Di koridor sekolah, Keyla dan Citra berjalan menuju kelas, banyak pasang mata yang memandang mereka berdua dengan berdecak kagum. Menyayangkan Keyla dan Citra yang begitu cantik di mata mereka. Tidak hanya itu, mereka juga termasuk siswi berprestasi di sekolah tersebut. Lantas siapa yang tidak mengagumi mereka berdua terutama kaum adam? Namun hal itu tak digubris, mereka tetap berjalan tenang dan wajah datar. Saat mereka sampai di depan kelas XI IPA-1 tiba-tiba tangan Keyla ditarik hingga ia terjatuh ke lantai, siswa-siswi yang melihat terkejut. Keyla meringis. Kayla menatap Keyla dengan berang.
"Jijik gue sama lo. Sok kecantikan banget!" kata Kayla sinis.
"Maksud lo apa, Kay?" Tanya Keyla tak mengerti.
"Jangan pernah deketin Vano. Gak usah modus pake numpahin minuman di bajunya." Jelas Kayla. Kening Keyla berkerut.
"Gue gak suka lihat lo dekat dengan dia." Kayla menunjuk wajah Keyla.
"Gue nggak kenal sama dia. Jadi, bisa lo minggir dari pintu? Gue mau masuk." Jawab Keyla santai. Citra yang sedari tadi hanya menonton pun kini mulai menimbrung.
"Mak lampir, mending lo pergi. Ganggu orang aja. Bawa cecunguk lo mulung biar dapet duit buat beli kaca!" sinis Citra menunjuk ke arah dua orang yang selalu setia mendampingi Kayla. Merasa tersindir, kedua cewek itu membulatkan matanya dan memandang benci pada Citra.
"Lancang banget ya lo!" kata Kayla. Ingin rasanya menampar mulut Citra. Namun diurungkannya karena bel berbunyi. Pada akhirnya, Kayla pergi bersama dua orang dayangnya.
Melihat hal itu, Citra tertawa kecil dan melangkah menuju kursinya yang berada di depan Keyla. Keyla pun menelungkupkan kepalanya di atas meja, karena tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. Saat dia sedang menunduk ia merasa kursi sebelahnya serasa ada yang menduduki, akhirnya dia menengok kesamping dan alangkah terkejutnya dia melihat wajah cowok tengil yang membuat moodnya hancur hari ini.
"Ngapain lo duduk di sini?" tanya Keyla sinis.
"Suka-suka gue." jawab Vano santai.
"Siapa yang nyuruh lo duduk di sini?"
"Nggak ada."
Karena sedang tidak ingin berdebat, Keyla hanya diam dan akhirnya dia melanjutkan tidurnya. Vano yang merasa hening di sebelahnya pun menengok ke arah Keyla. Ditatapnya wajah Keyla dari samping, sungguh cantik menurut nya. Vano pun terkagum-kagum dengan paras cantik Keyla.
"Gue Vano," ucap Vano. Tidak ada jawaban dari Keyla. "Kita duduk sebangku mulai sekarang dan seterusnya." Lanjutnya.
Guru mata pelajaran pun masuk, dan pelajaran di mulai. Vano yang sibuk menulis materi-materi yang diterangkan guru, sesekali menengok kearah Keyla yang sedang tidur.
Bel pulang berbunyi. Murid-murid sudah pada pulang dan tersisa hanya Citra dan Keyla di kelas. Mereka berdua yang duduk di bangku masing-masing karena sengaja pulang terakhir agar tidak menjadi pusat perhatian. Citra yang merasa sekolah mulai sepi akhirnya berdiri mengajak Keyla untuk pulang.
Selesai berkemas mereka berjalan di koridor sekolah menuju gerbang. Sesampainya di gerbang, seperti biasa, Keyla menunggu angkutan umum sedangkan Citra menunggu seseorang menjemputnya.
"Key, balik bareng gue?"
Nggak usah. Lagi pula jalan kita gak searah." balas Keyla lembut.
Citra menghela napas. Sejak dulu setiap menawarkan tumpangan, Keyla menolaknya.
"Serius, Key. Lo gak pernah ya terima tawaran gue." Keyla hanya bisa tersenyum menanggapi pernyataan Citra.
"Ayolah Key, bareng gue." bujuk Citra.
"Lo balik sekarang, atau gue nggak mau lagi ngomong sama lo." ancam Key.
