Hari jumat seharusnya menjadi hari yang sedikit santai dari hari-hai lainnya dalam satu minggu bagi sebagian besar orang, namun lain halnya dengan Jaehyun. Baginya tidak ada waktu bersantai, meskipun itu adalah hari jumat.
Semenjak pagi ayah dua anak itu sudah berkutat dengan rapat, rapat dan rapat. Mulai dari rapat evaluasi awal tahun, rapat petinggi direksi dan dilanjutkan dengan rapat lain yang sudah dengan baiknya disusun sedemikian rupa oleh Wendi sang sekertaris agar segala agendanya dapat selesai sebelum akhir bulan.
Dan Jaehyun mengerang, menengok jamnya dengan gusar. Duduknya tak tenang, berulang kali ia mengusap perutnya yang bergemuruh karena melewatkan sarapan, namun ia berusaha bersikap sebiasa mungkin sambil terus member kode pada Johnny agar mempercepat materi presentasinya sebelum laparnya menjadi-jadi. Akan sangat memalukan bagi Jaehyun jika para investor besar didepannya mendengar suara perutnya yang keroncongan.
Beruntungnya Johnny Seo adalah manusia super peka hingga Jaehyun tak perlu menahan laparnya lebih lama, begitu para investor selesai berjabat tangan tanda disepakatinya perjanjian ia langsung melesat keluar ruangan lalu turun ke lantai dasar untuk mengatasi kelaparan yang mendera dengan berbagai makanan lezat di kafetaria.
Namun angan Jaehyun untuk menuntaskan lapar sepertinya harus kembali terjeda, karena begitu sampai ia hanya bisa menyunggingkan senyum kecut ketika melihat sangat padatnya kafetaria kantornya mengingat ini adalah jam makan siang. Dari tempatnya berdiri, ia tak melihat secuil pun ruang baginya untuk menyelipkan diri ditengah-tengah pegawai yang menyemut menunggu pesanan.
Kruuuukkkkk
Memilih untuk menuruti perutnya yang tak lagi bisa diajak kompromi, Jaehyun pun dengan tergesa menerobos barisan para pegawainya yang mengular. Para pegawai yang melihat sang bos datang pun langsung saling tatap dan berbisik dengan senyum aneh namun tetap memberikan jalan bagi Jaehyun untuk sampai pada konter pemesanan. Menyadari hal itu Jaehyun mengernyitkan alisnya, perut kosong berimplikasi pada otaknya yang jadi mendangkal. Sembari berjalan kepalanya dipenuhi pikiran-pikiran aneh.
Apakah ia terlihat jelek?
Apakah rasa lapar mempengaruhi ketampanannya?
Lupakan inner Jaehyun yang menjerit-jerit kepedean, karena ia baru memahami maksud dari tatapan dan senyum aneh para pegawainya ketika ia mendapati seseorang yang familiar tengah berdiri sumringah dibalik konter pemesanan.
Cieeeeeeee~
Seluruh pegawai baik yang ada di kafetaria maupun yang berlalu-lalang berseru kompak untuk sang bos yang bertemu pandang dengan ibu bos yang seketika terkekeh.
Piuwit~
"Pak Jaehyun laper apa baper?"
Entah suara iseng siapa itu yang berteriak dibelankangnya, Jaehyun langsung tersadar dari adegan terpakunya. Dengan cepat lelaki itu memasang wajah datar, dan bersiap menyebutkan pesanan pada pegawai barunya yang amat cantik dengan celemek kuning cerahnya.
"Satu cheese—"
"Nomor antriannya?"
"—ya?"
"Nomor antriannya tuan?"
Jaehyun merenggut mendengar selaan dari istrinya, ia baru ingat jika ingin memesan makanan ia harus menunjukan nomor antrian. Saking laparnya Jaehyun bahkan melupakan aturan yang dibuatnya sendiri.
"Bisakah aku mendapatkannya lebih dulu? Akan kuberikan kompensasi nanti." Katanya dengan suara otoriter seorang bos yang khas. Namun Jaehyun lupa ia berbicara pada siapa, nada itu sama sekali tak mempan bagi Taeyong karena merah muda itu seketika menggeleng untuk menolak.