakan, memilih untuk berkonsultasi pada ahli di bidang kesehatan mental. Hari berlalu tanpa arti dan rasa, mungkin masih berkabung atau beradaptasi dari suatu masalah besar yang hampir memusnahkan mereka.

Ketika Donghyuck tersadar, anak itu tak menemui seorangpun di sekitarnya. Hanya jam dinding yang ketukan detiknya konstan, serta lambaian sinar mentari yang menembus dari jendela besar di sebelah kanan. Hal pertama yang terlintas dari benaknya adalah semua orang telah meninggalkannya. Memori putus-putus ditelan ingatannya, menciptakan rasa sakit di kepala. Ia hendak berteriak, tetapi tidak bisa, entah apa yang memblokir lidahnya untuk berucap.

Keadaan sekitar berputar bersama memori yang terpotong, ada jeritan kencang di benaknya yang bercampur dengan tangis nan pilu. Dalam situasi seperti ini, memori yang menyiksanya datang menghujam tanpa permisi. Tentangnya yang hampir mati disandera, hampir hancur karena sempat dipilih untuk melampiaskan nafsu, ia merepotkan semuanya.

Air mata bergulir dari matanya yang meredup, lagi-lagi menangis tanpa suara seperti biasa. Ia telah merepotkan semuanya, karenanya semua menjadi kacau, semua harus menanggung imbasnya. Suara dalam benak kini menertawakannya, menunjuk-nunjuk dirinya sebagai orang bodoh tak tahu diuntung yang selalu merepotkan orang lain. Rasa benci akan diri sendiri melilit jiwa.

"Donghyuck?" Suara teduh seorang wanita mengalihkan atensinya. Lantas menengok ke sumber suara di daun pintu. Netranya berhasil menangkap sosok ibu dari Mark, wanita itu berdiri di sana dengan senyum tipis menawan. Ia berjalan mendekat, sementara Donghyuck belum mau melepas kontak mata yang telah tercipta. Ditatapnya mom lamat-lamat dengan tangis sunyi yang masih berlanjut.

"Ada yang sakit, sayang?" Mom bertanya khawatir, dengan segera mengusap jejak air mata di kedua pipi. Donghyuck menggeleng lemah, menepikan rasa sajit yang mencengkram kepalanya. Selebihnya tak ada bagian tubuhnya yang sakit. "Jangan menangis, semuanya akan baik-baik saja," mom berujar lembut. Lengannya mendekap tubuh anak itu dengan penuh kasih sayang.

"Mark hyung," Donghyuck berucap lirih dan terdengar seperti bisikan. Nama itu terucap begitu saja, mungkin rindu telah membawanya hanyut. Hati wanita itu seperti diremas, terasa sudah letak sakit yang anak ini rasakan. Ia memilih untuk tidak lagi menangis, ia tak boleh menangis di depan Donghyuck. Mom hanya tersenyum tipis, tidak berkata apapun.

"Na? Sudah bangun?" Suara serak nan dalam itu terdengar di dalam kamar apartemen. Suara itu bersumber dari Jeno yang kini mengambil langkah mendekat. Matanya membengkak karena meladeni tangis yang membuncah sepanjang malam. Jeno menatap Jaemin dengan mata lesu dan berkaca sisa kemarin malam. Ia terjaga untuk Jaemin, tak dapat tertidur karena gelisah dan takut.

"Jen.." Pria manis yang masih tergeletak malang di atas ranjangnya merintih perih. Nyeri masih mendiami tubuh, terlebih bagian dimana bedebah itu memaksa masuk. Jeno sudah mengobatinya secara penuh, dokter turut membantu mensterilkan sisa-sisa pemerkosaan. Semua sudah dilakukan, tetapi Jeno masih merasa bersalah dan gagal mutlak. Jaemin meraih tangan pria jangkung itu perlahan, membawanya ke dalam genggaman.

"Maaf, maaf aku gagal. Aku salah. Aku bukan lelaki baik yang bisa menjagamu. Aku ingkar janji. Aku payah. Aku tak berguna. Aku-" Jeno berucap cepat, terpotong karena tangisnya menginterupsi. Jaemin menatapnya sedih, ia benci akan semua kalimat yang keluar dari mulut Jeno tadi. Ini bukanlah salahnya, ia bahkan telah melakukan semua, lebih dari yang Jaemin butuhkan sekarang.

Sol y Luna ☆ markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang