•
•
•
•Jakarta
"Re, udah dimana?"
"Bentar-bentar. Aduh ribet banget nih Jakarta macet gak kelar-kelar," Rere berteriak, berusaha melawan suara deru kendaraan dan angin yang menerpanya. "Gue naik Gojek kok, sabar."
Ini sudah kesekian kalinya Rere dapat telepon dari Ceye namun posisinya masih jauh dari Gedung Keseinan Jakarta, tempat EastCape sudah menunggu. Ia juga tidak mau telat, tapi mau diapakan lagi? Pesawatnya dari Kuala Lumpur delay karena cuaca kurang mendukung, ditambah kemacetan Ibu Kota yang tak pernah ada matinya.
Ah, gila. Gara-gara macet ini Rere rela naik gojek dan membiarkan tubuhnya bau asap kendaraan. Padahal ia akan menemui orang-orang yang sangat penting untuk kelangsungan bandnya.
"Atau gak lo mulai duluan deh."
"Lah? Katanya lo ada rencana tambahan?"
"Ya, gampang. Sebelum rapat selesai gue pasti udah sampe. Pasti sempat buat diomongin."
"Yaudah, 10 menit lagi kita baru mulai."
"Hah? Sesepuh kita baru mulai?!" Lagi, Rere berteriak. Mungkin, abang Gojeknya juga sudah pengang mendengar teriakan cempreng keyboardist itu. "Emang sesepuh siapa yang dateng?!"
"SEPULUH, ANJING."
"ANJING? ASKA BAWA ANJINGNYA?"
Di tempatnya berada, Ceye berulang kali menyisir rambut hitamnya dengan jemari. Begini memang kalau ngobrol dengan orang yang sedang naik motor, jadi mendadak tuli.
"EMANG BOLEH RAPAT BAWA AN—" tut tut tut... Panggilan pun diputus secara sepihak oleh Ceye, membuat Rere menggerutu polos. "Kok bawa-bawa anjing deh berasa rapat bareng nenek moyangnya kali.."
Dibanding memikirkan hal tidak penting seperti itu, Rere kembali menikmati perjalanannya. Ya, walau helm yang dia gunakan selalu turun-turun entah karena kepalanya yang kekecilan atau helmnya yang sudah melar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramaturgy
Teen Fiction[ COMPLETE ] Menurut teori dramaturgi, kehidupan manusia tak ubahnya seperti panggung sandiwara. Mereka punya peran masing-masing untuk ditampilkan ke khalayak. Tak terkecuali dengan Kenzie. Dalam panggung sandiwaranya ia harus kembali berperan se...