zwölf

6.6K 928 145
                                    

"Sudahlah, Na. Tidak ada gunanya menangisi pria berengsek yang kau sebut kekasih itu," Azel berkata. Tubuh bagian atasnya tidak terbalut kaus, telanjang dada, menampakkan kotak-kotak halus pada abs itu. Jemarinya dirematkan pada gagangan gelas berisi kopi hitam panas, asapnya mengebul di udara, memenuhi kamar ini dengan bau kopi yang kuat.

Jaemin tidak mengatakan apapun, ia masih menenggelamkan mukanya pada lipatan tangan. Sesekali terdengar isakan tangis yang pilu, membuat euforia yang berat di sekitar mereka. "Lagi pula apa yang kau harapkan darinya? Tidak ada Jaemin, tidak ada! Ia bahkan menolak untuk menandaimu, ia menolak kehadiranmu secara penuh!" Azel berseru kesal, seruannya menggema dalam kamar.

"Kenapa kamu tidak pernah menghargai kehadiranku, Na?" Azel bertanya rendah, ada sirat kesedihan terlukis di air mukanya. "Kenapa kamu tidak pernah menyadari segala hal baik yang aku lakukan untukmu?" Azel bertanya lagi, tetap tidak mendapatkan jawaban dari Jaemin yang memilih untuk bungkam. "Na? Aku bertanya, tolong jawab aku," Azel berkata. Tangannya menggenggam lengan Jaemin, menuntut jawaban.

"Aku belum.. belum bisa, Azel," Jaemin membalas terbata-bata. Dadanya sesak, penuh dengan rasa pahit. Memorinya memutar film-film lama tentang indahnya hubungan mereka dahulu. Berselingkuh memang menjadi pilihannya saat itu, Jaemin mencari sesuatu yang tak dapat ia gapai dari Mark. Melampiaskan nafsunya yang tak dapat diredam oleh Mark.

Jaemin kurang ajar. Ia juga merutukinya seperti itu, menyalahkan egonya yang mudah tersulut dengan hal-hal menggoda. Seharusnya ia bersyukur telah memiliki seorang Mark Lee dalam hidupnya. Semua orang berdoa untuk menjadi jodoh pria itu dan Tuhan dengan mudahnya memberikan kesempatan emas pada Jaemin. Kesempatan yang ia sia-siakan secara mentah. Menyadarkannya tentang rasa bersyukur yang tak tertanam dalam hati Jaemin.

"Cintamu terlalu buta sampai sulit untukmu menyadari bahwa Mark tak pernah menginginkanmu seutuhnya."

Kalimat itu meluncur dari mulut Azel, membuat Jaemin terkesiap karena ada rasa menusuk yang tiba-tiba memahat hatinya. Di lain sisi, Azel selalu berhasil meyakinkannya bahwa Mark tak pernah mencintai pria itu seutuhnya. Hal itu yang membuat Jaemin memercayainya, mengiyakan semua tawaran Azel tanpa berpikir dua kali.

"Buktikan semuanya padaku, Jung Xazel," Jaemin akhirnya berkata. Manik matanya kini bertabrakan dengan manik kelabu mengkilat milik Azel. Azel menyeringai buas, tangan dinginnya mendorong tubuh itu ke ranjang. Menguncinya dengan tubuh, mendominasi, dan membuat Jaemin lupa akan cinta buta.

Malam berlalu cepat, kedua anak Adam itu tidak peduli. Mereka melampiaskan hormon yang meletup, berbagi kenikmatan nan fana. Azel menguasai Jaemin dengan mudah, menautkan tubuh mereka dengan bercinta. Jaemin mabuk oleh feromon Azel saat bercinta, begitu kuat dan membuatnya lupa akan segala. Benaknya hanya dipenuhi oleh Azel, tak ada yang lain.

Mereka menutup malam dengan berbagi cairan kelamin. Azel menembus Jaemin dengan benihnya, sementara pria submisif itu mengotori perut Azel dengan cairannya.

"Kau yakin bisa melanjutkan shift hari ini, Donghyuck? Jangan memaksakan dirimu jika tidak kuat, aku yang akan menggantikanmu," Renjun berucap, ia memegang pundak kanan Donghyuck. Pria mungil itu tampak begitu lesu sedari tadi, matanya cekung menggelap di kantong bawah, jelas-jelas ia kekurangan tidur. Bibirnya seputih kulit, pucat bukan main. Membuat Renjun khawatir, ia takut Donghyuck pingsan.

"Tidak. Tidak apa-apa, Renjun. Lanjutkan saja kerjamu," Donghyuck membalas, memakasakan senyuman tipis di bibirnya. Ia menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya sedari tadi. Kalau saja ia boleh tidak bekerja hari ini, mungkin dia sudah memilih untuk beristirahat. Donghyuck menangis semalaman penuh setelah Mark mengusirnya paksa. Donghyuck juga meninggalkan makan malam kemarin dan sarapannya tadi pagi.

Sol y Luna ☆ markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang