[Author's POV]
Mark dan Aquinsha melanjutkan perjalanan mereka dengan senang karena perut mereka sudah terisi penuh.
Beberapa kali mereka menemui monster lebah, dan Mark menghabisi semuanya dengan tenang. Mereka juga melihat kereta kuda milik pedagang lewat, dan itu membuat mereka semakin bersemangat karena mungkin pelabuhan sudah dekat.
Aquinsha kembali bersenandung dan berjalan sambil melompat-lompat. Sedangkan Mark hanya berjalan santai sambil menikmati udara yang semakin sejuk, anginnya juga kencang.
Setelah 7 jam berjalan, mereka mulai bisa melihat akhir dari hutan ini, mengetahui penderitaan mereka akan segera berakhir Aquinsha melompat kegirangan. Mark juga senang karena ia sudah kembali lapar.
"Akhirnya!", Aquinsha berteriak dengan lantang ketika mereka sampai di gerbang yang sangat tinggi dan terlihat kokoh. Banyak orang yang mengantri untuk masuk ke dalam.
Mark bertanya kepada salah satu orang yang mengantri.
"Disini mengantri untuk masuk?", tanyanya kepada pria berkumis tebal dengan rambut hitam ikal.
"Iya, kalian harus menunjukkan data diri atau ijin meninggalkan Wilhelmina", jawab pria yang mungkin berumur 30 tahunan itu.
Mark terkejut. Mereka tidak memiliki ijin, sedangkan data diri Aquinsha tidak boleh tersebar.
"Apakah ada cara lain?", tanya Mark tiba-tiba.
"Maksudku... membayar?", bisik Mark kepada pria itu.
Pria itu lalu balas berbisik kepada Mark, "bagaimana kalau aku bantu? Bayar aku sebanyak 1 koin emas, aku akan mengenalkan kalian sebagai pegawaiku. Di daerah sini aku ini lumayan dikenal"
Mark yang mendengar tawaran itu langsung tersenyum dan menerima tawaran itu. Walaupun bayaran 1 koin emas itu sangat mahal, dan ia merasa tidak rela, hanya itu satu-satunya jalan.
"Ini 1 koin emas, tolong bawa kami masuk kedalam", Mark menyerahkan 1 koin emas kepada pria berkumis tebal itu.
"Baiklah nak, panggil aku Brian. Akan aku bantu kau dan pacarmu itu"
Mark yang mendengar kata 'pacar' sebenarnya sangat malu, namun karena sepertinya Aquinsha tidak mendengar, ya tidak ada masalah. Tidak perlu disangkal hahaha.
Setelah itu Mark dan Aquinsha berhasil masuk ke dalam kota, Kota Pelabuhan Wilhelmina, dan mereka berterimakasih kepada Brian.
Bangunan-bangunan di kota ini terlihat rapi dan tinggi. Di sepanjang jalan ada banyak penjual oleh-oleh, makanan, dan perlengkapan yang mungkin dibutuhkan para pedagang.
Kota ini sangat ramai, kebanyakan dari mereka membawa koper dan tas besar, juga banyak yang membawa dagangan sampai tasnya penuh.
Ini pertama kalinya Aquinsha dan Mark melihat kota yang begitu ramai, bahkan dari kota ini mereka dapat melihat laut. Dengan semangat Aquinsha berjalan menelusuri kota dan membeli beberapa barang yang sebenarnya tidak penting, seperti topi dan kalung.
Mark mengikuti Aquinsha dengan gemas, gadis yang ada di depannya itu benar-benar bersemangat seperti sudah lupa bahwa beberapa jam yang lalu mereka masih berkemah di hutan.
Mark menarik tangan Aquinsha ketika gadis itu hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. 'Seperti mengurus bayi', batin Mark.
"Jadi, mau menginap disini dulu? Atau langsung berangkat?", tanya Mark kepada Aquinsha.
"Di-disini dulu! Kita cari penginapan! Aku masih ingin berkeliling kota ini, kota ini sangat indah", jawab Aquinsha dengan raut wajah memohon. Mark menahan tawa sampai wajahnya memerah.
"Ba-baiklah hahaha"
Mark dan Aquinsha berjalan mencari penginapan yang tidak terlalu mahal, mereka juga membeli permen apel yang terkenal di kota ini.
"Bagaimana kalau disini?", tanya Mark menunjuk sebuah penginapan yang tidak terlalu besar tetapi terlihat bersih. Aquinsha mengangguk semangat.
Mereka masuk ke dalam penginapan dan membayar 1 kamar seharga 10 perak semalam, wajah Mark langsung terlihat lesu, karena uang sebanyak itu bisa dipakai untuk hidupnya selama 2 bulan.
Mereka menaiki tangga kecil, lalu masuk kedalam kamar nomor 5.
"Hah... apa aku yang terlalu miskin ya?", tanya Mark yang langsung duduk di sofa dengan lemas. Aquinsha tertawa kecil namun ia sembunyikan.
Penginapan yang mereka pilih kali ini lebih kecil daripada yang sebelumnya, walaupun lebih kecil tetapi tetap disediakan 2 single bed dan 1 kamar mandi. Dengan uang 10 koin perak, ini sudah termasuk kamar terbaik.
Aquinsha menata barang-barangnya dan segera mandi karena badannya sudah sangat gatal.
Mark berjalan ke arah jendela, ia meraba tirai yang tergantung.
'Ini bahan mahal', pikirnya.
Mark melihat keluar jendela dan mendapati suasana kota sangat ramai dan penuh lampu-lampu, kota ini memang cocok untuk berlibur. Ia kemudian segera berbaring di ranjangnya.
'Kalau aku tidak menerima tawaran Aquinsha, mungkin seumur hidup aku tidak akan merasakan petualangan seperti ini', pikir Mark.
'Ditambah menginap di penginapan mewah seperti ini...', lanjutnya.
Aquinsha sudah selesai mandi dan berganti pakaian, rambutnya masih basah karena ia baru saja selesai keramas.
Mark sudah tertidur dalam posisi tengkurap dan masih mengenakan pakaian lengkap dengan jubah, juga sepatu.
Aquinsha menghela napas, ia tahu Mark sangat lelah tetapi tetap saja pemandangan itu mengganggunya. Ia berjalan ke arah ranjang Mark dan menarik telinganya.
"Au auuuw sa-sakiiiitt! lepas! lepas aku sudah bangun!" Mark segera bangkit dan melirik Aquinsha kesal.
"Mandi sana, kamu kotor sekali", Aquinsha memerintah, tangannya menunjuk arah kamar mandi.
"Baik tuan putri", setelah menjawab Mark segera menghilang kedalam kamar mandi. Sedangkan Aquinsha yang merasa tenang sekarang mulai membaca novel drama yang ia beli di pusat kota tadi sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroes Of Avanire
AdventureMark Nicholson, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun yang tinggal sendirian di sebuah kos kecil dengan penghasilan 4 koin perak sebulan. Kedua orang tuanya meninggal ketika melindungi Mark kecil dari iblis yang menyerang kampung halamannya. Ia...