Bab 15

40 2 0
                                    

Harris telah masuk...
dan terlelap dalam bilik hatiku, membayangi keseharianku dan senantiasa menjadi bagian dalam kehidupanku. Selalu ada dalam pengadaannya, itulah yang menjadi keinginanku sekarang ini. Dirinya serupa hujan, kekasih yang selalu memberikan sejuk di kedalaman hati. Dan dirinya serupa bintang, kekasih yang menyempurnakan ramainya sepi di setiap detak jantungku.

Semua orang beranggapan bahwa kami-lah pasangan yang sempurna dalam duet suara yang tak berbeda. Itu dulu. Dan sekarang aku dapat merasainya. Ia bukan saja pasangan yang sempurna bagiku. Ia adalah keabadian rasa yang meraja di bilik hatiku. Cinta yang tak semestinya terenggut, yang seharusnya tetap bertahta dengan segala kemegahannya, dari dulu hingga sekarang.

Bisa ku-rasakan caranya mencintaiku. Tentang perihnya sebuah rindu, tentang air mata yang mengalir sederas hujan, tentang senyum yang tiba-tiba menghilang bagai awan yang tersapu angin, tentang tawa riang yang tenggelam bagai tertelan gelombang. Dan aku tahu, hanya rasa cinta yang ada-lah yang membuatnya mampu bertahan sampai detik ini.

Kini gelap dan sunyi telah terbuka.
Aku dan dirinya berdiri dalam sebuah terang yang membuat hati kami penuh dengan wangi bahagia, menghangatkan tangis dan rindu dalam rangkai ribuan cintanya untukku. Dirinya melangkah, aku mendekat. Ia mendekap dan aku menyambutnya dalam penerimaan yang sempurna. Telah ditenggelamkannya diriku dalam gelombang kasih yang tiada tara, telah diapungkannya rasaku di atas rasa cintanya yang begitu nyata. Dan kini, kubiarkan jiwaku melebur dalam dirinya, dalam sebuah kemurnian rasa yang tersembunyi, dalam rasaku yang selama ini tak pernah terbaca. Cinta...

Karena kusadari...
Rasa cinta itulah
Yang telah mempertemukan kami
Untuk kembali merajut benang kasih yang lama tak berseri

Terang yang terbungkus dalam gelap membawa hatinya tetap ada dalam kebersamaan. Serupa bintang yang menggantung di langit, tanpa sengaja telah kutorehkan sebuah asa dalam harap dan pikirannya. Terlebih telah kutemukan hal terbaik akan kecintaan ini, dari panjangnya sebuah penantian yang membuat jiwaku tenang dan tak merasa takut  kehilangan.

Telah kubaca dengan cermat. Telah kuraba dengan hangat. Hanya cintalah yang bisa membuatnya demikian. Merindu dan bersetia dalam ketiadaan yang tersesap oleh pengadaan. Tertikam dalam kecintaan yang membuatnya selalu gamang dalam kesendirian. Tapi cintanya tetap ada, untuk diriku dalam kenang yang tak pernah hilang dalam ingatan.

Malam ini...
Entah apa yang sedang dilakukannya.

Terdiam dan duduk sendiri dalam ruang khusus yang menjadi saksi akan sebuah persenyawaan terlarang yang melepaskan keindahan dari setangkup asa yang tak lagi sia-sia terbuang. Terlepas dari peluang yang menjadikan dirinya tak lagi gamang dalam kesendirian. Bertemunya diriku dalam keinginan serupa ia mendapatkan kembali untaian permata yang hilang. Seperti membuka sebuah jendela dalam kegelapan, ada secercah sinar yang membelusing dalam kesepian. Tak ada lagi rintih yang bertembang dalam kerinduan, yang dulu terasa begitu sepi sebelum ia temukan adaku yang kini terdekap dalam pengadaan.

Mata Harris berkedip pelan...
Lukisan kebersamaannya denganku merenda dalam pandangan. Bibirnya tersenyum dalam keluguan. Sesaat lamanya, pandangan itu terkunci, terpaku pada tatapku yang tergambar di sebelahnya. Menatap rindu seperti saat sebelum bertemu. Utuh, sebagai kekasih jiwa yang selalu bersemayam di dalam kalbu.

Ia masih menatap gambaranku, tulus dalam kecintaan yang utuh. Tak berkedip seolah ingin menelanku, berharap dengan begitu aku akan tetap tersimpan dalam gelombang angan dan pikirannya yang banyak menyimpan pengharapan.

Meski akhirnya...
Hanya ludah yang terasa tertelan Membasahi kerongkongan
Sekaligus menghujani resah hati yang merejam dalam keheningan. Mata Harris terpejam dan jiwanya kembali merintih dalam kesedihan.

Tak ingin melepasku lagi...
Dan batinku mendengarnya.

Tak ingin berpisah lagi...
Dan nuraniku meng-amin-kannya.

Adakah kehidupan esok
Akan seindah ini lagi ?

Esok dan esok...
Yang tiada pernah dapat berjanji

Aku dan dirinya...
Hanya bisa berharap...
Bila kehidupan esok...
Akan menjadi lebih indah...
Seperti matahari...
Akan selalu kembali...
Bersinar di pagi hari...

Aku terus memperhatikannya. Mata jiwaku terus tertuju akan adanya. Mata jiwa yang terasah tajam oleh lembut kasihnya yang begitu mendalam. Kasih yang merambakkan rasa damai dan kecintaan yang menyebar dan terus bergelombang.

Terlihat olehku sebuah cahaya, lesat dalam keindahan harap yang terhimpit kegelisahan. Begitu terang dalam hujan yang berjatuhan dari balik awan. Pengharapan dan keinginan. Cinta dan kasih sayang. Semua akan tetap menyala dalam kesatuan meski terpasung dalam keresahan akan selalu benderang melepaskan ketakutan.

Lalu, dengan membibit pena tangannya mulai bergerak, menuliskan kata hati dengan pelan dalam kebahagiaan. Tanpa ragu, tanpa lagi ada kesedihan. Tanpa air mata yang seringkali mengalir dalam kerinduan. Kata demi kata mulai bergulingan, membuat kertas yang putih tak lagi terlihat bersih...

Hari ini...
Kututup lembar hari yang penuh dengan penantian.

Kutinggalkan ribuan hari yang penuh dengan kesepian.

Tartatih dalam langkah
Mengikuti arah dan hembus angin.

Sendiri dan hampa
Dan seringkali jiwaku terpaku
Pada ellegi rindu
Yang meniadakan denyut
Denyut dalam serambi kehidupanku

Dan kini kau telah kembali...
Pulang dalam dekapku...
Hati ini melantun indah
Dalam hangat yang kembali meraga

Serupa air
Yang mengalir di pegunungan
Kau lepaskan dahaga dalam hausku

Memabukan aku...
Dengan secawan anggur
Yang kau suguhkan

Begitu banyak hal yang kau beri
Disela waktu yang sempit ini
Menguliti resah...
Merajakan bahagia...

Ketahuilah Hans...
Betapa aku tak ingin...
Kehilangan dirimu lagi...

Celah kebahagiaan...
Begitu kunamai goresan tangannya yang berhenti menutup kata. Kalimat panjang yang berbalut  keindahan cinta di kedalamannya. Seperti cintaku yang terus berkembang untuknya, mengepak dan terus membawaku terbang. Lesat dalam sebuah pengadaan masa lalu yang kembali tereja dalam kebersamaan. Aku dan ia yang bertemu dalam satu keinginan. Saling mencintai dan untuk dicintai dalam kecintaan yang hakiki.

Demikian ia tinggalkan ruangan itu. Melewati pembaringan kosong untuk merapati sisi jendela yang bisu. Matanya memandang keluar, pada malam yang masih terlelap, pada gelap yang masih jauh menyapa fajar, masih senyap di balik cumbu hujan yang turun membasahi kegersangan malam.

Harris dapat mendengar suaranya, kerepyak ramai suara air yang berjatuhan. Suara yang seirama dengan suara hatinya, yang kini bergenta dalam gema rasa bahagia. Begitu murni dan begitu amat sempurna.
Betapa cinta dapat mengubah segala...
Bertanam harap, bersemai asa...

Dan Harris begitu yakin akan kata hatinya. Kata hati yang kini terus mengalirkan kesejukan. Kata hati yang terus menemaninya di keseharian yang tak lagi membibit sepi, karena cintanya kini telah kembali, memenuhi ruang hati dan tak lagi tersembunyi..

Harris merebahkan dirinya. Menatap bintang gemintang yang berkelip di langit-langit kamar. Lampu telah padam tapi ruang masih digelimangi cahaya. Temaram, serupa cahaya yang memendar dalam diri. Sepasang bulu matanya terkatup. Nafasnya begitu teratur berirama. Dan Harris membiarkan sebentuk wajah masuk dalam pikirannya, berharap akan dipertemukan dalam keping malam yang memisahkan dua jiwa, terpatri begitu kuat bersama untai cinta yang menyapa di sepinya malam...

Harris tersenyum...
Matanya merapat...
Membiarkan gelap...
Membawa jiwanya...
Pada keindahan lelap...

Bawa aku
Dalam mimpi indahmu

Dan biarkan kudekap
Dirimu dalam hangat cinta

Diam dan rasakan...
Kelembutannya bicara
Meski tanpa banyak kata


                         ******

CINTA TERLARANG CINTA TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang