"Grandma, Guten Abend." Mom berujar setelah melihat ibunya yang sudah menginjak angka tujuh puluh itu membukakan pintu. Wanita tua itu tersenyum hangat, melempar pandangannya pada keluarga Mark. Ia tampak sangat senang ketika melihat cucu pertamanya hadir setelah sekian lama. Biasanya Mark memang enggan pulang ke kampung halaman sang ibu.
"Wer ist das?" Grandma bertanya dengan aksen yang sama kentalnya dengan milik mom. Ia menunjuk tubuh Donghyuck yang berdiri canggung di samping Mark. Gugup bukan main karena tidak mengerti bahasa yang baru saja diucapkan. Dia hanya tahu cara mengucapkan beberapa angka, itupun tak banyak. Mark di sampingnya tertawa kecil, merasa berhasil mengerjai anak itu.
"Das ist Donghyuck. Ayo sayang, bukankah Mark sudah mengajarkanmu sedikit bahasa Jerman?" Mom berujar dengan senyum yang tak luput dari wajah cantiknya. Ia menatap Donghyuck, percaya bahwa anak itu bisa setidaknya sedikit saja pengenalan diri dalam bahasa Jerman. Anak itu hanya menunduk, kemudian menengok ke arah Mark yang masih terkekeh.
"Ich.. heiße Donghyuck." Donghyuck berujar dengan terbata-bata. Perkataan itu sukses membuat dua wanita di depannya tersenyum senang. Gemas dengan caranya berbicara yang mirip dengan anak taman kanak-kanak. Pria mungil itu hanya tersenyum tipis, menahan malu. Mark yang melihat itu langsung berinisiatif untuk membisikkan sesuatu.
"Katakan Ich bin, lalu sebutkan umurmu dalam bahasa Jerman. Jangan lupa ucapkan Jahre alt di akhirnya." Mark berbisik langsung ke telinga Donghyuck. Setidaknya ia bisa menunjukkan ke ibunya bahwa Donghyuck telah mengenal cara membaca angka.
"Ich bin achtzehn-," Donghyuck lupa dua kata terakhir yang harus ia sebutkan untuk melengkapi kalimat. Matanya langsung tertuju ke Mark, sengaja ia menyenggol lengan pria jangkung itu untuk segera membantunya.
"Jahre alt. Mom, he is not good in Deutsch. You should teach him," Mark berujar pada sang ibu. Sementara Donghyuck menahan malu dibalik bahunya. Awas saja, nanti pasti Donghyuck akan menjahili Mark sampai dia kesal. Ini baru awal dan pria kelahiran Vancouver itu sudah mulai mempermalukannya di depan tiga orang tua.
"Nein, he is good. You should teach him more!" Mom akhirnya menutup perdebatan dengan menarik koper ke dalam. Grandma hanya tertawa melihat tingkah laku cucunya itu. Ada rasa rindu akan mereka yang akhirnya terbayar habis. Terlebih saat dirinya mendapati kehadiran Donghyuck yang ia yakini adalah kekasih Mark. Ia manis dan tingkah lakunya menggemaskan. Mereka masuk ke kamar yang telah disediakan, merapikan barang yang diperlukan untuk menetap sementara.
☆
"Aku bisa berbahasa Jerman, tahu! Hyung jangan meremehkanku ya!" Donghyuck berujar kesal, ia mengerucutkan bibirnya. Masih tidak terima karena Mark telah menjelekkan nama baiknya di depan sang nenek. Pria jangkung itu hanya mengangkat bahu, malas meladeni dan melanjutkan aktivitas memindahkan pakaian ke lemari. Donghyuck kembali meracau tidak jelas, kebiasaan lain saat dirinya tidak dihiraukan.
Mark yang melihat itu akhirnya mengalah, ia berjalan mendekati Donghyuck yang masih meracau tentang acara televisi yang tidak memiliki subtitle. Pria jangkung itu memilih untuk menekuk satu lututnya di depan Donghyuck agar tinggi mereka seimbang. Donghyuck ingin perhatiannya, bukan? Hal itu membuat pria mungil yang sedang duduk di pinggir kasur terbingung-bingung. "Minggir, hyung. Aku mau menonton televisi."
Tangan dingin sang dominan tiba-tiba mendorong bahu Donghyuck ke belakang. Membuat bahu sempit itu tergeletak di atas kasur berseprai putih. Panik bukan main karena ia mengira bahwa ucapannya tadi membuat Mark geram. Ia hendak mengucapkan maaf, tetapi pergerakan bibirnya dipotong oleh ciuman yang kembali dihantarkan Mark. Lumatan bibir tercipta acak, Donghyuck masih belum bisa menyeimbangi tempo bermain Mark. Jujur, ciuman yang kali ini berbeda karena sang dominan seperti menuntut hal yang lebih darinya.
"Hyung, sebentar! Ah!" Donghyuck berujar di sela-sela cumbu. Membuat Mark berdecak kesal dan menarik dagu si mungil untuk tidak memutuskan ciuman. Ia ingin lebih. Gigitan-gigitan pada bibir bawah mulai diberanikan, lidah digunakan dengan lihai. Ini membuat benak submisif meledak karena tak pernah mendapatkan ciuman seperti ini sebelumnya. Feromon itu muncul lagi setelah tadi sempat memudar, mulai merasuki indra penciuman Donghyuck dan membuatnya tak nyaman.
Mark telah berhasil menindihnya dengan tubuh. Kepalanya mulai pusing karena sensasi baru yang membakar tubuhnya. Ciuman itu berhenti karena Donghyuck terlihat seperti kehabisan oksigen. Pria jangkung itu mendekatkan ujung hidungnya pada perpotongan leher dan bahu Donghyuck. Menghirup aroma manis yang menguar dari sana, entah kenapa aroma itu mulai meredakan api yang tadinya membakar tubuh.
"Fuck." Mark mengumpat saat sudah mendapatkan kesadarannya kembali. Pasti tadi alpha nya ikut andil dalam memajukan nafsu, membuat Donghyuck harus bermain di bawah tempo dan kukungannya. Ia menatap bibir si mungil yang memerah karena gigitan-gigitan tadi. Masih memburu napas dan saliva mereka bercampur aduk di bibir hingga dagu.
"Aku mandi. Jangan masuk sebelum aku selesai," Mark berujar dingin sembari bangkit dari kasur. Ia berjalan ke arah kamar mandi dengan feromon yang kembali menguat. Aroma itu sempat melemah tadi ketika Mark menghirup aroma tubuh Donghyuck. Badannya panas dan itu hampir membuat dirinya frustasi. Kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam kubik, cepat-cepat memutar keran shower, mengguyur badannya dengan air dingin. Berharap panas yang membakar itu sirna.
Sayangnya, air dingin itu tidak banyak membantu. Ia masih merasakan rasa terbakar itu meluas, Mark bahkan dibuat pusing dengan feromonnya yang semakin kuat. Pria jangkung itu bahkan membenturkan kepalanya ke dinding karena kehilangan kendali. Air dingin tak lagi membantu, tetapi Mark tetaplah Mark yang keras kepala. Ia tetap mengguyur badan itu, tak peduli sampai kapan.
-
"Hyung apakah sudah selesai? Ini sudah satu jam." Suara itu berhasil mengangetkan Mark di dalam. Ketukan pintu kamar mandi terdengar jelas. Donghyuck pasti ingin mandi karena sudah malam. Mark bahkan lupa waktu karena ia berpikir bahwa dirinya baru menghabiskan waktu lima belas menit di bawah kucuran air dingin. Tidak, Donghyuck tidak boleh masuk ketika dirinya seperti ini. Kalimat itu sulit diucapkan karena ada sesuatu yang menahan Mark untuk mengucap tidak.
"My turn now. You'll hurt yourself if you just do this." Alpha itu berujar di kepala Mark. Sang pemilik tubuh memberontak tak setuju, tetapi alpha itu lebih kuat. Ia mengambil alih tubuh Mark dalam hitungan detik, mengganti manik mata satu warna itu. Netra violet dan cokelat madu berkilat penuh nafsu terpajang. Langkahnya diambil menuju pintu kamar mandi, membukakan jalan masuk untuk manusia yang akan meredakan rasa terbakar ini.
"Hyung?" Donghyuck bertanya saat melihat tubuh menjulang itu di ambang pintu. Hidungnya hanya mendeteksi satu aroma kuat yang mendominasi seluruh jengkal ruang. Karena belum terbiasa dengan feromon sekuat ini, Donghyuck memilih untuk mundur. Tubuhnya bergetar menahan takut, diperparah dengan manik mata dua warna itu bersirobok dengan miliknya.
Ini bukan Mark hyung dan ia harus lari sekarang. Itu pesan Mark dulu.
"Jangan berlari, Liebling. Malam ini, kamu adalah milikku seutuhnya."
Apa-apaan ini? Pikirannya baru saja dibaca dengan mudah!
Catatan Penulis
Sumpah ya aku bingung. Aku sempet nulis kalau Mark gak bakal berhubungan tubuh sama seseorang sebelum ia menikahinya. I just want to keep it clean and gentle :( wdyt?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sol y Luna ☆ markhyuck
Fanfic"Kamu adalah matahari, Donghyuck." Pria mungil itu tersenyum, matanya terbenam karena lipatan pipi yang tercipta dari sebuah senyuman. "Wahai matahari kecilku, maukah kamu menikahi sang rembulan?" - story by vy ♡ #1 markchan - 8 April 2019 ⚠️ omegav...