Bab 9

54 2 0
                                    

Harris menggeliat....
Matanya terbuka, memandangi adaku yang masih lelap di sampingnya. Bisa kurasakan tatapan itu dalam pejam mataku yang tengah lepaskan segala lara di tengah damai yang tiada tara.

Mentari mulai naik. Terang perlahan mulai menggantikan gelap, membangunkan dan menyapa semua insan untuk terjaga dari tidur mereka. Sinar eloknya yang kemerahan mewarnai semesta dengan jingga yang begitu mempesona. Mengusir gelap dari singgasana yang bergerak cepat ke arah barat.

Harris mengangkat kedua tangannya. Liuk badannya menggelitar, menggeliat melepaskan segala penat yang masih terasa menggerus tubuhnya.

Pertemuan ini memang melelahkan...
Tapi aku yakin, kuyakini dengan sepenuhnya bila pertemuan ini juga sangat menyenangkan hatinya. Bahkan lebih dari itu. Karena aku juga merasakan hal yang sama, rasa bahagia itu meletup-letup bagai gunung merapi, dentum letupannya terdengar jauh membelah samudra.

Kurasakan ia menoleh
Menatap pada lelapku.
Bibirnya tersenyum
Lugas dan polos.

Sungguh, aku menjadi sangat tersanjung dengan tatapnya yang penuh pengasihan itu. Pelan-pelan jarinya menjentik hidungku...

Aku menggeliat sebentar...
Mataku bergerak, sesaat...
Senyumku terurai...
Lalu bibirku terbuka..
Kuucapkan sesuatu...

" SELAMAT PAGI, HARR..."

Diam...
Kemudian aku terlelap kembali...

Seuntai kata
Terucap di keremangan pagi
Berharap sosokmu
Kan menjadi siluet
Dalam sebaris puisi
Terlukis indah
Bagai cakrawala di pagi hari

Dan ku-tahu dengan pasti...
Seperti sepasang kekasih...
Betapa inginnya...
Ia mengecup lelap wajahku...
Dengan bibirnya...
Mengecupiku
Dengan segenap cinta
Yang tersimpan...

Harris menguap dalam kasih dan cinta. Sinar bahagia jelas terpancar di semesta wajahnya. Cinta itu memang ada dan mengada. Bagaimanapun aku merasa bangga dan tersanjung akan kecintaannya yang begitu besar padaku. Walau waktu telah memisahkan kami sekian lama tapi kesetiaan itu tetap tersimpan untukku. Hingga aku menjadi yakin, bahwa langit masih akan bersenda meski hanya sesaat, untuk cintanya padaku, untuk cintaku padanya. Cinta kami berdua.
Cinta yang tersembunyi...
Cinta yang hakiki...

Bersamanya, kunikmati bahagia ini...
Rasa yang luar biasa. Serupa ombak yang berkejaran, aku dan dirinya saling berkejar untuk memaknai pengadaan ini. Seperti malam yang telah terkalahkan. Gesekan-gesekan keinginan itu tetap tertinggal. Mengganjal di hati dan tak mau pergi. Menggugurkan hasrat yang terpenjara dalam sebuah ingin yang terjeruji.

Dirinya sama sekali tak melakukan apapun terhadap diriku. Hanya meringkuk, berbaring di balik selimut tebal tanpa berbuat sesuatu. Demikian juga dengan keinginanku, tak berani menyentuh sebelum ragaku tersentuh. Kami sama-sama diam, sama-sama tak bergerak, sama-sama terpenjara dalam keinginan yang terbelenggu.

Persamaan prinsip-lah yang membuat kami seperti itu. Aku ingin tetap menjaga. Harris ingin tetap memelihara. Agar rasa yang terpendam jauh di dasar hati, benar-benar terwujud atas dasar kasih yang sejati. Bukan karena keinginan di balik nafsu yang menggarang. Aku dan ia memang tak pernah ingin menodainya.
Menghancurkan cinta dengan nafsu yang bergelora....

Hatiku berteriak, menjerit histeris, saat ia kembali memandangku dengan hasrat yang begitu dalam, saat tangannya terangkat dan mengapung di atas kepalaku, hanya mengambang tanpa sampai di tujuan, membuat nafasku sesak tertahan kebutuhan.

Lakukanlah, Harr. Demi Tuhan lakukanlah itu padaku. Aku laki-laki yang haus sentuhan. Aku laki-laki yang haus akan belaian. Sisiran tanganmu di sepanjang kulitku akan segera menuntaskannya, merabas kerinduanku akan sebuah kebahagiaan yang terpasung.

CINTA TERLARANG CINTA TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang