zweiunddreißig

6.4K 777 120
                                    

"Kalau ayahmu membencimu karena ia berasumsi bahwa kamu telah membunuh ibumu, dad tidak seperti itu. Awalnya kukira dia memang ayah yang baik dan tegas seperti umumnya. Tapi aku mulai menyadari kalau dad sebenarnya membenciku karena hampir membunuh mom saat melahirkanku." Mark berujar sembari menatap Donghyuck lamat. Keduanya terduduk di pojok ruang olahraga.

"Seperti yang kau tahu, aku adalah keturunan murni yang berpotensi membunuh mom enam puluh lima persen saat melahirkan. Aku memang merepotkan sejak awal, tidak tahu diuntung seperti apa yang dad katakan." Pria jangkung itu melanjutkan penjelasannya sembari mengusap kasar mukanya. Sementara Donghyuck yang duduk di sampingnya tidak melepas pelukan erat.

"Dad mulai berani menunjukkan sisi lain ini dua tahun lalu. Awalnya hanya masalah sepele yang kukira sebatas perilaku sang ayah pada anaknya yang beranjak dewasa. Ia mulai membebaniku dengan pekerjaan kantor yang belum menjadi bidangku. Awalnya aku tidak masalah, sampai dad benar-benar menyerahkan tugasnya dan tugasku bersamaan." Mark berucap sambil bermain dengan surai-surai rambut yang lembut milik Donghyuck.

"Dia tidak mengerjakan tugas apapun sekarang karena seluruh tugasnya dibebankan padaku. Itu mendorongku menuju limit, aku kehilangan jam tidur dan mulai depresi ringan. Rokok, kafein, dan alkohol mulai meraja lela karena beban pekerjaan." Kecewa tergambar jelas dalam setiap lekuk kalimat yang Mark ucapkan. Donghyuck bahkan bisa mengetahui seberapa besar rasa kecewa yang tertoreh di hatinya.

"Bisa kukatakan kalau Jaemin sempat mengambil peran penting di hidupku. Aku berhenti mengonsumsi alkohol dan mengurangi puntung rokok yang kuhisap tiap harinya. Saat itu, aku kira aku akan bahagia selamanya. Beban sempat terasa ringan, semuanya baik, walaupun dad sempat meragukan hubungan kami."

"Tapi hidup memang senang mengujiku. Jaemin berkhianat dan masalah lain yang jauh lebih besar menimpaku. Aku hampir kehilangan kamu dan Jaemin, itu membuatku tambah gila." Mark berujar lirih, ciuman singkat disematkan pada pucuk kepala sang kekasih.

"Ketika semuanya mulai membaik. Aku memilikimu, Jaemin jatuh ke tangan yang terpercaya, dan kisah kita baru saja dimulai. Dad kembali pada sisi ini, ia memarahiku karena bersetubuh denganmu sebelum menandai. Dad marah karena aku melanggar perkataannya. Dad tidak mau berhenti ikut campur. Aku ini.."

"Dikendalikan." Mark mengakhiri dengan pahit. Donghyuck yang mendengar semuanya hanya terdiam. Bisu telah mengambil alih sementara, tak menahu tentang apapun. Ia ingin membantu, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Ini masalah yang tidak pernah ia jumpai, terasa asing dan di luar kendalinya. Pria mungil itu hanya sanggup memeluk kekasihnya erat, berharap itu akan menenangkannya.

"Naa? Nana?" Suara Jeno menggema dalam ruang apartemen yang sunyi. Tungkai jenjang milik pria bermarga Lee itu berjalan masuk dengan buket mawar merah segar. Alis tebalnya mengernyit karena sang kekasih bermarga Na itu biasa membukakan pintu apartemen untuknya. Jeno menebar pandang pada setiap penjuru ruang yang hening. Muncul rasa tak enak yang tiba-tiba menyelimuti hati.

"Na, jangan bercanda seperti ini. Ayo keluar," Jeno berucap diiringi tawa kecil. Ia berusaha berpikir bahwa kekasihnya hanya sedang bermain hide and seek atau sekedar jahil. Langkahnya membelah ruang, berjalan menuju kamar mereka, dapur, dan balkon. Semuanya tak membuahkan hasil, Jaemin hilang atau mungkin sedang berada di kamar mandi.

"Nana? Apakah kamu di kamar mandi, sayang?" Jeno bertanya di depan pintu. Mengetuk beberapa kali dengan hasil nihil, tak ada suara yang membalas. Tangannya meremas ujung buket dengan gusar, rasa aneh itu kembali muncul dan membuatnya panik. Jeno berusaha keras mengusir hal buruk, tetapi rasa itu tak kunjung pergi. Ia beranikan untuk memutar knop pintu perlahan, dalam hati berdoa bahwa Jaemin ada di sana.

Sol y Luna ☆ markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang