Bab 11

47 1 0
                                    

Senja telah merapati malam,
menjelang gelap jiwaku berlabuh dalam kesejukan. Hangat dan tenang. Tapi lagi-lagi hatiku tergerus oleh penguasa tunggal yang bernaung dalam kesendirian.

Perasaan...
Sebentuk rasa yang semakin kuat...
Mencengkeram hati...
Seiring putaran waktu...
Yang terus berlalu...
Demikian sepiku melesat... meninggalkan kalbu....
Begitu sunyiku...
Terkoyak-koyak akan hadirnya....

Terusir oleh sebentuk rasa yang merupakan sejarah masa lalu. Bahagia kecil yang lama tersita. Kebahagiaan yang tak pernah terbuka saat hampa menusuki hari-hariku yang menangis karena sepi. Dirinya serupa pemaknaan rasa yang seketika merubah segala. Pemaknaan rasa yang mengada dan ada sejak lama.

Siang ini telah kuhabiskan waktu bersamanya. Mengulang sejarah usang yang telah meng-abu oleh batas jarak dan waktu dalam seribu rasa yang silih berganti mendatangi hati. Geletar tubuh yang mengepak dan debar jantung yang bertalu, membuat duniaku tertawa, menyulap sepiku menjadi sebuah taman yang penuh dengan wewangian bunga, hingga terciptalah sebuah hidup yang benar-benar kurasa sebagai sebuah kehidupan.

Berada di dekatnya ku-rasakan arti kesungguhan nyaman yang sebenarnya, kenyamanan yang tak pernah kudapati saat berdekat diri dengan istriku. Bersamanya, aku bisa berucap apa saja. Berbagi cerita dan bertindak sesuai dengan kata hati. Disampingnya, aku benar-benar telah menjadi diriku sendiri.

Merenung dan tercenung...
Berdiri di tepian jendela dengan tirai terbuka. Mataku tenggelam di senja yang terperosok pada gelap malam. Ku-cari celah terang di pekatnya yang kelam dan kunikmati semua rasa ini. Dicumbui malam yang sendiri, dalam hati yang tak lagi merintih. Tak ada sepi. Tak terasa lagi sunyi. Terkoyak oleh rasa yang terpaket dari sebuah pengadaan. Rasa cinta yang berlebih, yang bercerita tentang panjangnya setia dan rindunya padaku. Setia dan rindu yang mengatakan bahwa cinta kami memang telah ada dan mengada. Cinta yang bersejarah. Sebuah cinta masa lalu.

Seberkas cahaya merangkak tertatih
Mengisi hari
Mengikis sepi
Merindui waktu yang lalu

Adalah batas rasa yang juga kurindu
Kaukah sang fajar ?
Dengan rindu yang terapung
Tuk hangati jiwaku
Yang telah kehilangan bara

Membangun sebuah rumah yang kokoh, harus dimulai dari pondasi yang kuat. Campuran semen, pasir dan air dengan concentrate yang seimbang akan memperkokoh keberadaannya. Tahan terhadap hujan. Tahan akan terpaan angin. Serupa menanam pohon mawar di taman yang hijau, haruslah disentuhi oleh percikan air, hingga akan selalu terlihat indah. Mewarnai hari, menabur wangi.

Dan telah dilakukannya semua itu padaku dengan sangat sempurna. Menanam kasih di gersang hati dengan kekuatan cinta yang tersembunyi. Mengulum resah, merajut rasa. Menembus ventilasi nurani. Mencumbui kesucian cinta yang pasrah, hingga terapunglah jiwaku dalam ruang-ruang kosong yang berisi harap dan asa. Dan kubiarkan debar-debar itu terus bergulung memenuhi jiwa. Meloloskan cinta yang terus mendesak, masuk di keharibaanku meski tanpa kata.

Sekian menit ku-berdiam, membiarkan malam beranjak semakin larut. Dari sini, dari kamarnya dapat kulihat pucuk cemara bergoyang-goyang dikecupi angin. Serupa pohon natal yang berhias, berkelap-kelip dicumbui cahaya lampu yang lekat di tiap rantingnya. Rumput hijau bertebar dipijaknya. Sepasang kursi dan meja berdiam sunyi sendiri-sendiri. Aku bertakjub memandang. Dia memang begitu apik menata kediamannya. Seperti ia telah menata hatiku. Perlahan dan begitu sangat rapi...

Aku beringsut, melepaskan pandanganku pada angin yang bergerak. Tirai jendela tak lagi terbuka, diriku menjauh, setelah merabainya.

Diiringi Separuh hidupku milik Titi Dj, ku-baringkan tubuhku di atas pembaringan. Ada sebongkah tempa yang mencumbui jiwa saat kudengar liriknya yang indah. Aku mendengarkannya dengan perasaan yang bercampur-campur, seperti ada semangat baru yang memelukku dengan harapan haru.

CINTA TERLARANG CINTA TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang