1. The Girl on Fire

1.2K 69 18
                                        

Dreamsea Surf Camp, Bali. 09.15 AM

"Baiklah, kurasa hari ini sudah cukup untuk gambar-gambar luar biasa ini. Nikmati waktu indahmu, Lea," kata Steve, sang fotografer.

Ellea hanya tersenyum dan mengedipkan sebelah mata pada Steve sebelum meninggalkannya untuk berganti baju. Pria dengan model rambut pompadour itu hanya menggeleng sambil mengecek hasil jepretannya sebelum nanti diedit untuk dijadikan katalog dan memilih yang terbaik sebagai cover.

Sementara Briana, sahabat sekaligus salah satu pemilik saham BSL Gallery berusaha setenang mungkin sambil menyibukkan diri membolak-balikkan majalah fashion di tangannya yang sebenarnya sudah tamat dibacanya sejak beberapa menit yang lalu. Gadis dengan white longdress itu semakin dag dig dug tak terkendali ketika Steve dengan santainya mengambil tempat duduk di sebelahnya sambil terus mengecek hasil jepretannya.

"Bri, kau masih ingat dengan Sekar? " tanya Steve dengan mata tetap fokus pada pekerjaannya.

Detakan yang semula menggila tiba-tiba seperti dipaksa berhenti. Serasa angan yang semula melambung, jatuh seketika mendengar pria yang menjadi cinta pertamanya sejak semester 2 itu menanyakan pendapatnya tentang wanita lain. Di saat hatinya sendiri masih penuh dengan nama sang pria. "Sekar...," jeda Briana sambil memaksakan sebuah senyuman. "Tentu. Bukannya dia pernah menjadi teman dekatmu di semester 4?" lanjut Briana.

Steve menghentikan kegiatannya dan memandang Briana, tersenyum kecil dan mengangguk. "Ternyata kau cukup update dengan berita di kampus," ujar Steve, masih dengan senyuman yang membuat Briana selalu merona.

"Dia ...."

"Tak boleh berduaan lama-lama, akan ada pihak ketiga yang diseb—" potong Lea yang belum sempat melanjutkan sudah dipotong lagi oleh Steve.

"—Ellea. Hanya kamu yang selalu menjadi pihak ketiganya," canda Steve.

Lea tertawa mendengar itu, sementara gadis di sebelahnya berdecak karena mengganggu waktunya dengan Steve yang baru pertama kalinya mengobrol lagi setelah ketiganya lulus dari universitas. Pria yang memiliki bentuk wajah segilima dengan bibir penuh itu sebelumnya bekerja sebagai fotografer sebuah majalah fashion di Bandung, karena sebuah alasan Steve memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan itu. Well, di sinilah dia sekarang. Kembali dengan 2 sahabat berbeda karakter tersebut.

Ting

Bunyi ponsel Lea menandakan ada pesan masuk di whatsapp-nya. Diambilnya benda pipih itu dari atas meja dan 2 detik berikutnya senyum kecil terbit di bibirnya.

Baru beberapa detik pesan itu terkirim, Caller ID yang memunculkan foto seorang pria berwajah oriental dengan Polo Shirt putih terpampang di layar ponsel Lea.

Menggeser tombol hijau, menghadapkan wajahnya di depan layar dan membelakangi pantai biru muda dengan langit yang cerah.

Setelah beberapa menit, sambungan terputus bersamaan dengan langkah Steve yang mendekat. "Sedang jatuh cinta, Miss?" tanya Steve dengan kedua tangan dimasukkan dalam saku celana pendeknya dan kaca mata hitam tersampir di hidung mancungnya.

Lea memutar badannya menghadap arah yang sama seperti arah pandangan Steve. Mengais pasir putih di bawah kaki telanjangnya dan mengukir garis abstrak. "Kau tak pernah berubah, selalu benar dan aku benci itu."

Steve tersenyum. "Tentu. Tak ada yang mengenalmu sepertiku."

Lea berdecak malas, berpikir jika Briana adalah wanita aneh yang terlalu setia merawat perasaannya untuk pria semacam Steve. Ya, walaupun tak bisa dipungkiri jika memang Steve tak bisa disebut jelek dengan fisik yang cukup sempurna dan juga daya tarik yang memikat. Membuat tak sedikit gadis-gadis di kampusnya dulu memburunya sebagai target untuk dijadikan pasangan hati tapi itu tak berlaku untuk Lea.

Lea yang saat itu sudah memiliki tambatan hati kakak tingkatnya di kampus, tak berniat membuka hati untuk siapapun meski ketika Hilman melukai hatinya dengan meninggalkannya tanpa kabar setelah lulus.

"Baiklah, sepertinya ada gadis yang sedang memandang ke sini dengan pikiran berkecamuk. Aku akan menemaninya. Kau jahat sekali meninggalkannya sendiri," ujar Lea.

"Hei, aku akan melamarnya," ujar Steve, menghentikan langkah Ellea.

Gadis itu berbalik dan menganga tak percaya. "Apa kau serius?"

Steve mengangguk mantap. "Tak pernah seserius ini."

Lea tersenyum dan memberikan dua jempol untuk Steve. Bagaimana pun, Lea adalah satu-satunya saksi perjalanan rumit kisah mereka. Bahkan jika bisa dibilang, saat ini saja mereka belum resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Steve sudah berani mengambil langkah tersebut. Lea dibuatnya hampir tak percaya jika pria yang berada di hadapannya saat ini adalah pria yang sama yang pernah menyatakan cinta padanya.

"Baiklah, aku yakin dia tidak akan menolaknya. Kau beruntung menjadi yang pertama buatnya."

Steve terkekeh. "Aku tak percaya, gadis yang akan mendampingiku adalah dia, bukan dirimu."

Lea menyipitkan pandangan. "Jangan macam-macam! awas saja kalau kau hanya mempermainkannya. Aku akan membunuhmu!

"Buang pikiran jelekmu. Aku tidak sejahat itu, Lea. Anggap saja aku sakit mata saat dulu menyukaimu." Steve melipat kedua tangannya di depan dada. Memperhatikan gadis di depannya yang sudah melotot sempurna. Dia tergelak setelah mendapat tendangan pada tulang keringnya.

Ellea mengabaikan teriakan Briana di belakangnya yang sudah protes akibat tindakan anarkis sang sahabat. Briana tak pernah marah jika yang diperlakukan begitu adalah teman lelaki Ellea yang lain, tapi jika itu Steve Lee dia tidak akan membiarkannya, meski Briana tahu jika itu adalah bercanda tapi gadis itu merasa tak tega melihat ekspresi kesakitan Steve.

***

Hai, cerita ini akan direvisi setelah tamat. Jika ada kesalahan dalam bentuk apapun mohon dimaklumi. Tiga chapter awal akan dirombak full seteleh event selesai, sisanya hanya memerlukan sedikit revisi di beberapa bagian.

Kalian akan menemukan sesuatu yang berbeda setelah sampai pada chapter empat dan seterusnya. Aku nggak spoiler, loh, ya? Buktiin aja dengan ngikutin tiap chapter sampai end 😉

See ya😘

MasqueradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang