"Berapa harga wortelnya ahjusshi?"
"✌️"
"Ahh, bisakah anda mengurangi harganya?"
"👌"
Pembeli yang sedang memilih-milih wortel yang dibawa penjual dalam keranjang itu mengernyitkan alisnya, "Apa maksudnya 👌ini?" Tanyanya meminta penjelasan dari bahasa analog yang dibuat si penjual.
"Igeo..." Ujar penjual bertopi kelinci itu sembari menunjuk satu koin senilai sepuluh won yang ada dalam genggaman pembeli.
"Ahhh jadi 👌berati kau setuju menurunkan harganya jadi 10 won untuk satu wortel? Baiklah, kalau begitu mommy beli 3 yaa?"
Penjual kecil itu mengangguk-angguk antusias, menyerahkan 3 buah wortel segar yang baru saja dipetiknya pada sang ibu yang tersenyum lebar. Transaksi jual beli itu berlangsung sukses, si ibu bisa memasak sup dengan wortel yang baru dibelinya dan si penjual begitu senang dagangannya habis dan tas kecilnya kini terisi 3 buah uang logam yang bergemerincing disepanjang jalan saat ia kembali dari dapur menuju taman belakang rumah.
Dari dalam glass house Lucas dapat melihat Jeno berlari-lari dengan sepatu boot merahnya. Pemuda itu buru-buru berdiri meninggalkan bibit lobak yang baru disemainya untuk menjemput sang adik yang begitu bersemangat ingin menunjukan keranjangnya yang kosong dan tasnya yang terisi uang.
"Waaaa, wortelnya habis terjual?" Lucas bertanya setelah sebelumnya mendudukan Jeno diatas kursi plastik tepat dibawah deretan rak tanaman semangka. "Mari kita lihat berapa banyak yang kita dapat hari ini." Sambungnya sembari membuka tas kecil berbentuk kepala ayam berwarna kuning yang menggantung di leher Jeno.
"Satu....dua....tiga! Ada tiga hyungie!" Anak itu berseru lalu bertepuk tangan mengikuti Lucas yang mengapresiasi kerja keras balita itu setengah harian ini.
"Kita punya 30 won hari ini. Apa Jeno menginginkan sesuatu?" Tanyanya. Menawarkan pada si adik apakah ia ingin membeli sesuatu dengan uang yang diperolehnya dari hasil menjual hasil kebunnya. Namun anak itu menggeleng dengan eye smile-Nya, "Tidak, ditaluh di topleth thaja." Jawab Jeno, Lucas kemudian tersenyum lebar dan segera mengambil toples yang diletakan di lemari penyimpanan perkakas.
Toples bening setinggi jengkal orang dewasa itu sudah terisi hampir ¾ bagian. Terdiri dari pecahan beberapa uang kertas dan uang logam yang dikumpulkan Lucas dan Jeno dari hasil berkebun selama liburan sekolah.
"Terima kasih atas kerja kerasnya!!"
Yang lebih tua berseru dengan senyum cerah, disambut Jeno dengan bungkukan badan untuk saling mengapresiasi kerja keras masing-masing dalam memanen wortel hari ini. Meski jenis sayuran yang ditanam belum banyak, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan lauk bagi keluarga Jung dalam menyiasati keterbatasan aktifitas diluar rumah.
Jeno memasukan tiga buah pecahan uang logam itu kedalam toples lalu bertepuk tangan, keduanya sepakat jika toples tersebut sudah penuh maka uangnya akan digunakan untuk keliling dunia.Tentu saja Lucas menjelaskan bahwa nilai uang yang ada di dalam toples tidak ditentukan dari banyaknya lembar dan kepingan tapi berdasarkan nominal pada setiap uang tersebut. Meski Jeno tidak sepenuhnya mengerti namun ia paham jika uang kertas berwarnya kuning bergambar halmeoni bisa digunakan untuk membeli banyak es krim.
Disisi lain halaman belakang kediaman Jung dipenuhi jejeran kain-kain yang menuntai dari gazebo sampai gudang. Tak lain dan tak bukan jejeran kain itu adalah sprai dan selimut serta pakaian yang baru selesai dicuci oleh sang kepala keluarga. Sudah jadi tugas rutin dua minggu sekali bagi bapak Jung mengerahkan bisep kokohnya untuk memeras beberapa lembar sprei dan selimut.
Sepertinya aksinya hari ini sebagai bapak rumah tangga teladan begitu menguras tenaga, terbukti dengan pria yang sudah berkepala tiga itu terduduk lemas diatas bangku sembari mengipasi badannya dengan kipas kebanggan bergambar Lee Tiway kesayangan. Saking lunglainya, Jaehyun bahkan mengabaikan Hendery yang masih mondar-mandir bagai setrika di depannya.