[Author's POV]
Hembusan ingin pelan dari sela-sela lantai kayu terus menerpa Mark yang masih berdiam tanpa memulai apapun
Beberapa detik berlalu, dan Mark akhirnya mulai menengok ke kanan dan kirinya, ia menepuk-nepuk saku celananya dengan susah payah, karena tangannya harus menyusup kebawah tubuh Alban yang seperti raksasa
Mark menarik nafas panjang, ia merogoh saku celananya, lalu mengambil batu hitam yg kira-kira sebesar kepalan tangannya dengan cepat
"Kurasa aku harus bertaruh..." gumam Mark pelan, keringat dingin menetes dari dagunya, lalu ia tersenyum, namun alisnya menekuk, raut wajahnya terlihat khawatir namun juga bersemangat.
Laki-laki bersurai putih itu menarik sudut bibirnya ia menggenggam batu hitamnya dengan erat
"Kalau aku tidak salah ingat... Yoru pernah berkata padaku bahwa gas-gas milik assassin seperti ini itu mudah meledak,"
Mark menatap batu hitam ditangannya
"Dan batu ini... rencananya kubeli untuk membakar sate nanti malam, batu yang mudah sekali menimbulkan percikan api haha..."
"Jadi... jika gas beracun itu mudah meledak, maka batu ini dapat menjadi pemantiknya,"
"Dan jika gas itu meledak, maka bangunan ini akan meledak... dan lantai kayu ini pun akan meledak, semuanya meledak,"
Mark menghela nafas lagi, kali ini lebih panjang, ia mengigit bibir bawahnya, mencoba menghilangkan ketakutan di dalam hatinya
'Ini semua karena tubuh raksasa babi yang tidak membiarkanku kabur!'
Mark memeluk kaki besar Alban dengan erat, dan tangan kirinya masih menggenggam batu hitam itu
Ia menutup matanya perlahan, "daripada aku mati karena racun dan tidak melakukan apapun,"
"Lebih baik aku mempertaruhkan nyawaku pada harapan yang sangat kecil ini. Pada batu, pada tubuh babi raksasa, dan pada ruangan rahasia dibawahku."
Ctak!
Tangan kiri Mark memukul batu hitam itu ke lantai dengan kencang, dan percikan kecil muncul di ujung batu itu
Mark tersenyum kecut, dan sekali lagi ia kembali memukul batu itu dengan kencang ke lantai
Mark mendesah, setelah merasa percikan api itu masih belum cukup untuk menyulut gas beracun yang menyebar ini agar meledak
Mark memukul-mukulkan batu itu lagi ke lantai dengan kesal sampai memunculkan percikan api yang lumayan besar, membuat laki-laki itu melebarkan matanya terkejut
Mark masih memeluk kaki raksasa Alban dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya menggenggam batu hitam itu
"Kumohon..."
Sambil menggigit bibirnya, Mark menarik nafas panjang, ia memukulkan batu itu ke lantai sekali lagi dengan kencang
Dan dalam seketika ruangan itu dipenuhi cahaya menyilaukan, Mark menutup kelopak matanya dengan cepat, entah mengapa suara di sekitarnya semakin terasa sunyi
Mark membuka matanya perlahan ketika secara tiba-tiba suara ledakan terdengar
Ledakan itu sangat kencang dan tentu saja menghancurkan seluruh bagian butik tersebut, tangan kiri Mark sedikit terbakar, namun tubuhnya selamat karena ditindih Alban
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroes Of Avanire
MaceraMark Nicholson, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun yang tinggal sendirian di sebuah kos kecil dengan penghasilan 4 koin perak sebulan. Kedua orang tuanya meninggal ketika melindungi Mark kecil dari iblis yang menyerang kampung halamannya. Ia...