"Kapan kamu akan menikahi Donghyuck? Aku benci mencium bau manis dari tubuhnya yang bercampur aduk dengan feromonmu. Aku benci aroma itu karena tak ada status resmi yang mengikat." Dad berujar di ruang keluarga. Pukul dua belas malam, sang ibu dan kekasih sudah terlelap. Rumah besar ini bersisa dua alpha yang belum termakan kantuk. Mark menatap kosong ke arah dinding di depan yang berlapis cat krem. Membiarkan atmosfer hening, hanya dentingan detik jarum jam mengisi sesekali.
"Aku tidak tahu. Kami masih terlalu muda untuk hal seperti itu." Mark membalas dengan nada datar. Atensinya belum teralihkan, masing termangu menatap dinding yang bahkan tidak bermakna. Pikirannya melayang ke antah berantah, hilang bersama kepingan memori terselip. Ia ingin segera kembali ke kamar, menemani sang kekasih yang pasti kedinginan. München dengan derajat suhu yang rendah, tidak berteman baik dengan Donghyuck.
Mereka sampai tadi pagi, sesuai janji Mark pada sang ibu. Mereka kembali dua hari setelah menerima telepon. Menetap di München bukanlah hal yang buruk, lelaki jangkung itu justru menyukai ini karena kenangan manis yang tersimpan. Semua kepingan hati ia titipkan pada tempat-tempat spesial, di mana hati Mark kecil berlabuh. Hampir semua tempat itu telah dikunjungi Mark dan Donghyuck. Ia ingin berbagi hati, menenun cerita baru yang abadi.
"Mark, putraku. Soal yang waktu itu, aku minta maaf."
Kini Mark sepenuhnya menoleh ke arah sang ayah. Menatapnya dengan netra tak percaya. Sungguh, dad meminta maaf atas kesalahannya? Suatu hal langka yang mungkin baru terjadi satu atau dua kali selama Mark hidup. Semua kalimat pedas yang sempat terlontarkan dan disimpan hatinya yanh tercabik. Semua perilaku kasar yang hampir melukai fisik, maupun psikisnya. Ketika semuanya sudah terjadi, sang ayah baru ingin meminta maaf?
"Tak apa jika kamu enggan memaafkanku. Aku menegerti, kamu pasti kecewa. Tetapi ketahuilah, Mark. Kamu adalah satu-satunya putraku, sulit rasanya melepaskanmu begitu saja dengan jalan hidupmu. Aku masih mau mengurusmu, mengaturmu, karena aku khawatir. Aku takut kamu memilih jalan yang salah." Dad melanjutkan perkataanya dengan nada yang merendah. Seperti menahan suatu rasa di pangkal tenggorokan. Mark tertegun beberapa saat, sebelum kembali tersadar akan semua keburukannya.
"Dad tidak pernah tahu, bagaimana sulitnya aku mempertimbangkan semua jalan yang ingin kutempuh. Seharusnya kamu mendukung dan membimbingku, bukan seperti ini. Malamku suntuk penuh alkohol, nikotin, dan depresan. Itu semua karena aku tidak mengertimu." Mark membalas disusuli dengusan remeh. Ketika anaknya sudah berhasil ditarik kembali dari jurang, dad kembali mengungkit, membuka luka lama.
"Saat kamu mengatakan bahwa aku merepotkan. Aku benar-benar kehilangan alasan untuk hidup. Aku pikir, sejak detik pertamaku di bumi, kamu sudah tidak menginginkan eksistensiku." Mark kembali buka suara, kini suaranya bergetar. Luka terburuk yang kembali dibuka berefek samping besar padanya. Ia benci saat mendapati dirinya menangis lagi.
"Karena ucapanmu. Aku jadi berpikir dua kali. Aku takut Donghyuck membawa keturunan murni yang merepotkan seperti katamu. Aku tidak mau membenci anakku nanti, tetapi aku juga tidak mau kehilangan Donghyuck. Aku hampir gila, dad." Mark mengucapkan seluruh isi hatinya malam ini. Membuka lebar semua luka yang selama ini ia sembunyikan. Menampakkan kelemahan dari Mark Lee yang tampak tak bercela.
"Maaf." Itu kalimat terakhir yang ayahnya ucapakan sebelum bangkit dari sofa. Meninggalkan Mark yang masih termenung di remangnya ruang. Netra cokelat muda itu mengikuti tubuh sang ayah masuk ke kamarnya. Usakan kasar pada surai rambut kembali diberikan oleh Mark yang kebingungan setengah mati. Ia memilih untuk menyisihkan masalah pribadinya, lebih memilih untuk kembali pada pelukan kekasih.
☆
"Kami akan bertunangan hari ini. Aku sudah memesan Schwarz & Weiz untuk satu malam penuh." Mark tiba-tiba berujar, tanpa angin dan hujan. Begitu tiba-tiba sampai membuat mom tersedak oleh susu cokelatnya. Dad menatapnya tak percaya, matanya terbuka lebar. Mark seperti tanpa beban saat mengatakan itu, spontan dan membuat seisi meja makan tersentak. Beruntung Donghyuck masih tertidur pulas di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sol y Luna ☆ markhyuck
Fanfic"Kamu adalah matahari, Donghyuck." Pria mungil itu tersenyum, matanya terbenam karena lipatan pipi yang tercipta dari sebuah senyuman. "Wahai matahari kecilku, maukah kamu menikahi sang rembulan?" - story by vy ♡ #1 markchan - 8 April 2019 ⚠️ omegav...