Bab 29

15 3 0
                                    

Butir-butir kesedihan
masih mengalir di sudut matanya. Bersenggama dengan senyap yang menarikan tarian sunyi saat tubuhnya kembali berbaring disampingku. Matanya terpejam, berharap mimpi akan segera datang mengetuk kantuk.

Tapi, bukan kantuk yang hadir membenahi segala resah, sebaliknya ia merasa sekujur tubuhnya seperti terbakar. Dadanya sesak. Jantungnya berlomba memacu detak. Tubuhnya gemetar. Gelisah memuncak. Sekali lagi ia berputar di atas pembaringan, menjembatani keinginannya untuk berteriak agar terlepas dari segala tekanan yang menghimpit. Tapi hanya nestapa yang berputar-putar mengelilingi pikiran, membuat rasa stress yang meruap, meretas kewarasan yang tersisa.

Tangannya kembali menyingkap selimut. Menuruni pembaringan dan keluar meninggalkan adaku setelah sekali lagi menatap kepulasanku.

Cyntia duduk seorang diri di taman belakang. Disergap dinginnya malam, dicumbui hembus angin, membuat halus bulu-bulunya meremang. Ditemani kegelapan dirinya merelas kesedihan, membelenting lara dalam keheningan malam. Perasaannya meruah, menangisi seluruh gelisah...

Harus melakukan sesuatu, pikirnya...
Ia tak dapat hidup seperti ini terus. Terbelenggu dalam ketakutan. Terbelenggu dalam kekuatiran akan perselingkuhanku dengan wanita lain yang belum ia ketahui keberadaannya.

Cyntia menyibak rambut dengan kedua tangannya.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bila kejadian ini akan menimpa dirinya. Sebuah perkawinan yang di awali dengan sesuatu yang manis. Ia tentunya mengerti, dan sangat tahu, bila aku sangat mencintainya. Begitu sangat, hingga aku menjadi laki-laki yang begitu penurut. Selalu mengabulkan segala yang ia mau dan selalu mengalahkan segala kepentinganku demi kepentingannya.

Atau benarkah apa yang pernah dikatakan Ita ? Walau aku selalu mengalah, tapi dibalik hatiku tersimpan sesuatu yang siap meledak seperti menunggu bom waktu yang siap menghancurkan segala.

Inikah saatnya...??? pikirnya.

Atau mungkin disinilah letak segala permasalahannya...?

Selalu memaksakan kehendak tanpa hirau...

Atau benarkah aku yang tak sungguh-sungguh mencintai suamiku ? hanya merasa senang, karena ia selalu menjadikanku first lady ? selalu didahulukan, selalu diprioritaskan. Dan, ia sendiri, selalu melupakan segala keinginannnya. Mungkinkah itu sebab yang menjadikan perkawinan ini berada di ambang kegagalan ?

Pikiran buruk membuncah....

Renut jantung berdetak semakin keras, menyelaput hingga di kemelut hati...

Mungkinkah Hans telah berpaling pada wanita lain ? jatuh cinta padanya, karena ia dapat memberikan segala yang diinginkannya...

Cyntia duduk terpaku dalam pikiran yang semakin meruncing di dalam benaknya.

Barangkali memang benar yang dikatakan Ita. Aku harus merubah sikap, meninggalkan ego, menghindari pertengkaran yang kadang membuatnya menderita. Mencintainya dengan segenap jiwa, melayaninya dengan sepenuh hati. Sebagaimana layaknya seorang istri...

Sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Mengalahkan kata hatinya sendiri...

Dan membenarkan apa yang dikatakan sahabatnya...

Dan sekarang...
Barulah terasa, bila iapun memiliki rasa takut. Takut akan kehilangan. Dan sekelumit rasa itu kembali menghimpit sanubarinya. Pikiran buruk kembali mengisi benaknya, saling berkejaran membelah rasa. Air mata bergulir tak terbendung. Sesal dan amarah menggelitar dalam cengkerung tersempit hati.
Dan semuanya terasa amat menyiksa.

CINTA TERLARANG CINTA TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang