🍂 part -6 🍂 kenyataan pahit

32.3K 1.2K 11
                                    

Bunyi bel pertanda usainya jam pelajaran berbunyi. Membuat siswa-siswi yang ada di sekolah tersebut berhamburan menuju kantin untuk mengisi perut yang sudah dari tadi cacingnya berdemo minta makan. Lain halnya dengan Citra dan Vano yang bingung akan keberadaan Key karena sejak tadi Key tak kunjung kembali ke kelas padahal ia hanya izin pergi ke toilet.
Bergerak dengan cepat, Vano segera menyusuri koridor dan bertemu Citra di sana.
“Di mana Keyla?” Tanya Vano sedikit panik. Citra mengerutkan keningnya.
“Masih di toilet.” Jawab Citra tenang.
“Lo kenapa, sih?”
Belum sempat Vano menjawab, seseorang menepuk bahunya.
"Woi." teriak Celvin di telinga Vano. Vano yang terkejut refleks menendang Celvin dari belakang dan membuat Celvin meringis kesakitan. Citra yang melihat itu tertawa kecil. Celvin yang ditendang langsung memegangi tulang keringnya yang terkena tendangan maut oleh Vano.
"Sakit, Mas." ucap Celvin mendramatisir.
Di lain tempat kini Kayla dan teman-temannya sedang tertawa bersama karena mereka merasa sangat puas telah mengerjai Key.
"Wah, parah mantap banget lo Kay udah mengurung Key di toilet." puji Cindy.
Kayla tersenyum bangga. Saat mereka sedang berbincang-bincang tidak sengaja Vano lewat dan mendengar percakapan mereka. Vano mengepalkan tangannya dan langsung berlari ke toilet. Vano langsung mendobrak pintu yang terkunci. Citra dan Celvin yang mengikuti Vano dari belakang terkejut melihat Keyla yang sudah tak sadarkan diri di lantai. Citra menghampiri Keyla. Sedangkan Vano langsung melepas jaket yang ia pakai untuk menutupi tubuh Keyla yang basah kuyup dan membawanya keluar dari toilet.
Citra merasa teriris melihat keadaan Keyla yang terlihat pucat dan berantakan. Bahkan Citra sempat menjerit kecil saat melihat darah yang mengalir dari hidung Keyla.
Dengan cepat, Vano membawa Keyla diikuti oleh Celvin dan Citra di belakangnya menuju tempat parkir  dan membiarkan Celvin mengambil kunci mobil miliknya. Siswa-siswi yang melihat pemandangan itu dibuat terkejut dan bertanya-tanya. Apa yang sedang terjadi dengan mereka apalagi dengan Vano yang membawa tubuh Keyla dalam gendongannya. Celvin langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
Sesampainya di rumah sakit, Key langsung dibawa keruang UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sedangkan Citra, Celvin dan Vano menunggu di luar ruangan dengan perasaan gelisah.  Citra sedari tadi mondar-mandir. Vano berdiri menyandar dengan satu kaki yang ia angkat lalu di tekuk kebelakang menyentuh tembok dengan tangan yang ia masukkan ke saku dan kepala yang ia dongakkan ke atas. Berbeda dengan Celvin yang sedari tadi memperhatikan Citra yang mondar-mandir di depannya.
“Mending lo duduk dari pada mondar-mandir begitu.” Kata Celvin yang merasa sedikit pusing melihat tingkah Citra. Citra menghela napas dan menuruti ucapan Celvin duduk di sebelah Celvin.
Key yang sedang di periksa kini terbangun, saat ia membuka matanya ia melihat ruangan yang bernuansa putih, serta mencium bau obat-obatan yang Key sangat benci, ia tak suka dengan obat. Key menengok ke samping dan menemukan keberadaan Kakak sepupunya yang berprofesi sebagai dokter di rumah sakit keluarganya ini.
"Kak Riki?" lirih Key pada Riki yang merupakan Kakak sepupunya.
“Oh, Key. Sudah sadar?” balas Riki.
“Hm. Kenapa Key bisa ada di sini?”
“Kamu pingsan. Vano yang bawa kamu ke sini." jawab Riki.
Keyla ber-oh ria tanpa suara. Sedetik kemudian, Keyla menyadari sesuatu. “Kak Riki kenal sama Vano?”
Riki mengangguk. “Dia putra Kevin Alexander. Kamu gak tahu?”
Keyla menggeleng. “Kevin Alexander, sahabat Papa kamu sendiri. Dulu beliau sering datang ke rumah.” Jelas Riki. Keyla mengangguk-angguk. Dia putra Kevin Alexander. Kamu gak tahu?”
Keyla menggeleng. “Kevin Alexander, sahabat Papa kamu sendiri. Dulu beliau sering datang ke rumah.” Jelas Riki. Keyla mengangguk-angguk. Dulu, Om Kevin memang sering datang bersama istrinya, namun mereka sama sekali tidak pernah membawa putra mereka satu-satunya karena pada saat itu Om Kevin mengatakan bahwa putranya itu berada di London, diasuh oleh neneknya. Ternyata Vano adalah putra mereka. Keyla baru mengetahui fakta tersebut karena memang selama beberapa hari Vano ada di dekatnya, Keyla tidak tertarik untuk mencari tahu tentang cowok itu.
“Key, kamu harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut.” Ujar Riki selanjutnya. Membuyarkan lamunan Keyla tentang Keluarga Alexander.
Keyla menaikkan kedua alisnya. “Kenapa, Kak?”
“Seluruh tubuh kamu dipenuhi luka lebam. Apa selama ini kamu mengalami kekerasan oleh seseorang?” Tanya Riki mulai menyelidik. Keyla menggeleng tapi kemudian mengangguk. Riki menghela napas.
“Kenapa kamu tidak lapor saja ke polisi? Siapa yang melakukan ini?” Keyla diam lalu menunduk. Dia tak ingin mengatakan bahwa keluarganya yang melakukan itu. Terlebih yang bertanya saat ini adalah Riki, Kakak sepupunya. Dan Keyla tidak ingin membuat keluarganya terkena masalah karena dirinya.
Menyadari sikap Keyla yang tidak ingin menceritakan apapun. Riki kembali menghela napas.
“Baiklah. Tapi sekarang kamu harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut.”
Keyla hanya menurut dengan mengikuti Riki menuju ruang pemeriksaan lebih lanjut. Namun sebelum itu, Riki mengantar Keyla untuk menemui teman-temannya yang sudah menunggunya.
“Key, gimana keadaan lo? Lo baik-baik aja, kan? Kok, lo bisa pingsan di toilet? Apa yang terjadi sama lo dengan Kayla?’ melihat kedatangan Keyla bersama Riki, Citra langsung menyerbunya dengan pertanyaan. Keyla hanya tersenyum menanggapinya. Kemudian tatapannya beralih ke arah Vano yang berdiri di belakang Citra. Wajahnya terlihat datar, namun matanya tidak bisa membohongi bahwa sebenarnya Vano juga merasa khawatir dengannya.
“Gue nggak papa, Ci.” Jawab Keyla menenangkan Citra. Setelah menenangkan Citra, Keyla langsung mengikuti Riki menuju ruang pemeriksaan.
Cukup lama pemeriksaan yang dilakukan. Bosan Citra dan Vano juga Celin menunggu hasil pemeriksaan yang diakukan terhadap Keyla. Namun akhirnya yang mereka tunggu tiba juga. Riki datang bersama seorang suster yang mengikutinya dari belakang. Keyla langsung bangun dari tempat duduknya saat melihat Riki.
“Key, ikut saya sekarang.” Kata Riki tanpa ingin dibantah.
“Kok, Key sendiri? Kita gak bisa ikut?” Tanya Citra.
“Hanya Keyla.” Jawab Riki dengan sabar.
Cintra menurut. Keyla mengikuti Riki ke ruangannya.
“Key, hasil pemeriksaan kamu sudah keluar,” kata Riki menyerahkan kertas-kertas hasil pemeriksaan yang dilakukan Riki. Keyla meraih kertas-kertas itu dari tangan Riki dan mulai membacanya. Keyla membaca setiap katanya dengan perasaan berdebar, sebab sejak tadi Riki memandanginya dengan tatapan aneh. Dan sampai pada akhir hasil tes, Keyla membulatkan matanya tak percaya.
“Ini pasti salah, Kak,” Keyla menolak hasil dari tes itu. Riki hanya diam.
“Key gak mungkin …” Keyla menggantungkan ucapannya. Dadanya terasa sesak mengetahui kenyataan tentang dirinya.
Keyla kembali ke rumah dengan perasaan kacau. Apa yang harus dilakukannya setelah ini? Apakah dia harus memberitahu hal ini pada orangtuanya atau menyembunyikannya?
“Pembunuh!”
Tiba-tiba saja kata itu terngiang di telinganya. Matanya memanas. Memang pantas dirinya mendapatkan hal tersebut sebagai ganjaran dirinya yang telah membunuh Kakaknya sendiri. Tapi di sisi lain hatinya, Keyla menolak dikatakan sebagai pembunuh. Dia tidak membunuh Kakaknya. Namun, terlepas dari itu semua, Keyla tetap tidak bisa mengubah fakta bahwa dirinya sedang menderita penyakit serius.
Sampai malam tiba, Keyla tetap berada di kamarnya. Hatinya terasa sakit sehingga tidak bisa lagi menahannya. Keyla menangis sepanjang malam sampai dia tertidur.



Keyla [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang