[Author's POV]
"Aquinsha!" Mark memanggil gadis bersurai pirang yang sekarang sedang duduk di lantai dengan buku-buku berserakan didekatnya itu.
Aquinsha menengok ke arah Mark dan melambaikan tangannya.
Mark mendekati Aquinsha dan duduk di depan gadis itu dengan lega.
"Kenapa wajahmu begitu?" tanya Aquinsha yang penasaran kepada Mark, wajah laki-laki didepannya itu terlihat sedikit pucat.
"Kurasa disini ada hantunya," jawab Mark sambil tertawa pelan.
"Hah? Ada-ada saja kamu," Aquinsha yang mendengar jawaban Mark ikut terkekeh.
Mark mengambil salah satu buku yang berserakan dilantai dan membukanya dengan penasaran.
"Buku apa ini?" tanya Mark.
Aquinsha melirik buku yang dipegang Mark dan duduk mendekati laki-laki muda itu.
"Tentang keberadaan ras selain manusia dan penyihir," jawab Aquinsha.
"Tetapi sepertinya, buku ini tidak lengkap." lanjut Aquinsha sambil mendesah pelan karena kecewa.
Mark membuka buku yg sedang dipegangnya dengan hati-hati dan membaca setiap huruf nya dengan teliti.
Aquinsha melirik laki-laki disampingnya yang sedang membaca dengan serius itu lalu tersenyum gemas.
'Dia bisa serius seperti itu ya, lucunya.'
Mark yang hanya fokus pada buku lama kelamaan membuat Aquinsha sedikit bosan.
Gadis bersurai pirang itu bangkit dan berjalan menelusuri rak-rak tinggi yang penuh dengan tanaman menjalar.
"Hmm... hmm.."
Aquinsha mengambil beberapa novel ringan kesukaannya, termasuk yang berjudul 'Mengapa Pangeran Memilihku?'
Wajah gadis itu berseri-seri ketika kembali duduk disebelah Mark dengan setumpuk buku-buku tipis yang diletakkannya dengan hati-hati di lantai.
Tanpa terasa kedua remaja itu sudah menghabiskan waktu 4 jam lamanya tenggelam dalam dunia buku, dan yang menyadari hal itu lebih dulu adalah Aquinsha.
"Aku merasa lapar, pasti ini sudah malam." Ucapnya tiba-tiba.
"Dan ras-ras lainnya menghilang.." Mark menutup buku tebal ditangannya dan wajahnya terlihat tidak puas.
"Sudah kubilang kan," Aquinsha yang langsung mengerti isi hati Mark menyahut.
"Aku merasa digantung, kamu tahu? Seperti diberi harapan palsu!" Mark meletakkan buku tebal itu dilantai dan mengacak-acak rambutnya kesal.
"Lupakan saja, aku belum pernah menemukan buku yang benar-benar berisi cerita tentang dunia ini SECARA LENGKAP, menurutku tidak akan pernah ada." Aquinsha merapikan buku-buku yang ada di lantai dan bangkit berdiri.
"Padahal sangat menarik..." Mark ikut berdiri dan membantu Aquinsha mengembalikan buku-buku ke raknya.
Aquinsha masih memerhatikan wajah kusut Mark dan perhatiannya teralihkan pada jepitan rambut bunga yang selalu dipakai laki-laki bersurai putih itu.
"Umm, Mark aku ingin bertanya sesuatu," Aquinsha memulai pertanyaannya.
Mark menengok ke arah Aquinsha dan mengangguk bingung.
"Kenapa kamu pakai jepit perempuan?" Aquinsha menunjuk jepit yang ada di bagian kiri kepala Mark.
"Oh, ini.. iya memang milik perempuan... yang sangat berharga untukku," jawab Mark dengan senyuman pahit.
Aquinsha melebarkan matanya dan segera menepuk pundak Mark pelan, "Ah.. dia pasti pa—"
"Ini milik ibuku."
Aquinsha terdiam beberapa saat dan bingung harus berkata apa, namun refleks ia malah tersenyum.
"Jadi begitu.. pasti ibumu senang ya, kau menjaga barangnya sepenuh hati." Aquinsha menepuk pundak Mark lalu kembali berjalan mendahului Mark.
Laki-laki bersurai putih itu diam beberapa saat namun setelah itu segera menyusul Aquinsha.
Kedua remaja itu berjalan melewati tangga yang pegangannya dipenuhi tanaman menjalar dan melihat beberapa kupu-kupu bersayap hitam bersinar terbang diantara rak-rak buku.
"Tempat ini terlalu seperti dongeng..."
Poca yang melihat Aquinsha dan Mark berjalan ditangga segera berlari mendekat.
"Kalian sudah selesai?"
Aquinsha mengangguk sambil tersenyum ramah, "ini sudah waktunya makan malam kurasa."
Poca balas tersenyum, "baiklah kalau begitu, aku pun juga harus mengurus anak nakal diatas tadi."
Sebelum keluar dari ruangan penuh fantasi ini Aquinsha berhenti sejenak. "Tuan Poca, mengapa cerita tentang punahnya ras lain tidak pernah— ah.. bukan, mengapa cerita tentang kebenaran di dunia ini... seperti di rahasiakan?"
Poca menatap Aquinsha beberapa saat lalu menggeleng pelan.
"Aku pun tidak tahu juga..."
Sesaat setelah melihat Poca menggeleng Aquinsha dan Mark langsung menunduk dan merasa kecewa.
"Tetapi," Poca melanjutkan kalimatnya.
Aquinsha dan Mark mengangkat kepala mereka,
"Kurasa kalian bisa menemui Trinipa, sang peneliti sekaligus penulis buku sejarah. Seorang wanita yang buas dan garang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroes Of Avanire
AdventureMark Nicholson, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun yang tinggal sendirian di sebuah kos kecil dengan penghasilan 4 koin perak sebulan. Kedua orang tuanya meninggal ketika melindungi Mark kecil dari iblis yang menyerang kampung halamannya. Ia...