Mata Citra menyipit. Lalu memeluk Keyla. "Yaudah, gue balik ya."
"Iya." Citra pun pulang, Keyla masih menunggu angkutan umum sekarang di depan gerbang sekolah. Namun sudah lama dia menunggu tak ada tanda-tanda akan munculnya ojek, taxi, bus atau yang lainya. Sekarang sudah pukul 4:45 Keyla masih menunggu, hari sudah mulai gelap pertanda hujan akan datang, tapi tetap saja yang ditunggu tidak kunjung datang, Keyla bosan menunggu. Bukan ia tidak mau jalan seperti biasa namun untuk berdiri pun kakinya tidak sanggup, bagaikan jelly lemas tak bertenaga. Di saat dia sedang menunduk melihat ke tanah terdengar suara motor. Motor tersebut berhenti di hadapannya.
"Lo ngapain di situ?" tanyanya setelah melepas helm.
"Bukan urusan lo." Jawab Keyla.
"Ayo, balik sama gue." Tawar Vano seperti tidak ikhlas.
"Ogah." Keyla malas merepotkan orang lain sebab itu dia susah sekali menerima bantuan orang lain terhadapnya.
"Sudah deh, nggak usah gengsi. Lo gak liat hari udah mau hujan?" Vano memaksa.
Keyla mendongak ke langit, benar sekali hujan akan turun, terpaksa dia harus pulang bersama Vano jika tidak dia akan di hukum kembali Karen pulang terlambat. Keyla berusaha berdiri lalu menaiki motor Vano. Dirasa Keyla sudah diposisi yang tepat, Vano langsung menghidupkan mesin motornya. Sewaktu Vano menengok ke belakang dia tak sengaja melihat paha mulus milik Keyla yang terekspos jelas. Vano menelan salivanya dengan susah payah. Namun segera dienyahkan pemikiran tidak benarnya itu, dia melepas jaket yang dipakainya dan memberikannya pada Keyla.
"Gue gak mau bawa cewek yang suka mengekspos bentuk tubuhnya." Kening Keyla berkerut dan langsung mengerti dengan apa yang dimaksud Vano.
"Thanks." ucap Keyla. Vano berdehem dan langsung melajukan motornya.
"Rumah lo di mana?" tanya Vano memecah keheningan yang tercipta sejak lima menit yang lalu. Keyla menjawab dengan pelan.
"Pegangan. Nanti jatuh, gue nggak mau bertanggung jawab." ucap Vano.
Key bingung harus berpegangan di mana akhirnya dia pegangan di pundak Vano. Vano yang merasa risih malah menggoyangkan bahunya agar tangan Key lepas dari sana.
"Gue bukan tukang ojek, jadi jangan pegangan di bahu gue." Ujar Vano.
Mendadak Vano meraih tangan Keyla dan melingkarkan tangan Keyla di pinggangnya. Tentu saja hal itu membuat Keyla terkejut dan kepalanya terbentur punggung Vano. Keyla terdiam entah mengapa jantungnya terasa memompa dua kali lebih cepat. Tapi segera dia menetralkannya kembali. Di lain sisi Vano juga ikut deg-degan, entah apa yang dia rasakan, baru pertama kali ini dia merasakan hal ini. Mengabaikan apa yang dirasakannya, Vano melajukan motornya dengan kencang, membuat Keyla refleks memeluk Vano.
Setibanya di lokasi yang disebut oleh Keyla, Keyla segara turun dari motor dengan tubuh gemetar. "Thanks." ucap Key tulus mengembalikan jaket Vano.
Vano mengambil jaketnya sambil mengangguk tanda iya. Setelah itu dia menjalankan motornya kembali, Keyla masih menatap punggung Vano sampai cowo itu benar-benar hilang dari hadapannya. Setelah motor Vano tak terlihat lagi Keyla, berjalan menuju rumah. Sesampainya dia di rumah, dia ragu untuk masuk karena takut dimarahi pulang terlambat. Namun ia memberanikan diri untuk membuka pintu dan melangkah masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keyla [ Completed ]
No Ficción[ SUDAH TERBIT ] "Mengapa memberi kehidupan jika tak menginginkan? Apakah seburuk itu hingga takdir tak berpihak kepadaku? Hidup dalam keramaian namun terasa sendiri." --Keyla Queenra Dara Wilson Ya, itulah yang Keyla rasakan selama ini. Hidup yang...