Bab 36

24 1 0
                                    

Terbaring kaku di...
atas pembaringan dengan kepala yang terbalut perban putih, matanya memandang bodoh ke seluruh penjuru kamar.

Dan, wajah satu-satunya yang pertama ia temui adalah wajahku, yang tetap di sampingnya dengan mata yang terus menerus meneteskan air kesedihan. Aku tak tahu, bagaimana kelabunya wajahku saat ini, getar bibirku meregat, menyebut namanya saat kurasakan jari jemarinya bergerak pelan.

Tapi sepertinya...
Ia masih tak mengerti...

Mengapa aku menungguinya
Dan terus menangis...

Dan mengapa aku mendekapnya setelah itu...

Aku tahu...
Tentu ia juga tak'kan pernah tahu...

Bagaimana rasa panik yang menyergap diriku saat membawanya ke rumah sakit. Menghapus air mata yang terus bercucuran dengan sebelah tangan yang tetap bertahan di atas kemudi, meninggalkan Cyntia dan Ita, tanpa peduli pada keberadaan mereka di kediaman Harris. Mengunci pintu dan terus berlalu.

Harris mungkin juga tak'kan pernah tahu...

Bagaimana aku menurunkan dan mengangkat tubuhnya ke atas brankar, lalu bergegas mendorongnya ke unit gawat darurat sebelum beberapa perawat berhamburan dan memberikan pertolongan. Sementara, aku berlari-lari mengikuti di sampingnya. Kemudian berhenti karena perawat-perawat itu melarangku untuk ikut masuk dalam ruang pertolongan yang sibuk.

Setelah itu, melihat kondisinya yang lemah, Harris langsung di tangani oleh dokter specialis. Darah yang mengalir masih belum berhenti, entah berapa banyak darah yang hilang dari tubuhnya. Dan untuk menghentikannya, Dokter harus segera melakukan pembedahan.

" Lakukan apa saja, Dok. Lakukan apa saja untuk menyelamatkannya..." pekikku tanpa ragu saat mendengar semua itu.

" Anda...?"

" Saya kakaknya, Dok..." sela-ku dengan cepat.

" Baiklah, saya Dokter Benny," ujar Dokter Benny memperkenalkan diri.

" Tolong selamatkan Harris, Dok..." pintaku meratap di balik kesedihan yang meraja, tertunduk dan sebisanya kusembunyikan air yang mengambang di sudut mataku.

Dokter Benny menganggukan kepalanya.

" Tenanglah, kami team Dokter akan berusaha sebaik-baiknya," ujar Dokter Benny memahami, ia menepuk-nepuk bahuku, menenangkan.

" Terima kasih, Dok..." ucapku parau, setetes kristal bening meluncur, membarengi wajahku yang tertunduk.

Dokter Benny menghela nafas, menatap iba.

" Berdoalah... Hanya doa yang dapat menjadikan semuanya menjadi lebih baik," pesannya menguatkan jiwaku, lalu ia melangkah tergesa meninggalkanku, membiarkanku dalam kesendirian sebelum aku bergegas membereskan semua administrasi.

Rasa cemas dan takut...
Datang silih berganti...
Mematuki dan bersemadi...
Dalam tangis dan doa...
Yang tak terputus dalam hati...
Malam yang damai...
Kini teraniaya oleh resah yang hening...

Saat hati berucap cinta
Jangan kau tinggal aku dalam duka

Telah kau beri aku bahagia
Dalam hati yang tak lagi utuh

Yang tak pernah terukur
Yang tak pernah dapat terselami

Operasi berjalan dengan baik, Dokter Benny keluar dari ruang bedah, tiga jam setelah ia berada di dalamnya

" Tapi saudara Harris masih harus melewati masa krisinya, dia masih belum sadar dari koma," ujar Dokter Benny menggantung. Aku menatapnya gusar. Kekuatiran masih terpoles di wajahku.

CINTA TERLARANG CINTA TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang